Dr. (H.C.) KH. Hasyim Muzadi Malang (1944-2017)
KH. Achmad Hasyim Muzadi |
Foto ini termuat dalam The 500 Most
Influential Muslims in the World tahun 2009 yang menempatkan Kiai Hasyim
sejajar dengan tokoh muslim kaliber dunia, seperti Syekh Yusuf al-Qaradhawi
hingga Presiden Turki Erdogan.
Jejak dari
Buaian hingga Liang Lahad
Prestasi ini pantas diraih Kiai Hasyim yang berikrar “mewakafkan” diri untuk kepentingan umat sepanjang hayat, hingga wafat pada hari Kamis, 16 Maret 2017, sekitar pukul 06.30 WIB, di rumah kediaman beliau, di area Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang (Jl. Cengger Ayam No. 25 Malang). Lalu beliau dimakamkan di area Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Depok (Jl. H. Amat No. 21, Kukusan, Beji, Depok).
Nama
lengkap beliau adalah Ahmad
Hasyim Muzadi, lahir di Bangilan, Tuban, 8 Agustus 1944. Ibunda, Hj. Rumyati
dan ayahanda, H. Muzadi, seorang pedagang tembakau yang sukses dan dermawan. Beliau merupakan anak ketujuh dari delapan bersaudara. Kakak beliau yang terkenal adalah KH. Ahmad Muchith Muzadi (Rais
Syuriah PBNU 1994-1999) yang merupakan santri Hadlratus Syaikh KH. Hasyim
Asy’ari. Istri beliau, Hj. Mutammimah. Pasangan Kiai Hasyim-Hj. Mutammimah
memiliki tiga putra dan tiga putri, secara berurutan: Gus Abdullah Hakim
Hidayat, Ning Yuni Arofah, Gus Hilman Wajdi, Ning Alfi Rahmawati, Ning Laili Abidah
dan Gus Yusron Sidqi.
Jejak Akademik dan Non-Akademik
Jejak
pendidikan Kiai Hasyim dimulai dari sekolah di MI Bangilan (1950-1953), lalu
pindah ke SD Tuban (lulus tahun 1955), berlanjut ke SMP Tuban selama setahun
(1956-1957), sebelum pindah ke Pondok Modern Gontor Ponorogo untuk studi Kuliyatul
Muallimin Islamiyah (KMI) selama enam tahun (1957-1962). Setelah lulus dari Gontor, Kiai Hasyim berpindah-pindah pesantren hampir
setiap tiga bulan, antara lain ke Pesantren Al-Fadholi Senori Tuban dan Pesantren
Al-Anwar Lasem Rembang (1963).
Pada tahun 1964, Kiai Hasyim kuliah
sarjana (S1) di
Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang (sekarang UIN Maliki Malang) hingga lulus tahun 1967. Ketika di Malang
inilah, Kiai Hasyim bertemu guru spiritual beliau, KH. Anwar Nur (Pengasuh
Pondok Pesantren An-Nur Bululawang, Malang). Kiai Hasyim bercerita pernah diajak
bepergian oleh Kiai Anwar hingga tiba di sebuah daerah persawahan di Blimbing
(sekarang Jalan Cengger Ayam). Kiai Anwar berkata kepada Kiai Hasyim: “Di
sini nanti tempat kamu mendirikan pesantren”. Di lain kesempatan, Kiai
Anwar meminta Kiai Hasyim agar mundur dari jabatan anggota DPRD pada tahun
1978, demi fokus dakwah membimbing umat.
Sebenarnya ketokohan Kiai Hasyim sudah
tampak sejak kecil. Beliau mengaku memiliki moto hidup: “Tiada hari tanpa
perjuangan”. Tidak heran jika akhirnya beliau mahir berkomunikasi dalam bahasa Arab
dan Inggris; di samping wawasan keIslaman yang luas dan dalam, sebagaimana
tercermin dalam dakwah-dakwah beliau. Berbekal kompetensinya tersebut, Kiai Hasyim dapat berkiprah di
berbagai organisasi sosial-agama dan sosial-politik. Di sela-sela padatnya
aktivitas, tidak jarang Kiai Hasyim bermain pingpong (tenis meja) dan badminton
(bulu tangkis) yang merupakan hobi beliau.
Jejak Karier
Organisasi
Terbukti, atas pertolongan Allah ‘Azza
wa Jalla, Kiai Hasyim berhasil membangun karier di organisasi, atas dasar
prestasi, bukan sekedar mewarisi. Kiprah beliau di
organisasi sosial-agama berangkat dari
bawah hingga puncak. Mula-mula menjadi Ketua Ranting NU Bululawang (1964),
Ketua Anak Cabang Gerakan Pemuda (GP) Ansor Bululawang (1965), Ketua Cabang Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Malang (1966), Ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa
Indonesia (KAMI) Malang (1966), Ketua Cabang GP Ansor Malang (1967-1971), Wakil
Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Malang (1971-1973), Ketua PCNU
Malang (1973-1977), Ketua Pengurus Wilayah GP Ansor Jawa Timur (1983-1987),
Ketua Pengurus Pusat GP Ansor (1987-1991), Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdlatul
Ulama (PWNU) Jawa Timur (1987-1988), Wakil Ketua PWNU Jawa Timur (1988-1992),
Ketua PWNU Jawa Timur (1992-1997 dan 1997-2002, namun hanya berjalan hingga
1999), Ketua Umum PBNU (1999-2004 hasil Muktamar Lirboyo 1999 dan 2004-2009
hasil Muktamar Boyolali 2004). Adapun kiprah Kiai Hasyim di organisasi
sosial-politik diawali dengan menjadi Ketua Ranting Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) Dinoyo, lalu menjadi Ketua Fraksi PPP Malang yang mengantar
beliau menjadi anggota DPRD Tingkat II Malang (1972-1982) dan DPRD I Jawa Timur
(1984-1987).
Rekam jejak Kiai Hasyim yang mengagumkan, membuat PDI Perjuangan
meminang beliau sebagai Calon Wakil Presiden pada Pilpres 2004. Ketika berorasi
dalam deklarasi Capres dan Cawapres Mega-Hasyim, beliau berkomentar: “Saya
ingin menyatukan antara kaum nasionalis dan agama”. Pasangan Mega-Hasyim
sempat maju ke putaran kedua Pilpres 2004 dengan meraih suara 39.38 %, namun dikalahkan
pasangan SBY-JK yang meraih suara 60,62 %. Puncak kiprah politik beliau adalah
ditunjuk Presiden Joko Widodo sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden
(Wantimpres).
Jejak
Prestasi dan Legacy
Posisi
sebagai Ketua Umum PBNU dioptimalkan sepenuhnya oleh Kiai Hasyim untuk
mempromosikan Islam Rahmatan lil ‘Alamin kepada dunia internasional
melalui pertemuan dengan Kepala Negara dan atau Pimpinan Agama. Mulai dari Arab
Saudi, Iraq, Iran, Mesir, Sudan. Syiria, Yaman, Yordania, Pakistan, India,
Jepang, Taiwan, RRC, Thailand, Malaysia, Singapura, Inggris, Italia (Vatikan),
Parlemen Eropa, Rusia, Australia hingga Amerika Serikat.
Puncaknya, Kiai Hasyim menggagas pertemuan
ulama internasional berpaham moderat dalam ICIS I (International Conference
of Islamic Schoolar) tahun 2004 dan ICIS II tahun 2005 di Jakarta. Posisi
beliau adalah Sekretaris Jenderal. ICIS ini banyak dinilai sebagai “Komite Hijaz
II”. Jika Komite Hijaz I (KH. Abdul Wahab Chasbullah) mengemban misi
penyelamatan paham ASWAJA dari ancaman paham Wahabi, maka “Komite Hijaz II”
mengemban misi penyelamatan paham ASWAJA dari serangan golongan ekstrem kanan
(radikalisme) yang “diimpor” dari Timur Tengah dan ekstrem kiri (liberalisme)
yang “diimpor” dari Barat. Oleh sebab itu, pantas jika IAIN Sunan Ampel Surabaya
memberi gelar kehormatan Doktor Honoris Causa dalam bidang Peradaban Islam pada
2 Desember 2006. Sehingga nama depan beliau bertambah menjadi, Dr. (H.C.) KH. Ahmad
Hasyim Muzadi. Berbekal gelar ini, Kiai Hasyim memperluas jaringan penyebaran
ilmu dengan menjadi dosen di sejumlah Pascasarjana, seperti UIN Sunan Ampel
Surabaya dan Universitas Indonesia.
Sebagai
legacy yang menjadi warisan abadi (amal jariyah), Kiai
Hasyim membuat terobosan di bidang pendidikan yang kemudian diikuti
lembaga-lembaga pendidikan Islam lainnya. Pertama, Pesantren
Mahasiswa Al-Hikam di Malang yang didirikan pada 17 Ramadan 1413 (21 Maret
1992), sebagai pelopor
pesantren-pesantren mahasiswa yang saat ini semakin tumbuh subur. Pesma Al-Hikam ini berkembang menjadi
Yayasan Al-Hikam yang membawahi RA, TPQ, Pesantren Mahasiswa, STAI Ma’had Aly
Al-Hikam dan KBIH. Kedua, Pesantren Mahasiswa Al-Hikam II Depok yang
memiliki Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur’an (STKQ) yang didirikan pada 9 Januari
2011. STKQ ini khusus bagi mahasiswa
“istimewa”, yaitu mahasiswa laki-laki yang berstatus sebagai penghafal
al-Qur’an 30 Juz. Tampaknya, model Perguruan Tinggi
yang 100% mahasiswanya hafal al-Qur’an 30 Juz, hanya ada di STKQ Al-Hikam
Depok.
Legacy
lain yang tidak kalah penting adalah karya tulis, antara lain: Membangun NU
pasca Gus Dur (Jakarta: Grasindo, 1999); Nahdlatul Ulama di Tengah
Agenda Persoalan Bangsa (Jakarta: Logos, 1999); Menyembunyikan Luka NU
(Jakarta: Logos, 2002); Agenda Strategis Pemulihan Martabat Bangsa
(Jakarta, 2004). Kendati tergolong sedikit, namun kiprah Kiai Hasyim di
berbagai lini kehidupan, telah memicu berbagai karya tulis dalam bentuk karya
tulis ilmiah (tesis, skripsi, jurnal), buku populer hingga berita-berita yang
dapat diakses oleh masyarakat di mana saja. Dari sini dapat disimpulkan bahwa
Kiai Hasyim memang tidak banyak menghasilkan karya tulis, namun rekam jejak kehidupan
beliau amat layak ditulis oleh para penulis di Indonesia, bahkan mancanegara. Wallahu
A’lam bi al-Shawab.
Referensi:
Afandi, Anang Lukman.
Negara Dan Pluralisme Agama (Studi Pemikiran Hasyim Muzadi Tentang
Pluralisme Agama di Indonesia Pasca Orde Baru). Skripsi. Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik. Universitas
Islam Negeri Syarif
Hidayatullah. Jakarta. 2011.
Lutfi,
Muhammad Ais. Perilaku Politik Nahdlatul Ulama (Studi Komparatif Perilaku
Politik Abdurrahman Wahid dan Hasyim Muzadi). Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik. Universitas
Islam Negeri Syarif
Hidayatullah. Jakarta. 2012.
Rosidin. Tawa
Berbalut Hikmah: Gaya Dakwah Abah Hasyim Muzadi. Surabaya: Khalista. 2017.
Shodiq,
Muhammad. Dinamika Pemilihan Ketua Umum PBNU 199-2004 (Studi Kasus Atas
Terpilihnya KH. A. Hasyim Muzadi Pada Muktamar Ke-30 Tanggal 21-26 Nopember
1999 di Lirboyo – Kediri – Jatim). Tesis. Program Pascasarjana. Universitas
Airlangga. Surabaya. 2003.
Esposito, John
and Ibrahim Kalin (ed.). 500 Most Influential Muslims in the World. The
Royal Islamic Strategic Studies Centre. 2009
http://nasional.kompas.com/read/2017/03/16/08020331/perjalanan.kh.hasyim.muzadi.dari.pimpin.pb.nu.hingga.jadi.wantimpres [diakses 8 September 2017].