Panduan Lengkap Syariat Qurban dan Aqiqah
Dr.
Rosidin, M.Pd.I
http://www.dialogilmu.com
Ilustrasi Penyembelihan Qurban dan Aqiqah |
PENDAHULUAN
Islam
mengajarkan umat muslim agar menjalin tiga jenis hubungan, yaitu hubungan
manusia dengan Allah SWT (hablum min Allah), hubungan manusia dengan sesama
manusia (hablum min al-nas) dan hubungan manusia dengan alam semesta (hablum
min al-‘alam). Ketiga hubungan tersebut dapat ditemui dalam syariat qurban dan
aqiqah.
Jika
ditelisik dari awal sejarahnya, baik qurban maupun aqiqah, sama-sama
dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT. Dengan demikian,
qurban dan aqiqah bernuansa hablum min Allah. Qurban dan aqiqah juga sama-sama
bernuansa hablum min al-nas, karena daging qurban dan aqiqah harus dibagikan
kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Bahkan nuansa hablum min al-‘alam juga
tampak pada keharusan untuk menjadikan binatang sebagai objek qurban dan
aqiqah.
Jadi,
lengkap sudah ketiga jenis hubungan versi Islam terdapat dalam syariat qurban
dan aqiqah. Oleh sebab itu, tulisan ini membahas qurban dan aqiqah, baik dari segi teori, praktik maupun
hikmahnya.
PETA
KONSEP
Perbandingan Qurban dan Aqiqah |
Kambing
yang dijadikan sebagai qurban maupun aqiqah harus memenuhi sejumlah kriteria
sebagaimana tertera dalam gambar di bawah ini:
Kriteria Kambing Qurban dan Aqiqah |
A. TATA CARA PELAKSANAAN QURBAN
1. Pengertian
Menurut
bahasa, qurban berasal dari bahasa Arab qaruba yang berarti ‘dekat’. Yang
dimaksud di sini adalah ‘dekat kepada Allah SWT’. Istilah lainnya adalah
udhhiyyah yang berarti hewan qurban yang disembelih pada waktu dhuha.
Menurut
istilah, qurban atau udhhiyyah adalah menyembelih hewan ternak tertentu (unta,
sapi, kerbau, kambing) dengan niat mendekatkan diri kepada Allah SWT pada
hari-hari Nahr (penyembelihan), yaitu Idul Adha hingga hari Tasyriq (10-13
Dzulhijjah).
2.
Dasar Hukum
Qurban
disyariatkan pada tahun ke-2 H, sama dengan disyariatkannya zakat dan shalat
hari raya.
Perintah
berqurban dijelaskan dalam Surat al-Kautsar [108]: 2
فَصَلِّ لِرَبِّكَ
وَانْحَرْ
Maka
dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berqurbanlah (Q.S. al-Kautsar [108]: 2)
3.
Hukum Qurban
Hukum
menyembelih qurban menurut Imam Hanafi adalah wajib berdasarkan Hadis riwayat
Abu Hurairah RA bahwa Nabi SAW bersabda:
مَنْ كَانَ
لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا (رَوَاهُ إبْنُ مَاجَهَ)
Barangsiapa memiliki keluasan (rezeki), dan tidak berqurban, maka jangan sekali-kali
dia mendekati tempat shalat kami (H.R. Ibnu Majah).
Sedangkan
tiga Mazhab lainnya (Maliki, Syafi’i dan Hambali) menghukumi sunah muakkad,
sehingga orang yang mampu berqurban makruh meninggalkannya.
Lebih
dari itu, Mazhab Syafi’i menyatakan bahwa qurban merupakan ibadah sunah
perorangan yang seyogianya dilaksanakan paling tidak sekali dalam seumur hidup.
Namun demikian, jika anggota keluarganya banyak, lalu hanya ada satu orang yang
berqurban mewakili keluarganya, maka hal itu sudah mencukupi.
Dalil
kesunahan qurban adalah Hadis Ibnu ‘Abbas RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
ثَلَاثٌ هُنَّ عَلَيَّ فَرَائِضُ وَهُنَّ
لَكُمْ تَطَوُّعٌ الْوَتْرُ وَالنَّحْرُ وَصَلَاةُ الضُّحَى (رَوَاهُ
أَحْمَدُ).
Tiga
hal yang wajib bagiku, dan sunah bagi kalian: shalat witir, menyembelih qurban
dan shalat dhuha (H.R. Ahmad).
4.
Syarat Orang yang Berqurban
Syarat
orang yang berqurban adalah mampu. Pengertian mampu menurut Mazhab Syafi’i
adalah orang yang memiliki kelebihan uang di luar biaya hidup untuk dirinya dan
keluarganya selama Idul Adha dan hari-hari Tasyriq.
Menurut
Mazhab Hambali, yang dimaksud mampu adalah orang yang memungkinkan baginya
untuk berqurban walaupun dengan cara berhutang terlebih dahulu, jika dia
berkeyakinan dapat melunasinya. Misalnya: Jika ada yang orang memiliki gaji
bulanan, sedangkan gajinya itu lebih dari cukup untuk biaya hidupnya, maka dia
boleh berhutang terlebih dahulu untuk membeli hewan qurban dan segera
melunasinya setelah memperoleh gaji bulanan.
Selain
itu, ada lagi cara agar orang muslim dapat berqurban, yaitu dengan cara
patungan sebanyak 7 (tujuh) orang untuk membeli sapi. Namun dalam hal ini
disyaratkan biaya yang dikeluarkan masing-masing orang harus sama, yaitu 1/7
(sepertujuh) harga sapi. Misalnya sapi seharga 7 (tujuh) juta, maka
masing-masing harus membayar 1 (satu) juta, tidak boleh kurang atau lebih.
Demikian persyaratan menurut Mazhab Maliki.
5.
Syarat Binatang Qurban
Syarat
binatang qurban adalah: Selamat dari cacat yang menyebabkan dagingnya berkurang
atau bisa membahayakan kesehatan bagi orang yang hendak makan dagingnya. Jadi,
tidak boleh berqurban dengan binatang yang buta, pincang, jelas-jelas
berpenyakit, atau terlalu kurus.
Al-Barra’
ibn ‘Azib RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
أَرْبَعٌ لاَ تَجُوزُ فِي الأَضَاحِي:
الْعَوْرَاءُ بَيِّنٌ عَوَرُهَا، وَالْمَرِيضَةُ بَيِّنٌ مَرَضُهَا،
وَالْعَرْجَاءُ بَيِّنٌ ظَلْعُهَا، وَالْكَسِيرُ الَّتِى لاَ تَنْقَى (رَوَاهُ
اَبُوْ دَاوُدَ).
Empat
(hal) yang tidak diperbolehkan dalam binatang qurban: Buta atau juling yang
jelas kebutaannya; sakit yang jelas penyakitnya; pincang yang jelas
kepincanganya; dan kurus yang hilang lemak tulangnya (dagingnya). (H.R. Abu
Dawud)
Para
ulama sepakat bahwa hewan qurban yang sah hanyalah binatang ternak, yaitu unta,
sapi (termasuk kerbau), kambing, domba dan sejenisnya; baik jantan maupun
betina.
Menurut
Mazhab Maliki, hewan yang utama untuk diqurbankan adalah kambing, karena Allah
SWT dulu mengganti posisi Nabi Isma’il AS dengan kambing. Namun bagi Mazhab
Syafi’i dan Hambali, yang paling utama adalah unta, sapi, lalu kambing (domba).
Dalam hal ini, yang dijadikan patokan adalah banyaknya daging. Semakin banyak
dagingnya, semakin banyak orang-orang yang dapat menikmatinya.
Ulama
Syafi’iyyah juga menambahkan bahwa binatang jantan lebih utama dibandingkan
betina, karena lebih lezat rasanya; yang gemuk lebih baik daripada yang kurus;
dan warna putih lebih baik dibandingkan warna lain. Semua ini dimaksudkan untuk
mengagungkan syiar-syiar Allah SWT.
Berkaitan
dengan batasan usia, ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa batas usia unta adalah
lima tahun dan memasuki tahun keenam, batas usia sapi dan kambing adalah dua
tahun dan memasuki tahun ketiga, sedang batas usia domba adalah satu tahun dan
memasuki tahun kedua.
Memang
benar jika dikatakan bahwa satu kambing untuk satu orang, sedangkan satu unta
atau sapi untuk tujuh orang. Hal ini sesuai dengan Hadis dalam Al-Muwaththa’
yang diriwayatkan Jabir ibn ‘Abdillah RA:
نَحَرْنَا مَعَ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ
الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ (رَوَاهُ مَالِكُ).
Kami
menyembelih hewan qurban bersama Rasulullah SAW pada tahun (perjanjian)
Hudaibiyyah, berupa 1 ekor unta untuk 7 orang dan 1 ekor sapi untuk 7 orang
(H.R. Malik).
Kendati
demikian, jika salah seorang anggota keluarga sudah ada yang berqurban,
sebenarnya qurbannya itu sudah menjadi sunah kifayah atau sunah yang mencukupi
bagi seluruh anggota keluarga. Bahkan Mazhab Hambali menegaskan seseorang boleh
berqurban dengan seekor kambing untuk seluruh anggota keluarganya. Pendapat ini
dilandasi oleh Hadis ‘Aisyah RA yang menceritakan bahwa Nabi SAW pernah
berqurban dengan dua kambing, satu untuk diri beliau sendiri dan satu lagi
untuk umat beliau.
اَللَّهُمَّ هَذَا
عَنِّيْ وَعَن مَنْ لَمْ يَضَحِّ مِنْ أُمَّتِيْ (رَوَاهُ الْحَاكِمُ).
Ya
Allah, (qurban) ini adalah dari saya dan dari umatku yang tidak sempat
berqurban (H.R. al-Hakim).
Hadis
di atas sekaligus kabar gembira bagi kaum muslimin yang hingga kini masih belum
sempat berqurban; karena Rasulullah SAW telah berqurban atas nama seluruh umat
beliau secara umum.
6.
Waktu Penyembelihan dan Pembagian Daging Qurban
Waktu
penyembelihan qurban yang paling baik adalah hari pertama (sesudah shalat Idul
Adha) hingga matahari terbenam di akhir hari tasyriq (11, 12, 13 Dzulhijjah).
Dalilnya adalah Hadis riwayat al-Barra’ ibn ‘Azib RA, bahwa Rasulullah SAW
bersabda:
Sesungguhnya
permulaan sesuatu yang kami lakukan pada hari ini (Idul Adha) adalah shalat
kemudian pulang; setelah itu menyembelih qurban. Barang siapa melakukannya,
maka dia telah mendapatkan kesunahan; dan barang siapa menyembelih (qurban)
sebelum itu, maka sembelihannya itu hanyalah daging yang dihidangkan untuk
keluarganya dan sama sekali bukan termasuk binatang qurban. (H.R. Bukhari).
serta
dalam riwayat Jubair ibn Muth’im RA yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW
bersabda:
….
Dalam seluruh hari tasyriq merupakan (waktu diperbolehkan) menyembelih (hewan
qurban) (HR. Ibn Hibban).
Yang
perlu diingat adalah makruh menyembelih hewan qurban pada malam hari, karena
dikhawatirkan melakukan kesalahan ketika sedang menyembelih atau dikhawatirkan
jumlah orang-orang fakir yang datang ke tempat penyembelihan lebih sedikit,
dibandingkan jika penyembelihan dilakukan pada waktu siang hari.
Bagi
umat muslim yang berqurban, sunah untuk tidak memotong rambut dan kukunya
hingga hewan qurbannya disembelih. Berdasarkan Hadis riwayat Ummu Salamah RA
bahwa Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا رَأَيْتُمْ
هِلاَلَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ
شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ (رَوَاهُ مُسْلِمُ).
Apabila
kalian melihat hilal Dzulhijjah; dan salah seorang di antara kalian ingin
menyembelih qurban, maka hendaklah dia membiarkan rambut dan kukunya (H.R.
Muslim).
Selain
itu, bagi umat muslim yang yakin bahwa penyembelihannya baik menurut syari’at,
sebaiknya menyembelih sendiri hewan qurbannya, sebagaimana yang pernah
dilakukan oleh Rasulullah SAW. Namun, bagi yang tidak berkenan, boleh
mewakilkan kepada ahli penyembelih qurban. Yang demikian ini juga berdasarkan
Hadis di mana Rasulullah SAW menyembelih 100 ekor unta, namun sebagiannya
dipasrahkan kepada Ali RA.
Berkenaan
dengan pembagian daging qurban, Mazhab Syafi’i menggariskan bahwa jika
tergolong qurban wajib, misalnya qurban karena nazar, maka orang yang berqurban
maupun keluarga yang wajib dia nafkahi, tidak boleh makan dagingnya sedikitpun;
semuanya wajib disedekahkan. Sedangkan jika berupa qurban sunah, maka orang
yang berqurban sunah ikut memakannya –setidaknya satu suapan– semata-mata untuk
memperoleh barakah. Sikap ini sesuai dengan Surat al-Hajj [22]: 28
Supaya
mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama
Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan
kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian daripadanya dan
(sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir
(Q.S. al-Hajj [22]: 28).
Serta
Hadis riwayat Buraidah ibn al-Hushaib RA:
وَإِذَا كَانَ الأَضْحَى لَمْ يَأْكُلْ
شَيْئًا حَتَّى يَرْجِعَ، وَكَانَ إِذَا رَجَعَ أَكَلَ مِنْ كَبِدِ أُضْحِيَتِهِ (رَوَاهُ
الْبَيْهَقِيُّ).
Pada
saat Idul Adha, beliau (Nabi SAW) tidak makan apapun hingga pulang (dari shalat
idul adha); dan ketika pulang, beliau makan limpa hewan qurban beliau (H.R.
al-Baihaqi).
Demikian
juga boleh memberikan sebagian daging kepada rekan-rekan atau tetangga yang
sebenarnya kaya dengan niat sebagai hadiah untuk mempererat persaudaraan. Dalam
Qaul Jadid (pendapat baru Imam Syafi’i) disebutkan bahwa orang yang qurban
boleh ikut makan sepertiga daging hewan qurbannya. Wajib pula menyedekahkan
sebagian daging qurban kepada fakir miskin, walaupun hanya seorang saja.
Yang
lebih utama adalah orang yang berqurban hanya makan sedikit hewan qurbannya
dengan niat mencari barakah semata. Orang yang berqurban boleh memilih, antara
mengambil kulitnya untuk dirinya sendiri maupun untuk disedekahkan, namun yang
lebih utama adalah disedekahkan.
7.
Proses Penyembelihan
Bagi
hewan yang mudah disembelih, cara penyembelihannya adalah di bagian atas dan
bagian bawah leher depan. Sedangkan penyembelihan yang sempurna adalah memotong
tenggorokan (saluran atau urat pernafasan), kerongkongan (saluran atau urat
makanan) dan dua buah urat darah di dua sisi leher. Memotong semua urat ini
dengan sempurna adalah sunah, karena lebih memudahkan keluarnya ruh dan
merupakan bentuk berbuat baik kepada hewan yang disembelih. Inilah salah satu contoh
bentuk hablum min al-‘alam (hubungan manusia dengan semesta alam), yaitu
memperlakukan binatang dengan sebaik-baiknya.
Sasaran Penyembelihan Binatang Qurban dan Aqiqah |
Bagi
hewan yang sulit disembelih, misalnya karena liar, maka cara penyembelihannya
adalah dengan melukainya sesuai kemampuan. Luka tersebut harus dapat
menghilangkan ruhnya di bagian manapun yang memungkinkan dari badannya. Alat
penyembelihan adalah segala sesuatu yang bisa melukai, kecuali dengan gigi dan
kuku. Sebab menyembelih dengan keduanya dapat menyiksa hewan.
Menyembelih
induk binatang dianggap juga menyembelih janin itu, kecuali jika janin lahir
dalam keadaan hidup, maka janin harus disembelih.
Hal-hal
yang disunahkan dalam penyembelihan hewan adalah:
(a)
Membaca Basmalah
(b)
Membaca Shalawat
(c)
Menghadap Kiblat
(d)
Berdoa agar diterima oleh Allah SWT.
B. TATA CARA PELAKSANAAN AQIQAH
1. Pengertian
Aqiqah
menurut bahasa adalah membelah dan memotong. Pada mulanya, aqiqah adalah
sebutan bagi pemotongan rambut yang ada di kepala bayi ketika kelahirannya.
Kemudian sebutan aqiqah juga ditujukan pada hewan yang dipotong (disembelih)
berkenaan dengan pemotongan rambut bayi tersebut.
2.
Dasar Hukum
Menurut
mazhab Hanafi, hukum aqiqah adalah mubah, bukan sunah. Sedangkan menurut mazhab
lainnya (Maliki, Syafi’i dan Hambali) hukum aqiqah adalah sunah muakkad bagi
orang yang dikaruniai anak. Hukum aqiqah menjadi wajib apabila dinazarkan.
Dasar
hukum aqiqah adalah Hadis riwayat Samurah ibn Jundub RA bahwa Rasulullah SAW
bersabda:
كُلُّ غُلاَمٍ مُرْتَهِنٌ بِعَقِيْقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ فِي يَوْمِ
سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيـُسَمَّى
(رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ).
Setiap
anak itu tergadai dengan aqiqahnya, yang disembelih pada hari ketujuh (dari
kelahirannya), dicukur rambutnya dan diberi nama (pada hari ketujuh tersebut)
(H.R. al-Bukhari).
3.
Ketentuan Binatang Aqiqah
Sebenarnya
binatang aqiqah sama dengan binatang qurban, yaitu unta, sapi dan kambing. Akan
tetapi, pendapat yang populer adalah aqiqah hanya boleh menggunakan kambing.
Menurut
Mazhab Maliki, aqiqah untuk anak laki-laki maupun wanita adalah 1 (satu) ekor
kambing. Menurut Mazhab Syafi’i dan Hambali, aqiqah untuk anak laki-laki adalah
2 (dua) ekor kambing, sedangkan aqiqah untuk anak wanita adalah 1 (satu) ekor kambing.
Pendapat ini didasarkan pada Hadis riwayat ‘Aisyah RA berikut:
أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَعُقَّ
عَنِ الْغُلاَمِ بِشَاتَيْنِ وَعَنِ الْجَارِيَةِ بِشَاةٍ. (رَوَاهُ إبْنُ مَاجَهَ).
“Rasulullah
SAW memerintahkan kami agar mengaqiqahkan anak laki-laki dengan (menyembelih)
dua ekor kambing dan mengaqiqahkan anak wanita dengan (menyembelih) seekor
kambing”. (H.R. Ibn Majah).
Demikian
juga diperkenankan aqiqah dengan seekor unta atau sapi untuk 7 (tujuh) anak.
Selain
itu, disunahkan untuk memotong rambut bayi pada hari ketujuh, lalu bersedekah
dengan emas dan perak sesuai dengan timbangan rambut yang dipotong. Hal ini
berlaku bagi anak laki-laki maupun wanita. Ketentuan ini didasarkan pada Hadis
riwayat ‘Ali ibn Abi Thalib RA yang menceritakan bahwa Rasulullah SAW
mengaqiqahi Husain dengan seekor domba dan beliau bersabda, “Wahai Fatimah,
potonglah rambutnya dan bersedekahlah dengan timbangan rambutnya”.
Disunahkan
pula memberi nama yang terbaik kepada bayi di hari ketujuh dan melumuri kepala
bayi dengan minyak wangi, seperti za’faran.
Pada
hari kelahiran, sunah dikumandangkan azan di telinga kanannya dan iqamah di
telinga kirinya. Hal ini dimaksudkan agar kalimat yang pertama kali didengar
oleh bayi adalah kalimat tauhid.
4.
Waktu Aqiqah
Pelaksanaan
aqiqah disunahkan pada hari ke-7 (tujuh) dari kelahiran anak. Perhitungan
dimulai dari hari kelahiran. Jika lahir pada malam hari, maka perhitungan
dimulai pada hari berikutnya.
Jika
seseorang kurang mampu, maka aqiqah boleh dilaksanakan pada hari sesudahnya,
sebelum anak dewasa. Yang lebih utama adalah hari ke-14 dan ke-21 kelahiran
anak. Oleh sebab itu, jika bayi meninggal dunia sebelum hari ketujuh, maka
tidak diaqiqahi.
5.
Doa Aqiqah
Doa
ketika menyembelih aqiqah berdasarkan Hadis riwayat ‘Aisyah RA, bahwa
Rasulullah SAW bersabda:
اذْبَحُوا
عَلَى اسْمِهِ وَقُولُوا: بِسْمِ اللَّهِ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُمَّ لَكَ
وَإِلَيْكَ هَذِهِ عَقِيقَةُ فُلاَنٍ (رَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ).
Sembelihlah
atas nama-Nya dan ucapkanlah: “Dengan menyebut nama Allah; Allah Maha Besar; Ya
Allah, milik-Mu dan bagi-Mu, ini adalah aqiqah Fulan (disebutkan nama anak yang
diaqiqahi)” (H.R. al-Baihaqi).
6. Pembagian Daging
Sebagaimana
qurban, daging aqiqah boleh dimakan, disedekahkan dan tidak boleh
diperjual-belikan. Disunahkan untuk memasak daging aqiqah, lalu anggota
keluarga ikut makan daging tersebut. Disunahkan pula untuk tidak memecah tulang
binatang aqiqah, sebagai harapan atas keselamatan anak yang diaqiqahi.
C.
HIKMAH QURBAN DAN AQIQAH
1. Hikmah
Qurban
Pertama,
Qurban pada dasarnya untuk menguji kualitas keimanan manusia kepada Allah SWT,
dengan mengorbankan sebagian harta demi kepentingan kemanusiaan, khususnya
fakir miskin
Kedua, Dengan
qurban dapat diciptakan suasana yang gembira antara yang kaya dan yang miskin.
Ketiga, Menghidupkan
sunah Nabi Ibrahim AS sekaligus mensyukuri keberadaan umat manusia hingga kini.
Seandainya saja dulu Allah SWT tidak mengganti Nabi Isma’il AS dengan hewan
qurban, bisa jadi setiap manusia wajib menyembelih anaknya sebagai qurban.
Dalam Surat al-Shaffat ayat 107-109 disebutkan: Dan
Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk
Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian.
(Yaitu) “Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim" (Q.S. al-Shaffat [37]: 107-109).
Kelima, Mencontoh betapa harmonisnya hubungan antara Nabi
Ibrahim AS sebagai ayah, Nabi Ismail AS sebagai anak, dan Hajar sebagai ibu,
terutama dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah SWT.
Keenam, Mendidik
manusia dan masyarakat guna mencapai
kesadaran untuk memajukan agama, bangsa
dan negara.
2. Hikmah Aqiqah
Pertama, Merupakan
perwujudan rasa syukur kita kepada Allah SWT atas kehadiran seorang anak dan
keselamatannya sejak dalam rahim hingga
terlahir ke dunia.
Kedua, Diharapkan
akan menambah erat jalinan rasa kasih
dan sikap hormat seorang anak kepada orang tuanya, karena dia telah mengetahui
bahwa kehadirannya di dunia ini diharapkan dan disyukuri oleh orang tuanya
melalui aqiqah.
Ketiga, Dengan
menyantap bersama-sama daging aqiqah, diharapkan akan terjalin hubungan akrab
antara keluarga dan tetangga, sehingga pada gilirannya akan tercipta
kebersamaan.
Keempat, Mengikuti
sunah Rasulullah SAW.
Kelima, Membiasakan
dan mendidik kedermawanan, sebab dengan
pendidikan dan pembiasaan ini
kita akan mudah berkorban demi
kepentingan agama dan masyarakat.
TOKOH
TELADAN
Kisah Nabi Isma'il AS
Nabi
Ismai'l AS (sekitar 1911-1779 SM) adalah seorang nabi dan rasul putra dari Nabi
Ibrahim AS dan Hajar, kakak tiri dari Nabi Ishaq AS. Beliau menjadi nabi pada
tahun 1850 SM. Nabi Isma’il AS tinggal di Amaliq dan berdakwah untuk penduduk
Amaliq, Bani Jurhum dan Qabilah Yaman. Bersama ayahnya, Nabi Ibrahim AS, beliau
membangun kembali Ka'bah.
Sebelum
Nabi Ismail AS lahir, Nabi Ibrahim AS berdoa kepada Allah SWT: “Ya Tuhanku,
anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh”
(Q.S. al-Shaffat: 100). Allah SWT menjawab: “Maka Kami beri dia kabar gembira
dengan seorang anak yang amat sabar.” (Q.S. al-Shaffat: 101). Hajar pun hamil
dan melahirkan Nabi Isma’il AS.
Setelah
beberapa waktu dari kelahiran Nabi Isma’il AS, Allah SWT memerintahkan Nabi
Ibrahim AS pergi membawa Hajar dan Nabi Isma’il AS ke Mekah. Kemudian Nabi
Ibrahim AS memenuhi perintah itu dan membawa keduanya ke Mekah, di dekat tempat
yang nantinya akan dibangun Ka’bah.
Tidak
lama setelah sampai di sana, Nabi Ibrahim AS meninggalkan Hajar dan Nabi Ismail
AS di tempat tersebut. Nabi Ibrahim AS melanjutkan perjalanannya ke Syam,
hingga ketika sampai pada sebuah bukit dan mereka tidak melihatnya lagi, Nabi
Ibrahim AS menghadap ke arah Ka’bah lalu berdoa: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya
aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai
tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami
(yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati
sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari
buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Q.S. Ibrahim: 37)
Kemudian
Hajar mulai menyusui Nabi Isma’il AS dan minum dari air persediaan. Hingga
ketika air yang ada pada geriba habis, Hajar menjadi haus, begitu juga anaknya,
Nabi Isma’il AS. Lalu Hajar memandang kepada Isma’il, sang bayi yang sedang
meronta-ronta kehausan. Hajar pun segera mendatangi bukit Shafa sebagai gunung
yang paling dekat keberadaannya dengannya. Hajar berdiri di sana lalu menghadap
ke arah lembah dengan harapan dapat melihat orang di sana, namun Hajar tidak
melihat seorang pun. Maka Hajar pun turun dari bukit Shafa. Ketika sampai di
lembah, dia menyingsingkan ujung pakaiannya, lalu berusaha keras sehingga dapat
melewati lembah dan sampai di bukit Marwah. Hajar kembali berdiri di sana
sambil melihat-lihat apakah ada orang di sana, namun dia tidak melihat ada seorang
pun. Hajar melakukan hal itu sebanyak tujuh kali, yaitu mondar-mandir antara
bukit Shafa dan Marwah.
Saat
berada di puncak Marwah, Hajar mendengar ada suara. Hajar berkata dalam hatinya
“diamlah!”, yang Hajar maksud adalah dirinya sendiri. Kemudian Hajar berusaha
mendengarkan suara tersebut. Ternyata suara itu adalah suara Malaikat Jibril
AS. Lantas dengan bantuan Malaikat Jibril AS, air keluar memancar dari tanah
yang kemudian dikenal sebagai sumur atau mata air zamzam. Akhirnya Hajar dapat
memberi minum Nabi Isma’il AS.
Nabi
Ibrahim AS berkunjung menemui Hajar dan Nabi Isma’il. Hingga pada suatu hari,
Nabi Ibrahim AS bermimpi bahwa dirinya diperintahkan untuk menyembelih putranya
sendiri, yaitu Nabi Ismail AS. Setelah mengalami mimpi yang sama sebanyak tiga
kali, Nabi Ibrahim AS pun meyakini bahwa mimpi itu adalah perintah dari Allah
SWT. Kemudian Nabi Ibrahim AS mendatangi Nabi Isma’il AS dan berbicara berdua
bersamanya. Nabi Ibrahim AS berkata: “Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat
dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Nabi
Ismail AS menjawab, “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu;
insya Allah, kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (Q.S.
al-Shaffat: 102).
Nabi
Ibrahim AS membawa Nabi Isma’il AS ke Mina. Selanjutnya Nabi Ibrahim AS menaruh
kain di atas muka Nabi Isma’il, agar beliau tidak melihat muka anaknya yang
dapat membuat beliau terharu, sedangkan Nabi Isma’il AS sendiri telah siap
menerima keputusan Allah SWT. Ketika Nabi Ibrahim AS sudah menghunuskan pisau
di atas pelipis Nabi Isma’il AS, beliau mendengar seruan Allah SWT, “Wahai
Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya
demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.” (Q.S. al-Shaffat:
104-106). Tidak lama setelah itu, Allah SWT menggantinya dengan hewan
sembelihan (kambing), sebagaimana firman-Nya: “Dan Kami tebus anak itu dengan
seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang
baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) ‘Kesejahteraan
dilimpahkan atas Ibrahim’.” (Q.S. al-Shaffat: 107-109). Dari sinilah asal mula
sunah berqurban yang dilakukan oleh umat muslim pada tiap hari raya Idul Adha
di seluruh pelosok dunia.
Referensi:
biografi-tokoh-ternama.blogspot.co.id
KISAH
BERHIKMAH
Qurban yang Luar Biasa
Orang
kaya berqurban, itu biasa. Tapi orang miskin berqurban, itu baru luar biasa.
Rasulullah SAW pernah mengibaratkan, “Satu dirham bisa mengalahkan seratus ribu
dirham.” Para sahabat bertanya, ”Bagaimana bisa demikian?”, Rasulullah SAW
menjawab: “Ya, ada orang yang memiliki dua dirham, kemudian dia sedekahkan satu
dirham. Sementara orang lain yang memiliki banyak harta, bersedekah seratus
ribu dirham” (H.R. al-Nasa’i).
Contohnya
almarhum Mbah Kemi. Semasa hidupnya, lelaki tua yang telah berumur lebih dari
seratus tahun itu tinggal sendirian di sebuah gubuk di dusun Kembang Kuning,
Windusari, Magelang, Jawa Tengah. Gubuk itu beratap genteng berdinding bilik.
Untuk mengisi hari-hari, Mbah Kemi rajin mengikuti pengajian, walau harus
berjalan kaki ke tetangga desa. Sisa snack pengajian dibawanya pulang untuk
mengganjal perut. Satu kardus snack bisa mengganjal lapar sampai tiga hari.
Di
gubugnya yang sempit itu, Mbah Kemi kemudian berbagi ruang dengan seorang pria
jompo kurang waras yang ia temukan di jalanan. Ia juga berbagi ruang dengan
seekor ayam betina yang sedang mengeram dan juga kambing setengah baya. “Nanti
kalau saya meninggal, kambing ini biar dipotong untuk orang-orang yang ngurusi
jenazah saya,” pesan Mbah Kemi.
Suatu
ketika jelang Idul Adha, Ketua Yayasan Daarul Qur’an, Anwar Sani, mampir ke
gubug Mbah Kemi. Saat berpamitan pulang, Sani memberi uang Rp 150 ribu kepada
Mbah Kemi, dengan pesan untuk membeli makanan. Sani prihatin lantaran Mbah Kemi
sering mengonsumsi nasi basi. Ternyata, uang Rp 150 ribu itu akhirnya diibawa
Mbah Kemi ke pasar bersama seekor kambing setengah baya miliknya. Sesampainya
di pasar, uang dan kambing mudanya ditukar dengan kambing jantan yang besar.
Kambing besar itu dibawanya pulang. Tapi tidak dimasukkan lagi ke kandang,
melainkan dibawa ke musholla depan rumah Mbah Kemi.
“Besok
lusa kan Idul Adha, jadi kambing ini dipotong buat qurban saja,” katanya. Saat
ada tetangga yang menanyakan kenapa kambing satu-satunya diqurbankan, Mbah Kemi
menjawab, “Sakjane Mbah ki pengen banget munggah kaji, tapi amargo durung iso,
yo nyembeleh wedus disek wae (Sebenarnya Mbah ingin sekali pergi haji, tapi
karena nggak belum bisa ya motong kambing aja dulu).”
Alhamdulillah,
keinginan Mbah Kemi untuk bisa naik haji dikabulkan oleh Allah SWT. Adalah
donatur PPPA Daarul Qur’an yang tergerak hatinya untuk memberangkatkan Mbah
Kemi ke Tanah Suci. Pada awal Juni 2009, Mbah Kemi berangkat umroh bersama
Kafilah Daarul Qur’an.
Sumber:
yusufmansur.com
KHAZANAH
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Standar
Sertifikasi Penyembelihan Halal.
Ketentuan
Umum:
Dalam fatwa ini, yang dimaksud
dengan:
1) Penyembelihan adalah
penyembelihan hewan sesuai dengan ketentuan hukum Islam.
2) Pengolahan adalah proses yang
dilakukan terhadap hewan setelah disembelih, yang meliputi antara lain
pengulitan, pencincangan, dan pemotongan daging.
3) Stunning adalah suatu cara
melemahkan hewan melalui pemingsanan sebelum pelaksanaan penyembelihan agar
pada waktu disembelih hewan tidak banyak bergerak.
4) Gagal penyembelihan adalah hewan yang
disembelih dengan tidak memenuhi standar penyembelihan.
Ketentuan
Hukum :
1) Standar Hewan yang Disembelih
a) Hewan yang disembelih adalah
hewan yang boleh dimakan.
b) Hewan harus dalam keadaan hidup
ketika disembelih.
c) Kondisi hewan harus memenuhi
standar kesehatan hewan yang ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan.
2) Standar Penyembelih
a) Beragama Islam dan sudah akil
baligh.
b) Memahami tata cara penyembelihan
secara syar’i.
c) Memiliki keahlian dalam
penyembelihan.
3) Standar Alat Penyembelihan
a) Alat penyembelihan harus tajam.
b) Alat dimaksud bukan kuku,
gigi/taring atau tulang
4) Standar Proses Penyembelihan
a) Penyembelihan dilaksanakan dengan
niat menyembelih dan menyebut asma Allah.
b) Penyembelihan dilakukan dengan
mengalirkan darah melalui pemotongan saluran makanan (mari’/esophagus), saluran
pernafasan atau tenggorokan (hulqum/trachea), dan dua pembuluh darah
(wadajain/vena jugularis dan arteri carotids).
c) Penyembelihan dilakukan dengan
satu kali dan secara cepat.
d) Memastikan adanya aliran darah dan/atau
gerakan hewan sebagai tanda hidupnya hewan (hayah mustaqirrah).
e) Memastikan matinya hewan
disebabkan oleh penyembelihan tersebut.
5) Standar Pengolahan, Penyimpanan,
dan Pengiriman
a) Pengolahan dilakukan setelah
hewan dalam keadaan mati oleh sebab penyembelihan.
b) Hewan yang gagal penyembelihan
harus dipisahkan.
c) Penyimpanan dilakukan secara
terpisah antara yang halal dan nonhalal.
d) Dalam proses pengiriman daging, harus ada
informasi dan jaminan mengenai status kehalalannya, mulai dari penyiapan
(seperti pengepakan dan pemasukan ke dalam kontainer), pengangkutan (seperti
pengapalan atau shipping), hingga penerimaan.
6) Lain-Lain
a) Hewan yang akan disembelih,
disunnahkan untuk dihadapkan ke kiblat.
b) Penyembelihan semaksimal mungkin
dilaksanakan secara manual, tanpa didahului dengan stunning (pemingsanan) dan
semacamnya.
c) Stunning (pemingsanan) untuk
mempermudah proses penyembelihan hewan hukumnya boleh, dengan syarat: (1) stunning hanya menyebabkan hewan
pingsan sementara, tidak menyebabkan kematian serta tidak menyebabkan cedera
permanen; (2) bertujuan untuk mempermudah
penyembelihan; (3) pelaksanaannya sebagai bentuk
ihsan, bukan untuk menyiksa hewan; (4) peralatan stunning harus mampu
menjamin terwujudnya syarat a, b, c, serta tidak digunakan antara hewan halal dan nonhalal (babi) sebagai langkah preventif; (5) Penetapan ketentuan stunning,
pemilihan jenis, dan teknis pelaksanaannya harus di bawah pengawasan ahli yang
menjamin terwujudnya syarat a, b, c, dan d.
d) Melakukan penggelonggongan hewan,
hukumnya haram.
Rekomendasi
(Taushiyah)
1) Pemerintah diminta menjadikan
fatwa ini sebagai pedoman dalam penentuan standar penyembelihan hewan yang
dikonsumsi oleh umat Islam.
2) Pemerintah harus segera
menerapkan standar penyembelihan yang benar secara hukum Islam dan aman secara
kesehatan di Rumah Potong Hewan (RPH) untuk menjamin hak konsumen muslim dalam
mengonsumsi hewan halal dan thayyib.
3) LPPOM MUI diminta segera
merumuskan petunjuk teknis operasional berdasarkan fatwa ini sebagai pedoman
pelaksanaan auditing penyembelihan halal, baik di dalam maupun luar negeri.
Ditetapkan di : Jakarta, 15
Dzulhijjah 1430 H, 2 Desember 2009 M oleh Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia.
Ketua, DR. KH. Anwar Ibrahim dan Sekretaris Dr. H. Hasanuddin, M.Ag.
Referensi:
mui.or.id
TAHUKAH
KAMU?
Mengapa
Daging Kambing Istimewa menurut Rasulullah SAW?
Pertama,
Di dalam kambing terdapat keberkahan. Rasulullah SAW bersabda: “Peliharalah
(manfaatkan) oleh kalian kambing, karena di dalamnya terdapat barakah”. (H.R.
Ahmad). Tidak hanya dagingnya saja, susu dan kulit kambing juga mengandung
keberkahan.
Kedua,
Para Nabi pernah menggembalakan kambing. Nabi SAW bersabda: “Tidaklah seorang
Nabi diutus, melainkan ia pernah menggembala kambing”. Para sahabat bertanya,
“Apakah engkau juga, wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab, “Ya, aku pernah
menggembala kambing penduduk Mekkah dengan upah beberapa qirath”(H.R.
al-Bukhari).
Ketiga,
Daging kambing tidak berbahaya bagi kesehatan. Apa yang disunahkan Rasulullah
SAW, pastilah di dalamnya terdapat manfaat dan tidak membahayakan. Hal tersebut
dibuktikan oleh orang zaman dahulu yang gemar makan daging kambing dan
lemaknya. Lalu, mengapa sekarang ini daging kambing dianggap berbahaya bagi
kesehatan? Sebenarnya bukan daging kambing yang menyebabkan penyakit, melainkan
karbohidrat (misalnya: nasi, lontong, tambahan gula, dan minuman manis) yang
dikonsumsi bersama daging kambinglah yang menjadi pemicunya. Daging kambing
akan aman dan menyehatkan untuk dikonsumsi, asalkan: (a) Diolah dengan cara
yang baik agar kandungan vitamin dan mineralnya tetap terjaga, misalnya kurangi
santan dan minyak, gunakan bumbu-bumbu pilihan, dan perhatikan waktu memasak
yang tepat. (b) Dikonsumsi secukupnya saja dan tidak berlebihan. (c) Dikonsumsi
oleh orang-orang yang terbiasa menerapkan pola hidup sehat, misalnya: cukup
serat, olahraga rutin, makanan bergizi seimbang, tidak merokok dan minum
alkhohol, dan lain sebagainya.
Keempat,
Daging kambing sangat baik untuk kesehatan jantung. Penelitian dari American
Heart Association menyebutkan bahwa daging kambing sangat baik untuk orang yang
mempunyai masalah pada jantung, karena memiliki kandungan protein yang tinggi,
kandungan lemak yang sehat, mudah dicerna tubuh, mengandung zat besi, potasium
yang rendah, dan mengandung semua asam amino.
Kelima,
Membantu mengurai kolesterol jenuh. Kolesterol jenuh dapat diminimalisir
apabila Omega 3 sudah terdapat dalam darah, namun Omega 3 tidak dapat mengurai
kolesterol yang sudah terbentuk dalam tubuh. Lalu, bagaimana kambing membantu
mengurai kolestrol? Ternyata hanya ikatan kolesterol lembut saja yang bisa
menguraikan kolesterol kasar, artinya kolesterol yang sudah terbentuk dalam
tubuh tidak akan bisa diurai dengan materi, melainkan dengan kolesterol kambing
saja.
Keenam,
Mencegah penyakit darah tinggi dan obesitas. Kolesterol kambing sangat
bermanfaat untuk menguraikan kolesterol dalam darah yang menjadi penyebab penyakit hipertensi.
Bagi penderita obesitas, daging kambing dapat bermanfaat membakar lemak yang
berlebihan dalam tubuh.
Ketujuh,
Mempercantik kulit. Daging kambing mengandung vitamin C alami yang tidak
teroksidasi, dimana keberadaanya sangat penting untuk kulit. Vitamin C yang
tidak teroksidasi sangat penting untuk ketahanan dan pembangunan sel kulit,
serta mempercantik kulit.
Kedelapan,
Meningkatkan rasa kasih sayang dan kebahagiaan. Kolesterol kambing akan membuat
jantung menjadi halus dan lembut pergerakannya, sehingga perasaan bahagia akan
tercipta. Daging kambing membuat sistem darah menjadi sehat dan kuat, begitu
juga dengan thalamus yang juga kuat sehingga kondisi tersebut sangat membantu
terciptanya perasaan kasih sayang.
Kesembilan,
Mencegah anemia. Zat besi yang tinggi dalam daging kambing berfungsi mencegah
anemia. Selain itu, daging kambing juga mengandung vitamin B12 yang sangat
penting untuk menjaga kesehatan sel darah merah
dan niasin.
Referensi:
ibu-zahraa.blogspot.co.id
KAMUS
MINI
1)
Qurban (qurban; udhhiyyah): Menyembelih binatang ternak (unta, sapi, kambing)
pada hari-hari Nahr dan Tasyriq dengan tujuan mendekatkan diri (taqarrub)
kepada Allah SWT.
2)
Aqiqah: Penyembelihan ternak (seperti kambing) sebagai pernyataan syukur orang
tua atas kelahiran anaknya, lazimnya dilaksanakan pada hari ketujuh, dengan
disertai pencukuran rambut bayi.
3)
Idul Adha atau Idul Qurban: Hari raya haji yang disertai dengan penyembelihan
hewan qurban (seperti unta, sapi, kambing) bagi yang mampu.
4)
Hari Nahr: Hari penyembelihan hewan qurban, bertepatan dengan Idul Adha, yaitu
tanggal 10 Dzulhijjah.
5)
Hari Tasyriq: Hari-hari yang diharamkan berpuasa dan disunahkan menyembelih
qurban, yaitu tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah.
6)
Nazar: Janji pada diri sendiri hendak berbuat sesuatu, jika suatu maksud
tercapai.
7)
Stunning (pemingsanan): Suatu cara melemahkan hewan melalui pemingsanan sebelum
pelaksanaan penyembelihan agar pada waktu disembelih hewan tidak banyak
bergerak.
8)
Halal: Diizinkan atau diperbolehkan menurut syariat Islam.
9)
Thayyib: Makanan atau minuman yang baik dikonsumsi, baik dari segi zatnya,
ukurannya maupun dampaknya.
MUTIARA
HADIS
Keutamaan
Qurban
عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
قَالَ: قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا هَذِهِ الأَضَاحِىُّ؟ قَالَ: سُنَّةُ
أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ. قَالُوا: مَا لَنَا مِنْهَا؟ قَالَ: بِكُلِّ شَعْرَةٍ
مِنَ الصُّوفِ حَسَنَةٌ. (رَوَاهُ أَحْمَدُ).
Zaid
ibn Arqam RA meriwayatkan bahwa para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah,
apakah qurban ini?”, Nabi SAW menjawab: “Sunah bapak-moyak kalian, Ibrahim”.
Para sahabat bertanya lagi: “Apa manfaatnya bagi kami?” Nabi SAW menjawab:
“Setiap bulu binatang qurban diberi pahala satu kebaikan”. (H.R. Ahmad)
Wallahu A'lam bi al-Shawab.