Iman kepada Allah SWT
Rosidin
Sekian
banyak ulama yang berpendapat bahwa kata Allah tidak terambil dari satu
akar kata tertentu, tetapi banyak ulama lainnya yang berpendapat bahwa kata Allah
asalnya adalah Ilah, yang dibubuhi alif dan lam. Jadi, Allah merupakan nama khusus, karena
itu tidak dikenal bentuk jamaknya; sedangkan Ilah adalah nama umum dan
dapat berbentuk jamak, yaitu Alihah. Dari segi lafazh terlihat
keistimewaannya ketika dihapus huruf-hurufnya. Bacalah kata Allah dengan
menghapus huruf awalnya, akan berbunyi Lillahi yang berarti milik atau bagi Allah.
Lalu hapus awal kata Lillahi itu, akan terbaca Lahu yang berarti Bagi-Nya.
Selanjutnya hapus lagi huruf awal dari Lahu, akan terdengar dalam ucapan
Hu yang berarti Dia (menunjuk Allah); dan bila dipersingkat, akan
dapat terdengar suara Ah yang sepintas atau pada lahirnya mengandung
makna keluhan, tetapi pada hakikatnya adalah seruan permohonan kepada Allah
SWT. Karena itu, sementara ulama berkata bahwa kata “Allah” terucapkan oleh
manusia, sengaja atau tidak sengaja, suka atau tidak suka. Itulah salah satu
bukti adanya Fitrah dalam diri manusia. Al-Qur’an juga menegaskan bahwa
sikap orang-orang musyrik adalah “Apabila kamu bertanya kepada mereka, siapa
yang menciptakan langit dan bumi, pastilah mereka berkata ‘Allah’” (QS.
al-Zumar: 38).
Setiap
orang mukallaf wajib mengetahui sifat-sifat Allah SWT, baik sifat wajib (yang
ketiadaannya tidak mungkin terlintas dalam akal sehat); sifat mustahil (yang
keberadaannya tidak mungkin terlintas dalam akal sehat); dan sifat jaiz (yang
keberadaan maupun ketiadaannya bisa diterima akal sehat).
1. Sifat Wajib bagi Allah SWT
Allah SWT memiliki 20 sifat wajib
yang biasa dihafal dengan cara melantunkannya seperti bait syair:
Wujud, Qidam,
Baqa’ * Mukhalafatu lil-Hawaditsi, Qiyamuhu Binafsiri
Wahdaniyyah,
Qudrah, Iradah * ‘Ilmu, Hayat
Sama’, Bashar,
Kalam * Qadiran, Muridan
‘Aliman, Hayyan,
Sami’an * Bashiran, Mutakalliman
Berikut penjelasan singkat terkait
20 sifat wajib dan sifat mustahil bagi Allah SWT:
Pertama, Wujud
(Ada). Yaitu Allah SWT itu ada (wujud) tanpa ada sebab. Sedangkan makhluk
itu ada (wujud) karena ada sebab. Dalil sifat Wujud adalah Surat Thaha [20]: 14
dan al-Rum [30]: 8.
Kedua, Qidam (Maha Dahulu). Yaitu wujud
Allah SWT tidak berpermulaan. Tidak ada yang mendahului wujud Allah SWT, karena
Dia adalah sumber pertama alam semesta. Oleh karena itu, sudah pasti Allah SWT
Maha Dahulu dan tidak ada satupun yang mendahului-Nya. Dalil sifat Qidam
adalah Surat al-Hadid [57]: 3.
Ketiga, Baqa' (Maha Kekal). Yaitu Wujud Allah SWT tidak
berkesudahan. Wujud Allah SWT itu bersifat abadi (kekal), tanpa pernah berakhir. Dalil sifat Baqa’
adalah Surat al-Rahman [55]: 27 dan al-Qashash
[28]: 88.
Keempat, Mukhalafatu li al-Hawaditsi (Berbeda dengan
Makhluk). Yaitu tidak ada satu makhluk
pun yang serupa dengan Allah SWT. Dalil sifat Mukhalafatu li
al-Hawaditsi adalah Surat al-Syura [42] : 11 dan al-Ikhlas
[112]: 4.
Kelima, Qiyamuhu bi Nafsihi (Berdiri Sendiri). Yaitu Allah SWT tidak butuh
terhadap apapun. Allah SWT tidak butuh tempat
untuk ditempati maupun pencipta yang menciptakan-Nya. Allah SWT Maha Kaya dari segala sesuatu
selain-Nya. Dalil sifat Qiyamuhu bi Nafsihi adalah Surat Thaha [20] 111,
Fathir [35]: 15 dan al-‘Ankabut [29]: 6.
Keenam, Wahdaniyah (Mahaesa). Yaitu Dzat, sifat dan perbuatan Allah SWT itu esa. Yang dimaksud Wahdah al-Dzat (Keesaan Dzat) adalah Dzat Allah SWT tidak tersusun oleh bagian-bagian; dan dzat semua makhluk
tidak sama dengan Dzat-Nya. Yang
dimaksud Wahdah al-Shifat (Keesaan Sifat) adalah tidak ada satupun yang mempunyai
sifat yang serupa dengan sifat Allah SWT; dan sifat Allah SWT yang sejenis
tidaklah berbilang, misalnya: Allah SWT hanya memiliki satu sifat Qudrat (Maha Kuasa),
bukan dua sifat Qudrat. Implikasinya adalah, bagi Allah SWT, sifat Qudrat
dalam menciptakan
nyamuk sama dengan sifat Qudrat dalam menciptakan alam semesta. Lain
halnya dengan manusia, kadar kekuatan yang dikeluarkan untuk mengangkat
komputer berbeda dengan kadar kekuatan yang dikeluarkan untuk mengangkat
ponsel. Yang dimaksud Wahdah al-Af'al (Keesaan Perbuatan) adalah tidak ada satu makhluk pun yang mempunyai perbuatan yang
serupa dengan perbuatan Allah SWT. Allah SWT adalah Sang Pencipta segala
sesuatu. Dalil sifat Wahdaniyyah adalah Surat al-Zumar [39]: 4,
al-Baqarah [2]: 163, al-Ikhlas [112]: 1, al-Anbiya’ [21]: 22, al-Mukminun [23]:
91 dan al-Isra’ [17]: 42-43.
Ketujuh, Qudrat (Maha Kuasa). Yaitu sifat qadim yang melekat
pada Dzat Allah SWT. Dia berkuasa menciptakan dan meniadakan dengan sifat Qudrat
ini. Dalil sifat Qudrat adalah Surat al-Nur [24]: 45 dan Fathir
[35]: 44.
Kedelapan, Iradah (Maha Berkehendak). Yaitu sifat qadim yang melekat
pada Dzat Allah SWT. Dengan sifat Iradah ini, Allah SWT berwenang untuk
menjalankan alam semesta ini sesuai dengan kehendak-Nya; Allah SWT berkehendak
untuk menciptakan makhluk dalam bentuk tinggi atau pendek; bagus atau jelek;
pandai atau bodoh; dan sebagainya. Dalil sifat Iradah adalah Surat al-Nahl [16]: 40, al-Qashash
[28]: 68, Ali ‘Imran [3]: 26 dan al-Syura [42]: 49-50.
Kesembilan, Ilmu (Maha Mengetahui). Yaitu sifat qadim yang melekat
pada Dzat Allah SWT. Dengan sifat ini,
Allah SWT mengetahui segala sesuatu. Dalil sifat ‘Ilmu adalah
Surat al-Mujadilah [58]: 7, al-Thalaq [65]: 12, al-An’am [6]: 59, dan Qaf [50]: 16.
Kesepuluh, Hayat (Maha Hidup). Yaitu sifat qadim yang melekat
pada Dzat Allah SWT. Dengan sifat ini, Allah SWT menyandang sifat Qudrat,
Iradah, 'Ilmu, Sama', Bashar
dan Kalam. Seandainya Allah SWT itu tidak Maha Hidup, niscaya
sifat-sifat tersebut
tidak akan ada pada Dzat Allah SWT. Dalil sifat Hayat adalah Surat al-Furqan [25]: 58, Ghafir [40]:
65 dan Thaha [20]: 111.
Kesebelas, Sama' (Maha
Mendengar). Kedua-belas, Bashar (Maha Melihat). Yaitu dua sifat qadim yang melekat pada
Dzat Allah SWT. Dengan dua sifat ini, Allah SWT menyingkap seluk-beluk makhluk. Allah SWT Maha Mendengar dan
Maha Melihat segala sesuatu, bahkan semut hitam yang merayap di atas batu hitam
pada malam yang gelap gulita. Dalil sifat Sama’ dan Bashar adalah
Surat al-Mujadilah [58]: 1 dan Thaha [20]: 43-46.
Ketiga-belas, Kalam (Maha Berfirman). Yaitu sifat qidam yang melekat
pada Dzat Allah SWT, yang tidak berupa huruf-huruf maupun suara-suara. Dalil sifat Kalam
adalah Surat al-Nisa' [4]: 164, al-A’raf [7]:
143 dan al-Syura [42]: 51.
Keempat-belas, Kaunuhu Qadiran (Dzat Yang Maha
Kuasa).
Kelima-belas, Kaunuhu Muridan (Dzat Yang Maha
Berkehendak).
Keenam-belas, Kaunuhu ‘Aliman (Dzat Yang Maha
Mengetahui).
Ketujuh-belas, Kaunuhu Hayyan (Dzat Yang Maha
Hidup).
Kedelapan-belas, Kaunuhu Sami’an (Dzat Yang Maha
Mendengar).
Kesembilan-belas, Kaunuhu Bashiran (Dzat Yang Maha
Melihat).
Kedua-puluh, Kaunuhu Mutakalliman (Dzat Yang Maha
Berfirman).
Selanjutnya 20 sifat Wajib bagi Allah SWT di atas terbagi lagi menjadi 4 (empat) kategori:
Pertama, Sifat Nafsiyyah. Yaitu sifat yang dinisbatkan pada Dzat
Allah SWT. Sifat Nafsiyyah adalah sifat yang ketiadaannya pada Dzat
Allah SWT, tidak bisa diterima oleh akal sehat. Hanya ada satu
sifat Nafsiyyah, yaitu Wujud.
Kedua, Sifat Salbiyyah. Yaitu sifat yang dinisbatkan kepada
penafian atau peniadaan
hal-hal yang tidak patut disandang oleh Allah SWT. Sifat yang termasuk kategori
ini adalah Qidam, Baqa’, Mukhalafatu li al-Hawaditsi, Qiyamuhu
bi Nafsihi dan Wahdaniyyah.
Ketiga, Sifat Ma'ani. Yaitu sifat yang
telah menetapkan makna terhadap Wujud Allah SWT Yang Maha
Sempurna. Sifat-sifat yang termasuk
kategori ini ada 7 (tujuh),
yaitu: Qudrat, Iradat, 'Ilmu, Hayat, Sama', Bashar dan
Kalam.
Keempat, Sifat Ma'nawi. Yaitu sifat yang dinisbatkan kepada tujuh sifat Ma’ani. Dengan kata lain, sifat Ma’nawi
merupakan suatu keniscayaan
atau
implikasi logis bagi
sifat-sifat Ma’ani. Sifat-sifat yang termasuk kategori ini
juga ada 7 (tujuh), yaitu: Qadiran, Muridan, ‘Aliman, Hayyan,
Sami’an, Bashiran dan Mutakalliman.
Setidaknya
ada dua hikmah menyebutkan sifat Ma’nawi ini, kendati sudah tercakup
dalam sifat Ma'ani. Pertama, untuk menyebutkan 'aqaid (materi akidah) secara terperinci, karena begitu
besarnya kekhawatiran terhadap pemahaman orang awam dalam hal ini. Kedua, untuk menolak pendapat kaum Mu’tazilah (rasionalis) yang mengingkari sifat-sifat Ma'nawi
tersebut. Kaum Mu’tazilah berpendapat:
Sesungguhnya Allah SWT itu Maha Kuasa dengan Dzat-Nya sendiri; Maha Berkehendak
dengan Dzat-Nya sendiri; dan seterusnya. Sedangkan bagi kaum Ahlussunnah wal
Jama’ah (ASWAJA), Allah SWT itu Maha Kuasa dengan sifat Qudrat-Nya; Maha
Berkehendak dengan sifat Iradah-Nya; dan seterusnya.
2. Sifat Mustahil bagi Allah SWT
Sifat Mustahil bagi Allah SWT
berjumlah 20 sifat. Berikut daftar rinciannya:
‘Adam, Huduts,
Fana’ * Mumatsalatu lil-Hawaditsi, Ihtiyaju li-Ghairihi
Ta’addud,
‘Ajzun, Karhan * Jahlun, Mautun
Shamamun, ‘Ama,
Bukmun * ‘Ajizan, Karihan
Jahilan,
Mayyitan, Ashamun * A’ma, Abkamun
- Pertama, ‘Adam (Tidak Ada), antonim dari Wujud (Ada).
- Kedua, Huduts (Baru), antonim dari Qidam (Maha Dahulu).
- Ketiga, Fana’ (Binasa), antonim dari Baqa’ (Maha Kekal).
- Keempat, Mumatsalatu li al-Hawaditsi (Sama dengan Makhluk), antonim dari Mukhalafatu li al-Hawaditsi (Berbeda dengan Makhluk).
- Kelima, Ihtiyaju li Ghairihi (Butuh kepada Yang Lain), antonim dari Qiyamuhu bi Nafsihi (Berdiri Sendiri).
- Keenam, Ta’addud (Berbilang), antonim dari Wahdaniyyah (Mahaesa).
- Ketujuh, ‘Ajzun (Lemah), antonim dari Qudrat (Maha Kuasa).
- Kedelapan, Karhan (Terpaksa), antonim dari Iradah (Maha Berkehendak).
- Kesembilan, Jahlun (Bodoh), antonim dari ‘Ilmu (Maha Mengetahui).
- Kesepuluh, Mautun (Mati), antonim dari Hayat (Maha Hidup).
- Kesebelas, Shamamun (Tuli), antonim dari Sama’ (Maha Mendengar).
- Kedua-belas, ‘Ama (Buta), antonim dari Bashar (Maha Melihat).
- Ketiga-belas, Bukmun (Bisu), antonim dari Kalam (Maha Berfirman).
- Keempat-belas, Kaunuhu ‘Aajizan (Yang Lemah), antonim dari Kaunuhu Qadiran (Yang Maha Berkuasa).
- Kelima-belas, Kaunuhu Karihan (Yang Terpaksa), antonim dari Kaunuhu Muridan (Yang Maha Berkehendak).
- Keenam-belas, Kaunuhu Jahilan (Yang Bodoh), antonim dari Kaunuhu ‘Aliman (Yang Maha Mengetahui).
- Ketujuh-belas, Kaunuhu Mayyitan (Yang Mati), antonim dari Kaunuhu Hayyan (Yang Maha Hidup).
- Kedelapan-belas, Kaunuhu Asham (Yang Tuli), antonim dari Kaunuhu Sami’an (Yang Maha Mendengar).
- Kesembilan-belas, Kaunuhu A’ma (Yang Buta), antonim dari Kaunuhu Bashiran (Yang Maha Melihat).
- Kedua-puluh, Kaunuhu Abkam (Yang Bisu), antonim dari Kaunuhu Mutakalliman (Yang Maha Berfirman).
3. Sifat Wajib bagi Allah SWT
Allah SWT juga memiliki 1 (satu) sifat Jaiz, yaitu:
Fi’lu Kulli
Mumkinin au Tarkuhu
Allah
SWT berwenang untuk berbuat segala sesuatu atau tidak berbuat apapun.
Oleh karena itu, setiap orang
mukallaf wajib meyakini bahwa sesungguhnya Allah SWT itu berwenang untuk
menciptakan dan memilihkan apa saja yang Dia kehendaki atas makhluk-Nya. Tidak
ada kewajiban apapun bagi Allah SWT. Tidak ada satupun yang mempunyai hak pilih
di luar Allah SWT, karena sesungguhnya segala sesuatu –baik maupun buruk–
berada di dalam kekuasaan-Nya. Allah SWT yang memberi maupun menghalangi;
memuliakan maupun menghinakan; memberi manfaat maupun mudarat; mengampuni
maupun menyiksa; dan sebagainya. Dalil
sifat Jaiz bagi Allah SWT adalah Surat al-Qashash [28]: 68, Ali ‘Imran [3]:
26-27, al-Baqarah [2]: 284.
Selain sifat,
Allah SWT juga memiliki nama-nama indah yang populer dengan sebutan Asma’ul
Husna. Berikut ini daftar 99 Asma’ul Husna:
1.
Ar-Rahman [Maha Pengasih]
2.
Ar-Rahim [Maha Penyayang]
3.
Al-Malik [Maha Pemilik Kerajaan]
4.
Al-Quddus [Maha Suci]
5.
As-Salam [Maha Sejahtera]
6.
Al-Mu’min [Maha Pemberi Keamanan]
7.
Al-Muhaimin [Maha Memelihara Dilandasi
Cinta]
8.
Al-‘Aziz [Maha Mengalahkan]
9.
Al-Jabbar [Maha Gagah]
10.
Al-Mutakabbir [Maha ‘Sombong’]
11.
Al-Khaliq [Maha Pencipta]
12.
Al-Bari’ [Maha Pembuat]
13.
Al-Mushawwir [Maha Pembentuk Rupa]
14.
Al-Ghaffar [Maha Mengampuni]
15.
Al-Qahhar [Maha Memaksa]
16.
Al-Wahhab [Maha Pemberi Anugerah]
17.
Ar-Razzaq [Maha Pemberi Rezeki]
18.
Al-Fattah [Maha Pembuka]
19.
Al-‘Alim [Maha Mengetahui]
20.
Al-Qabidh [Maha Menyempitkan]
21.
Al-Basith [Maha Melapangkan]
22.
Al-Khafidh [Maha Menurunkan]
23.
Ar-Rafi’ [Maha Meninggikan]
24.
Al-Mu’iz [Maha Memuliakan]
25.
Al-Mudzil [Maha Menghinakan]
26.
As-Sami’ [Maha Mendengar]
27.
Al-Bashir [Maha Melihat]
28.
Al-Hakam [Maha Menetapkan Hukum]
29.
Al-‘Adl [Maha Adil]
30.
Al-Lathif [Maha Mengetahui yang Lembut]
31.
Al-Khabir [Maha Mengetahui yang Gaib]
32.
Al-Halim [Maha Penyantu atau Menunda
Siksa]
33.
Al-‘Azhim [Maha Agung]
34.
Al-Ghafur [Maha Pengampun]
35.
Asy-Syakur [Maha Bersyukur]
36.
Al-‘Aliyyu [Maha Tinggi]
37.
Al-Kabir [Maha Besar]
38.
Al-Hafizh [Maha Pemelihara]
39.
Al-Muqit [Maha Pemberi Makan-Minum]
40.
Al-Hasib [Maha Mencukupi]
41.
Al-Jalil [Maha Besar dan Mulia]
42.
Al-Karim [Maha Dermawan]
43.
Ar-Raqib [Maha Mengamati]
44.
Al-Mujib [Maha Penerima]
45.
Al-Wasi’ [Maha Luas]
46.
Al-Hakim [Maha Bijaksana]
47.
Al-Wadud [Maha Mencintai]
48.
Al-Majid [Maha Mulia]
49.
Al-Ba’its [Maha Membangkitkan]
50.
Asy-Syahid [Maha Menyaksikan]
51.
Al-Haq [Maha Benar]
52.
Al-Wakil [Maha Pelaksana Segala Urusan]
53.
Al-Qawiyyu [Maha Kuat Secara Ekstrinsik]
54.
Al-Matin [Maha Kuat Secara
Intrinsik]
55.
Al-Waliyyu [Maha Penolong Segala Urusan
Makhluk]
56.
Al-Hamid [Maha Memuji]
57.
Al-Muhshi [Maha Menghitung]
58.
Al-Mubdi’ [Maha Memulai Penciptaan]
59.
Al-Mu’id [Maha Mengembalikan]
60.
Al-Muhyi [Maha Menghidupkan]
61.
Al-Mumit [Maha Mematikan]
62.
Al-Hayyu [Maha Hidup]
63.
Al-Qayyum [Maha Mengurusi Segala Urusan
Makhluk]
64.
Al-Wajid [Maha Mendapati Segala Urusan]
65.
Al-Majid [Maha Agung]
66.
Al-Wahid [Maha Tunggal]
67.
Al-Ahad [Maha Esa]
68.
Ash-Shamad [Maha Bergantung Segala
Makhluk]
69.
Al-Qadir [Maha Kuasa]
70.
Al-Muqtadir [Maha Pemberi Kekuasan]
71.
Al-Muqaddim [Maha Mendahulukan]
72.
Al-Mu’akhkhir [Maha Mengakhirkan]
73.
Al-Awwal [Maha Awal]
74.
Al-Akhir [Maha Akhir]
75.
Azh-Zhahir [Maha Nyata (Konkret)]
76.
Al-Bathin [Maha Gaib (Abstrak)]
77.
Al-Wali [Maha Mengurus segala urusan makhluk]
78.
Al-Muta’ali [Maha Tinggi]
79.
Al-Barru [Maha Berbuat Baik]
80.
At-Tawwabu [Maha Penerima Taubat]
81.
Al-Muntaqim [Maha Menyiksa]
82.
Al-‘Afuwwu [Maha Pemaaf]
83.
Ar-Ra’uf [Maha Belas Kasih]
84.
Al-Malikul-Mulk [Maha Memiliki Kekuasaan]
85.
Dzul-Jalali wal-Ikram [Maha Pemilik Keagungan dan
Kemurahan]
86.
Al-Muqsith [Maha Adil yang Memuaskan Semua Pihak)
87.
Al-Jami’ [Maha Penghimpun]
88.
Al-Ghaniyyu [Maha Kaya]
89.
Al-Mughni [Maha Pemberi Kekayaan]
90.
Al-Mani’ [Maha Mencegah]
91.
Adh-Dhar [Maha Merusak]
92.
An-Nafi’ [Maha Pemberi Manfaat]
93.
An-Nur [Maha Pemberi Cahaya]
94.
Al-Hadi [Maha Pemberi Hidayah]
95.
Al-Badi’ [Maha Indah]
96.
Al-Baqi [Maka Kekal]
97.
Al-Warits [Maha Mewarisi; Tetap
Ada Setelah Semua Makhluk Musnah]
98.
Ar-Rasyid [Maha Pandai]
99.
Ash-Shabur [Maha Sabar]
Referensi:
1) Ahmad al-Marzuqi. ‘Aqidah
al-‘Awam. Surabaya: Sumber Ilmu. tt.. 2) Muhammad Ihya’ Ulumuddin. Jala’ al-Afham Syarah ‘Aqidah al- ‘Awam.
Riyadh: Safir. 2004. 3) Muhammad Nawawi
ibn ‘Umar al-Jawi, Fath al-Majid fi Syarh al-Durr al-Farid fi ‘Ilm al-Tauhid.
Surabaya: Al-Hidayah. ttt. 4) Thahir ibn Shalih al-Jazairi, al-Jawahir
al-Kalamiyyah fi Idhah al-‘Aqidah al-Islamiyyah. Surabaya: Al-Hidayah. ttt. 5) M. Quraish Shihab. Tafsir
Al-Mishbah. Vol.
1. Bandung: Lentera Hati. 2006.