Berkah dalam Perspektif al-Qur'an dan Hadis
Dr. Rosidin, M.Pd.I
http://www.dialogilmu.com
Kajian Linguistik
Ibn Faris dalam Maqayis
al-Lughah menyatakan bahwa patron huruf ba-ra’-kaf pada dasarnya
bermakna ‘tetapnya sesuatu’. Al-Khalil memaknai Barakah dengan tambahan
dan pertumbuhan.
Al-Ashfahani
menegaskan bahwa Barakah pada mulanya berarti dada unta; biasanya,
apabila unta ingin beristirahat, maka unta tersebut meletakkan dadanya di atas
tanah, kemudian beristirahat dengan tenang dan nyaman. Dari sinilah kemudian
ada kata Birkah (kolam) yang berarti menahan air agar tetap dalam satu
lokasi.
Pada akhirnya, al-Ashfahani mendefinisikan barakah sebagai berikut:
Al-barakah tsubutu al-khair
al-ilahi fi al-syai’ (Barakah adalah tetapnya
kebaikan yang bersifat ilahiah pada sesuatu)
Oleh sebab itu, ketika ada ayat wa
hadza kitab anzalnahu mubarak (Ini adalah kitab yang kami turunkan
sebagai kitab yang penuh berkah); maka maknanya adalah kebaikan ilahi senantiasa menetap di
dalam al-Qur’an sepanjang zaman.
Konklusi yang dapat
disepakati adalah keberkahan adalah suatu kebaikan Ilahiah yang meningkat
secara stabil, hingga tercipta suatu stabilitas berupa ketenangan dan
ketentraman.
Gambar 1
Hanya saja,
mengingat kebaikan ilahi itu tidak selamanya bersifat kongkret (kasat mata),
terkadang bersifat abstrak (gaib); dalam bentuk yang tidak dapat dipastikan
kuantitas maupun kualitasnya; maka, apapun yang mengandung tambahan –meskipun
bersifat abstrak– berarti mengandung berkah.
Misalnya orang bershadaqah,
meskipun secara kongkret hartanya berkurang; namun secara abstrak, harta
tersebut bertambah suci dan menambah pahala orang yang bershadaqah. Di sisi lain, ketika ada ayat tabaraka,
berarti ayat tersebut bertujuan untuk mengingatkan begitu banyaknya kebaikan
yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT kepada kita semua. Demikian papar
al-Ashfahani dalam kitabnya.
Kajian
Tafsir Tematik
Paparan ini menyajikan hasil
penelitian tafsir tematik terhadap al-Qur’an. Adapun hasil temuan penulis adalah al-Qur’an
menyebut kata Barakah dan berbagai kata bentukannya sebanyak 32 kali
dalam 32 ayat.
Temuan ini menarik, karena tidak ada perulangan kata barakah
dalam satu ayat yang sama. Seolah-olah memberi kesan bahwa satu kata berkah
sudah sedemikian banyak, sehingga dalam satu ayat tidak perlu ada kata berkah
lebih dari satu.
Temuan lain yang menarik untuk disimak adalah
al-Qur’an menyebut kata mubarak dalam 3 variasi dan masing-masing
terdapat dalam 4 ayat; yaitu mubarakun, mubarakan dan mubarakatan.
Al-Qur’an menyebut kata ‘mubarakun’
sebanyak 4 kali, dan seluruhnya mengacu pada al-Qur’an sebagai kitab suci yang
penuh berkah. Qurasih Shihab menyatakatan Berkah al-Qur’an terdapat
dalam kandungannya, kendati kalimat-kalimatnya sangat terbatas. Berkah
dalam membacanya sehingga dengan mudah dapat dibaca dan dihafal oleh siapapun
walau mereka tidak mengerti artinya. Berkah dalam makna-makna yang
dikandungnya karena al-Qur’an, sehingga betapapun ditafsirkan selalu saja ada
makna baru yang belum terungkap sebelumnya. Berkah juga ia dalam pengaruh
positifnya terhadap manusia dan dalam sukses dan keberhasilan yang diraih oleh
yang mengamalkannya (al-An’am: 92; al-An’am: 155; al-Anbiya’: 50 dan Shad: 29).
Kata
Mubarakan adakalanya mengacu pada suatu tempat, dalam hal ini adalah
Ka’bah (Ali ‘Imran: 96); mengacu kepada Nabi ‘Isa AS yang keberadaannya membawa
berkah di manapun beliau berada (Maryam: 31); perintah Allah SWT agar Nabi Nuh
AS berdo’a ditempatkan di tempat yang penuh berkah seusai banjir besar
(al-Mu’minun: 29); dan air hujan yang akhirnya dapat menumbuhkan berbagai jenis
tanaman yang dapat dipanen (Qaf: 9).
Kata
Mubarakatan mengacu pada pohon zaitun yang minyaknya pada zaman dulu
banyak dimanfaatkan sebagai bahan bakar lampu (al-Nur: 35); mengucapkan salam
ketika masuk rumah, meskipun rumahnya sendiri dan tanpa ada seorang pun, akan
tetap mendatangkan keberkahan dalam bentuk pahala yang agung atas setiap salam
yang diucapkan (al-Nur: 61); batang pohon yang tumbuh di tempat Nabi Musa AS
mendapatkan wahyu dari Allah SWT (al-Qashash: 3); dan malam diturunkannya
al-Qur’an, yaitu malam Lailatul Qadar. Dalam salah satu riwayat Qatadah
disebutkan bahwa Nabi SAW bersabda: “Shuhuf Nabi Ibrahim AS turun di awal
Ramadhan; Taurat turun pada tanggal 6 Ramadhan; Zabur diturunkan pada 12
Ramadhan; Injil pada 18 Ramadhan dan al-Qur’an pada tanggal 24 Ramadhan”. Ini
berarti, seluruh kitab suci Samawi diturunkan kelipatan enam. Malam tersebut
diberkahi, karena mengandung banyak rahmat dan waktu mustajabah untuk berdo’a
(al-Dukhan: 3).
Benang merah dari ketiga varian
kata mubarak di atas adalah segala sesuatu memiliki nilai keberkahan,
selama dikaitkan dengan Allah SWT. Suatu tempat yang digunakan untuk beribadah
–semisal Ka’bah– menjadi tempat yang penuh berkah; suatu waktu yang
dimaksimalkan untuk beribadah –semisal Lailatul Qadar– menjadi waktu yang penuh
berkah; demikian halnya, aktivitas rutin, jika dikaitkan dengan Allah SWT
–semisal masuk rumah dengan mengucapkan salam– akan menjadi aktivitas yang
penuh berkah. Dan seterusnya.
Sebagaimana paparan al-Ashfahani,
apabila al-Qur’an menyebut kata “Tabaraka”, berarti ayat tersebut
bermaksud untuk mengingatkan kita semua akan limpahan kebaikan yang
dianugerahkan oleh Allah SWT. Ada 9 ayat yang menggunakan 9 kata “Tabaraka”
yang jika diteliti, maka akan didapati apa sebenarnya bentuk
dari limpahan kebaikan yang dianugerahkan oleh Allah SWT kepada umat
manusia:
1) Anugerah langit dan bumi; pergantian siang dan malam;
beredarnya matahari, bulan dan bintang-bintang secara teratur (al-A’raf: 54)
2) Penciptaan manusia yang dimulai dari sperma hingga menjadi
bentuk sempurna, yakni makhluk yang terdiri dari daging dan tulang
(al-Mu’minun: 14)
3) Al-Qur’an yang dapat menjadi al-Furqan, yaitu pemandu
manusia dalam menilai mana yang benar dan mana yang salah (al-Furqan: 1)
4) Anugerah surga dengan berbagai isinya yang diperuntukkan
bagi Nabi Muhammad SAW dan umat beliau (al-Furqan: 10)
5) Gugusan bintang, sinar matahari dan sinar rembulan yang
begitu bermanfaat bagi kehidupan manusia (al-Furqan: 61)
6) Bumi sebagai tempat tinggal; langit yang meneduhkan; fisik
yang sempurna; dan rezeki yang baik adalah ‘garis besar’ keberkahan ilahi yang
dianugerahkan kepada manusia (Ghafir: 64)
7) Penguasaan langit dan bumi, serta misteri datangnya hari
kiamat yang hanya diketahui oleh Allah SWT semata (al-Zukhruf: 85)
8) Berbagai kenikmatan disurga yang dijelaskan secara detail
dalam Surat al-Rahman 46-78 yang diperuntukkan bagi orang yang takwa kepada
Allah SWT.
9)
Allah SWT Maha Kuasa atas segala sesuatu, termasuk
menciptakan kehidupan dan kematian sebagai media untuk menentukan siapa yang
paling berkualitas (ihsan) amal perbuatannya (al-Mulk:
1-2).
Rangkaian ayat di atas
menginformasikan bahwa segala hal yang melingkupi manusia sejak lahir hingga
meninggal dunia, sebenarnya sarat dengan keberkahan. Tanpa keberkahan, niscaya
sperma tidak akan terproses menjadi janin; dengan keberkahan, sistem kosmos
berjalan sesuai dengan kebutuhan umat manusia, baik dari segi peredaran
siang-malam, maupun potensi-potensi rezeki yang tersedia di alam semesta;
puncak keberkahan adalah ketika amaliah manusia di dunia dapat mengantarkannya
menuju surga di akhirat kelak.
Kata Barakah dalam bentuk jamak (barakatin)
disebutkan sebanyak 3 kali. Banyak keberkahan dari langit dan bumi, namun
menuntut prasyarat suatu komunitas harus bersikap iman dan takwa, serta
menjauhkan diri dari sikap menipu (al-A’raf: 96). Banyak keberkahan yang
diberikan kepada Nabi Nuh AS dan makhluk-makhluk bersama Nabi Nuh AS yang
diselamatkan dari banjir besar (Hud: 48); banyak keberkahan dianugerahkan
kepada anak-cucu Nabi Ibrahim AS (Hud: 73).
Dua bentuk lainnya, menggunakan redaksi kalimat aktif
dan kalimat pasif. Di mana pada kalimat aktif (baraka) bermakna Allah
SWT memberkahi bumi ini sejak pertama kali diciptakan (Fushshilat: 10);
sedangkan pada kalimat pasif (burika) berkenaan dengan Nabi Musa AS dan
malaikat-malaikat yang hadir ketika Nabi SAW menerima wahyu di gunung Thur Sina
(al-Naml: 8).
Selain itu, ada 6 ayat al-Qur’an yang menggunakan
redaksi barakna (kami memberkahi).
1 kali mengacu pada manusia, yaitu Nabi Ibrahim AS yang dianugerahi keturunan
yang banyak menjadi Rasul, terutama Rasul pembawa tiga agama samawi, Islam,
Yahudi dan Nasrani (al-Shaffat: 113) dan 5 kali mengacu pada suatu lokasi:
1.
Negeri Mesir, Suriah dan sekitarnya yang dulu dikuasai
oleh Fir’aun, kemudian oleh Allah SWT dianugerahkan kepada Bani Israil pada era
Nabi Musa AS (al-A’raf: 137);
2.
Masjidi al-Aqsha dan sekitarnya yang menjadi persinggahan
Nabi SAW ketika menjalani Isra’-Mi’raj (al-Isra’: 1);
3.
Negeri Suriah dan sekitarnya, termasuk Palestina; karena
banyak Rasul yang berasal dari daerah ini (al-Anbiya’: 71 dan 81; Saba’: 18).
Jika disimpulkan secara garis
besar, lima ayat itu mengacu pada negara Suriah (Syam) dan sekitarnya sebagai
tempat yang diberkahi oleh Allah SWT. Dalam hal ini, penting kiranya kita tidak
menggunakan parameter empiris sebagai bantahan atas ayat-ayat di atas. Memang
secara empiris, hingga saat ini daerah tersebut penuh dengan konflik berdarah
yang tidak berkesudahan, namun kita tetap perlu berbaik sangka (husnuzhan)
bahwa daerah tersebut diberkahi oleh Allah SWT, dengan suatu keberkahan yang
bisa jadi tidak terlihat oleh pandangan empiris manusia. Wallahu A’lam.
Kajian Historis-Praktis
Menarik
untuk mencermati kata-kata bijak Ibn ‘Athaillah dalam kitab al-Hikam:
Begitu
banyak orang memiliki usia panjang, namun menghasilkan sedikit [manfaat]; dan
begitu banyak orang yang memiliki usia pendek, namun menghasilkan banyak
[manfaat].
Jika
kehidupan seseorang diberkahi, niscaya dia akan meraih –dalam waktu singkat–
berbagai anugerah Allah SWT, yang tidak dapat diungkapkan oleh kata-kata dan
tidak bisa dilukiskan oleh pemahaman.
Kita memiliki contoh yang begitu bagus pada
kehidupan Nabi Muhammad SAW. Dalam kurun waktu 23 tahun kehidupan Nabi SAW
pasca penerimaan wahyu dari Allah SWT, Nabi SAW menyampaikan risalah Allah SWT
kepada dunia, dan beliau telah mengubah arah sejarah hidup manusia hingga hari
kiamat kelak. Kehidupan Nabi SAW adalah kehidupan penuh berkah yang
menghasilkan banyak kebaikan dan kesuksesan bagi seluruh umat sepanjang masa
dalam berbagai aspek kehidupan.
Banyak imam [mazhab] dan ulama,
seperti al-Syafi’i, Abu Hamid al-Ghazali dan Ibn Qayyim al-Jauzi, wafat pada
usia 50-an. Namun mereka telah mewariskan lusinan kitab-kitab berpengaruh dan
kebijaksanaan yang masih dimanfaatkan
oleh berjuta-juta manusia setiap hari.
Allah SWT juga menjadikan hari
Jum’at sebagai hari penuh berkah. Waktu sebelum fajar [hari Jum’at] adalah
waktu yang penuh berkah. Permulaan waktu di hari Jum’at diberkahi oleh Allah
SWT. Jika Anda bangun lebih awal, maka apapun yang Anda lakukan akan diberkahi,
entah itu bekerja, ibadah, olahraga, dan lain-lain [tentu saja, selain
kemaksiatan].
Setelah mempertimbangkan seluruh
kajian tentang makna keberkahan di atas, baik dari sudut pandang bahasa,
al-Qur’an maupun tokoh muslim, maka tugas kita berikutnya adalah berusaha
memaksimalkan tiap hari, jam, menit hingga detik yang dianugerahkan oleh Allah
SWT untuk kita konversi menjadi aktivitas-aktivitas berkualitas yang pada
akhirnya membuat hidup kita membawa manfaat luas bagi umat manusia, baik ketika
kita masih hidup, maupun kelak setelah wafat.
Amin ya
Rabbal ‘Alamin.