Akhlak Thaharah (Bersuci)
Dr. Rosidin, M.Pd.I
http://www.dialogilmu.com
Thaharah (bersuci) tidak melulu berhubungan dengan sah-batal menurut hukum Fikih, melainkan juga menyangkut akhlak atau etika. Oleh sebab itu, al-Ghazali membagi thaharah menjadi 4 (empat) tingkatan.
Pertama, menyucikan diri dari hadas.
Kedua, menyucikan diri dari dosa.
Ketiga, menyucikan hati dari akhlak tercela.
Keempat, menyucikan inti hati (al-sirr) dari selain Allah SWT (al-Ghazali, 2004: 25).
Akhlak thaharah mencerminkan kepedulian Islam yang sangat tinggi terhadap aspek kesucian dan kebersihan. Lebih dari itu, Islam menyeru kepada umatnya agar memaksimalkan setiap aktivitas rutin sebagai lahan amal shalih.
Berikut ini penulis kutipkan akhlak terkait tiga kategori thaharah, yaitu bersuci dari hadas dan najis; wudhu dan mandi; kebersihan universal yang berlaku bagi semua umat manusia.
Pertama, menyucikan diri dari hadas.
Kedua, menyucikan diri dari dosa.
Ketiga, menyucikan hati dari akhlak tercela.
Keempat, menyucikan inti hati (al-sirr) dari selain Allah SWT (al-Ghazali, 2004: 25).
Akhlak thaharah mencerminkan kepedulian Islam yang sangat tinggi terhadap aspek kesucian dan kebersihan. Lebih dari itu, Islam menyeru kepada umatnya agar memaksimalkan setiap aktivitas rutin sebagai lahan amal shalih.
Berikut ini penulis kutipkan akhlak terkait tiga kategori thaharah, yaitu bersuci dari hadas dan najis; wudhu dan mandi; kebersihan universal yang berlaku bagi semua umat manusia.
Pertama,
Akhlak Bersuci dari Hadas dan Najis. Dalam konteks ini, Rasulullah
SAW telah mengajarkan sejumlah akhlak terkait buang air besar maupun kecil,
antara lain (al-Ghazali, 2004: 26-27):
Buang air dilakukan di tempat yang tertutup, sehingga tidak terlihat orang lain.
Tidak membuka aurat hingga sampai di lokasi (toilet).
Tidak menghadap kiblat maupun membelakanginya.
Tidak buang air kecil di air yang menggenang, di bawah tanaman berbuah maupun lubang yang dikhawatirkan dihuni oleh binatang tertentu.
Tidak buang air kecil di tempat-tempat yang keras atau tempat bertiupnya angin, agar terjaga dari percikan air seni.
Buang air dilakukan di tempat yang tertutup, sehingga tidak terlihat orang lain.
Tidak membuka aurat hingga sampai di lokasi (toilet).
Tidak menghadap kiblat maupun membelakanginya.
Tidak buang air kecil di air yang menggenang, di bawah tanaman berbuah maupun lubang yang dikhawatirkan dihuni oleh binatang tertentu.
Tidak buang air kecil di tempat-tempat yang keras atau tempat bertiupnya angin, agar terjaga dari percikan air seni.
Ketika
masuk toilet, hendaknya mendahulukan kaki kiri dan keluar toilet dengan
mendahulukan kaki kanan. Ketika masuk toilet, membaca doa:
بِسْمِ اللهِ،
اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ
Dengan
menyebut nama Allah; aku berlindung kepada Allah, dari setan yang terkutuk.
Ketika keluar toilet, membaca doa:
اَلْحَمْدُ للهِ
الَّذِيْ اَذْهَبَ عَنِّيْ مَا يُؤْذِيْنِيْ وَاَبْقَى فِيَّ مَا يَنْفَعُنِيْ
Segala
puji bagi Allah, Dzat yang telah menghilangkan dariku, apa yang menyakitiku;
dan telah menetapkan padaku, apa yang bermanfaat bagiku.
Tidak
boleh buang air kecil dalam keadaan berdiri. Tidak pula membawa sesuatu yang
memuat asma Allah SWT maupun Nabi Muhammad SAW.
Sebaiknya tidak memasuki toilet dalam keadaan tanpa penutup kepala.
Sebaiknya tidak memasuki toilet dalam keadaan tanpa penutup kepala.
Hendaknya
mengeluarkan air seni secara tuntas dengan cara berdehem dan menarik-narik
kemaluan [khusus laki-laki] sebanyak tiga kali, serta mengurut (memijit kecil)
kemaluan dari atas ke bawah, sehingga air seni benar-benar keluar secara
tuntas. Apabila masih terbersit rasa was-was, maka hendaknya memercikkan air ke
celana (atau sarungnya).
Kedua, Akhlak Wudhu dan Mandi. Rasulullah
SAW di luar toilet senantiasa dalam keadaan wudhu. Beliau bersabda: “Hanya
orang muslim yang menjaga wudhu-nya”.
Di antara etika wudhu yang diajarkan oleh Nabi SAW adalah (al-Ghazali, 2004: 27-29): Sebelum berwudhu hendaknya bersiwak (menggosok gigi) terlebih dahulu.
Berwudhu dalam keadaan duduk, lalu membaca Basmalah. Kemudian membaca doa:
Di antara etika wudhu yang diajarkan oleh Nabi SAW adalah (al-Ghazali, 2004: 27-29): Sebelum berwudhu hendaknya bersiwak (menggosok gigi) terlebih dahulu.
Berwudhu dalam keadaan duduk, lalu membaca Basmalah. Kemudian membaca doa:
اَعُوْذُ بِكَ
مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِيْنِ، وَاَعُوْذُ بِكَ رَبِّ اَنْ يَحْضُرُوْنَ
Aku berlindung kepada-Mu dari
godaan setan; dan aku berlindung kepada-Mu dari kehadiran mereka kepadaku.
Kemudian
membasuh tangan sebanyak tiga kali sebelum memasukkannya ke dalam tempat air,
dan berdoa:
اَللَّهُمَّ
إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْيُمْنَ وَالْبَرَكَةَ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ الشُّؤْمِ
وَالْهَلَكَةِ
Ya Allah, sesungguhnya aku
memohon kepada-Mu keberuntungan dan berkah; dan aku berlindung kepada-Mu dari
kesialan dan kerusakan.
Lalu berniat menghilangkan hadas dan
melanggengkan niat hingga ketika membasuh wajah. Selanjutnya
berkumur sebanyak tiga kali, diiringi doa:
اَللَّهُمَّ
أَعِنِّيْ عَلَى تِلاَوَةِ كِتَابِكَ وَكَثْرَةِ الذِّكْرِ لَكَ
Ya Allah, mohon tolonglah aku
untuk membaca kitab-Mu dan banyak berzikir kepada-Mu.
Dilanjutkan membersihkan hidung sebanyak tiga
kali. Ketika memasukkan air ke dalam hidung, membaca doa:
اَللَّهُمَّ
أَوْجِدْ لِيْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَأَنْتَ عَنِّيْ رَاضٍ
Ya Allah, anugerahkanlah wangi
surga kepadaku; dan Engkau ridha kepadaku.
Ketika mengeluarkan air dari hidung, membaca
doa:
اَللَّهُمَّ
إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ رَوَائِحِ النَّارِ وَمِنْ سُوْءِ الدَّارِ
Ya Allah, sesungguhnya aku
berlindung kepada-Mu dari bau neraka dan tempat tinggal yang buruk.
Setelah itu membasuh wajah, mulai dari area
pangkal rambut hingga ujung dagu; dan dari telinga satu ke telinga lainnya.
اَللَّهُمَّ
بَيِّضْ وَجْهِيْ بِنُوْرِكَ يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوْهُ أَوْلِيَائِكِ، وَلاَ
تَسْوَدُّ وَجْهِيْ بِظُلُمَاتِكَ يَوْمَ تَسْوَدُّ وُجُوْهُ أَعْدَائِكَ
Ya
Allah, mohon Engkau putihkan wajahku dengan cahaya-Mu pada saat wajah-wajah
para wali-Mu menjadi putih; dan janganlah Engkau hitamkan wajahku dengan kegelapan-Mu
pada saat wajah-wajah para musuh-Mu menjadi hitam.
اَللَّهُمَّ
أَعْطِنِيْ كِتَابِيْ بِيَمِيْنِيْ وَحَاسِبْنِيْ حِسَابًا يَسِيْرًا
Ya Allah, mohon Engkau berikan
kitab (catatan amal)-ku di tangan kananku dan hisablah diriku dengan hisab yang
ringan.
اَللَّهُمَّ
إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ أَنْ تُعْطِيْنِيْ كِتَابِيْ بِشِمَالِيْ أَوْ مِنْ وَرَاءِ
ظَهْرِيْ
Ya
Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari diberikan kitabku dengan
tangan kiriku atau dari belakang punggungku.
اَللَّهُمَّ
غَشّنِيْ بِرَحْمَتِكَ، وَأَنْزِلْ عَلَيَّ مِنْ بَرَكَاتِكَ، وَأَظَلَّنِيْ
تَحْتَ عَرْشِكَ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّكَ
Ya
Allah, kelilingilah diriku dengan rahmat-Mu, turunkanlah berkah-Mu kepadaku,
dan naungilah diriku di bawah ‘Arsy-Mu pada hari yang tiada naungan, selain
naungan-Mu.
اَللَّهُمَّ
اجْعَلْنِيْ مِنَ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ
أَحْسَنَهُ، اَللَّهُمَّ أَسْمِعْنِيْ مُنَادِيَ الْجَنَّةِ مَعَ الأَبْرَارِ
Ya
Allah, mohon Engkau jadikan aku termasuk orang-orang yang mendengarkan perkataan
dan mengikuti perkataan yang terbaik; Ya Allah, mohon Engkau perdengarkan
kepadaku panggilan surga bersama orang-orang yang baik.
اَللَّهُمَّ
اَعْتِقْ رَقَبَتِيْ مِنَ النَّارِ (ثَلاَثًا) وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ السَّلاَسِلِ
وَالأَغْلاَلِ
Ya
Allah, mohon Engkau bebaskan leherku dari neraka (dibaca tiga kali); dan aku
berlindung kepada-Mu dari rantai dan belenggu.
اَللَّهُمَّ
ثَبِّتْ قَدَمِيْ عَلَى الصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيْمِ يَوْمَ تَزِلُّ الأَقْدَامُ
فِي النَّارِ
Ya Allah, mohon Engkau tetapkan
kakiku di atas shirath al-mustaqim, pada hari kaki-kaki tergelincir ke dalam
neraka.
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ أَنْ تَزِلَّ قَدَمِيْ
عَنِ الصِّرَاطِ يَوْمَ تَزِلُّ أَقْدَامُ الْمُنَافِقِيْنَ
Ya
Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu agar kakiku tidak tergelincir dari
shirath al-mustaqim, pada hari kaki-kaki kaum munafik tergelincir.
أَشْهَدُ أَنْ لا
إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ محمدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ، سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ لا إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ، عَمِلْتُ
سُوْءًا وَظَلَمْتُ نَفْسِيْ، أَسْتَغْفِرُكَ اللَّهُمَّ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ،
فَاغْفِرْ لِيْ وَتُبْ عَلَيَّ، إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.
اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِنَ
الْمُتَطَهِّرِيْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ، وَاجْعَلْنِيْ
صَبُوْرًا شَكُوْرًا، وَاجْعَلْنِيْ أَذْكُرُكَ ذِكْرًا كَثِيْرًا، وَأُسَبِّحُكَ
بُكْرَةً وَأَصْيٍلاً.
Aku
bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, Yang Mahaesa, tiada sekutu bagi-Nya;
dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad adalah hamba-Nya dan
rasul-Nya. Maha Suci Engkau, ya Allah, dan segala puji
bagi-Mu. Aku melakukan keburukan dan menzhalimi diri sendiri, aku mohon ampunan
kepada-Mu, ya Allah, dan aku bertaubat kepada-Mu. Mohon ampunilah aku dan
terimalah taubatku. Sesungguhnya Engkau adalah Dzat Yang Maha Penerima Taubat
lagi Maha Penyayang. Ya Allah, mohon Engkau jadikan aku tergolong orang-orang
yang bertaubat, orang-orang yang bersuci dan para hamba-Mu yang shalih; mohon
Engkau jadikan aku (sebagai hamba) yang banyak bersabar dan bersyukur;
berdzikir kepada-Mu dengan dzikir yang banyak; dan menyucikan-Mu pada pagi dan
petang.
Terkait
akhlak mandi, catatan tambahannya adalah masuk kamar mandi dengan menutup aurat
dan menghindarkan diri dari melihat aurat orang lain.
Ketiga,
Akhlak dalam Kebersihan Universal.
Disunahkan untuk membersihkan diri dari kotoran yang berada di kepala, telinga, hidung dan di bawah kuku.
Makruh menunda memotong kuku, bulu ketiak hingga bulu kemaluan, lebih dari 40 hari.
Jika ingin memotong kuku, maka dimulai dari jari telunjuk tangan kanan dan diakhiri dengan ibu jari tangan kanan; kemudian mulai memotong jari kelingking tangan kiri dan diakhiri dengan ibu jari tangan kiri.
Seyogianya anak laki-laki dikhitan di atas hari ketujuh dari kelahirannya, agar tidak sama dengan kaum Yahudi. Nabi SAW bersabda (al-Ghazali, 2004: 30):
Disunahkan untuk membersihkan diri dari kotoran yang berada di kepala, telinga, hidung dan di bawah kuku.
Makruh menunda memotong kuku, bulu ketiak hingga bulu kemaluan, lebih dari 40 hari.
Jika ingin memotong kuku, maka dimulai dari jari telunjuk tangan kanan dan diakhiri dengan ibu jari tangan kanan; kemudian mulai memotong jari kelingking tangan kiri dan diakhiri dengan ibu jari tangan kiri.
Seyogianya anak laki-laki dikhitan di atas hari ketujuh dari kelahirannya, agar tidak sama dengan kaum Yahudi. Nabi SAW bersabda (al-Ghazali, 2004: 30):
اَلْخِتَانُ سُنَّةٌ
لِلرِّجَالِ وَمَكْرَمَةٌ لِلنِّسَاءِ
Khitan
itu sunah bagi laki-laki, dan kemuliaan bagi wanita
Semua ini selaras dengan sabda Nabi SAW yang
diriwayatkan Abu Hurairah RA berikut:
الْفِطْرَةُ خَمْسٌ
الْخِتَانُ، وَالاِسْتِحْدَادُ، وَقَصُّ الشَّارِبِ، وَتَقْلِيمُ الأَظْفَارِ،
وَنَتْفُ الآبَاطِ
Fitrah
manusia itu ada lima: khitan, memotong bulu kemaluan, memotong kumis, memotong
kuku dan memotong bulu ketiak. (H.R. al-Bukhari)
Referensi:
al-Ghazali,
Abu Hamid Muhammad. Mukhtashar Ihya’ Ulum al-Din. Jakarta: Dar al-Kutub
al-Islamiyyah. 2004.