Materi Pendidikan Anak dalam Islam
Dr.
Rosidin, M.Pd.I
http://www.dialogilmu.com
Pendidikan Anak dalam Islam versi Nashih 'Ulwan |
Pendidikan
anak dalam Islam bertujuan untuk membina manusia yang sempurna (insan kamil).
Oleh sebab itu, materi pendidikan yang disajikan harus komprehensif dan relevan
dengan tujuan yang dibidik tersebut. Menurut Abdullah Nashih ‘Ulwan, ada tujuh
materi pendidikan anak dalam Islam: (1) Pendidikan Iman; (2) Pendidikan Akhlak;
(3) Pendidikan Fisik; (4) Pendidikan Akal; (5) Pendidikan Psikis; (6)
Pendidikan Sosial; (7) Pendidikan Seksual (‘Ulwan, 2002: 147). Dalam tulisan
ini, posisi saya hanya sekedar mengetengahkan intisari pemikiran ‘Ulwan terkait
tujuh materi pendidikan anak dalam Islam; kemudian memberikan pandangan
secukupnya.
Pertama, Pendidikan
Iman
Pendidikan
Iman adalah mengikat anak dengan dasar-dasar keimanan sejak dia mengerti,
membiasakannya dengan rukun Islam sejak dia memahami, dan mengajarkan kepadanya
dasar-dasar syari'at sejak usia tamyiz (‘Ulwan, 2002: 165).
Berdasarkan
beberapa Hadis Rasulullah SAW, Pendidikan Iman bertujuan untuk mengajarkan
dasar-dasar Rukun Iman, Rukun Islam, hukum Syariat, cinta kepada Rasulullah
SAW, keluarga beliau, para Sahabat, pemimpin dan al-Qur’an kepada anak sejak
masa pertumbuhannya.
Dengan
demikian, anak akan terdidik dengan iman secara sempurna dan akidah yang
mendalam, sehingga jika ia telah tumbuh dewasa, maka ia tidak akan tergoyahkan
oleh ideologi atheis, dan tidak akan terpengaruh oleh propaganda kaum kafir
yang sesat (‘Ulwan, 2002: 170).
Tujuan
Pendidikan Iman bagi anak dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pertama, membina anak-anak agar beriman kepada
Allah SWT, kekuasaan dan ciptaan-Nya, dengan cara tafakur akan kebesaran-Nya.
Kedua, menanamkan ke dalam jiwa anak,
kepribadian yang khusyu‘, taqwa dan ‘ubudiyyah kepada
Allah SWT.
Ketiga, menanamkan perasaan selalu ingat Allah
SWT pada diri anak-anak dalam setiap tindakan dan perilaku mereka setiap waktu.
Keempat, Menciptakan anak-anak untuk selalu
ingat kepada Allah SWT. Inilah yang hendaknya menjadi tujuan utama para
pendidik. Pendidikan ini ditanamkan dalam aspek perbuatan, pemikiran dan
perasaannya.
Kelima, menanamkan pengertian kepada
anak-anak, bahwa Allah SWT selalu memperhatikan, melihat, mengetahui rahasia
dan apa yang disembunyikan hati (‘Ulwan, 2002: 174-183).
Pendidikan
Iman merupakan dasar perbaikan dan pendidikan bagi anak-anak, baik secara moral
maupun psikis. Pendidikan Iman adalah sumber segala keutamaan dan kesempurnaan;
bahkan sebagai pijakan dasar bagi anak untuk memasuki pintu gerbang iman dan
meniti jembatan Islam.
Tanpa
Pendidikan Iman, anak tidak akan memiliki rasa tanggung jawab, tidak dapat
percaya, tidak mengenal tujuan, tidak mengerti nilai-nilai kemanusiaan yang
mulia dan tidak mampu meneladani sesuatu yang paling luhur (‘Ulwan, 2002: 188).
Kedua, Pendidikan
Akhlak atau Moral
Pendidikan
Akhlak atau Moral adalah serangkaian dasar moral dan keutamaan sikap serta
watak (tabiat) yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa
pemula hingga ia menjadi seorang mukalaf, yakni siap mengarungi kehidupan
(‘Ulwan, 2002: 193).
Tujuan
Pendidikan Akhlak atau Moral adalah agar anak tidak tumbuh dewasa di atas dasar
kefasikan, penyimpangan, kesesatan, kekafiran, mengikuti nafsu dan
bisikan-bisikan setan, serta hal-hal tercela lainnya; memperbaiki perbaikan
jiwa anak-anak, meluruskan penyimpangan mereka, mengangkat mereka dari seluruh
kehinaan dan menganjurkan pergaulan yang baik dengan orang lain (‘Ulwan, 2002:
194-199).
Selain
itu, menjaga keselamatan akhlak anak, mengembangkan kepribadian yang mandiri
dan membiasakan untuk bersikap sungguh-sungguh, jantan dan berbudi luhur (‘Ulwan, 2002: 235).
Ketiga, Pendidikan
Fisik
Pendidikan
Fisik dimaksudkan agar anak-anak tumbuh dewasa dengan kondisi fisik yang kuat,
sehat, bergairah dan bersemangat (‘Ulwan, 2002: 245).
Selain
itu, orang tua juga wajib menjauhkan anak-anak dari segala hal yang dapat
menghancurkan kejantanan dan kepribadian, membunuh keutamaan dan akhlaq,
melemahkan akal dan badan. Sebab, upaya ini akan memberikan keselamatan
pikiran, kekuatan fisik, terpeliharanya akhlak, kelurusan ruhani dan
kepercayaan yang kuat untuk mewujudkan cita-cita dan harapan mereka (‘Ulwan,
2002: 259).
Keempat, Pendidikan
Akal
Yang
dimaksud dengan Pendidikan Akal adalah membentuk (pola) pikir anak dengan
segala sesuatu yang bermanfaat, seperti: ilmu-ilmu agama, kebudayaan dan
peradaban. Dengan demikian, pikiran anak menjadi matang, bermuatan ilmu,
kebudayaan, dan sebagainya.
Jika
Pendidikan Iman adalah penamanam fondasi; Pendidikan Fisik adalah persiapan dan
pembentukan; Pendidikan Moral adalah penanaman dan pembiasaan; maka Pendidikan
Akal adalah penyadaran, pembudayaan dan pengajaran (‘Ulwan, 2002: 302).
Kelima, Pendidikan
Kejiwaan (Psikologi)
Pendidikan
Kejiwaan bagi anak dimaksudkan untuk mendidik anak semenjak mulai mengerti,
supaya bersikap terbuka, mandiri, suka menolong, bisa mengendalikan amarah dan
senang kepada seluruh bentuk keutamaan jiwa dan moral secara mutlak.
Tujuan
pendidikan ini adalah membentuk, membina, dan menyeimbangkan kepribadian anak.
Sehingga ketika anak sudah mencapai usia taklif (dewasa), ia dapat
melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dibebankan pada dirinya secara baik dan
sempurna (‘Ulwan, 2002: 363).
Sejak
anak dilahirkan, Islam telah memerintahkan kepada para pendidik untuk mengajari
dasar-dasar kesehatan jiwa yang memungkinkan ia dapat menjadi seorang manusia
yang berakal, berpikir sehat, bertindak penuh pertimbangan dan berkemauan
tinggi. Islam juga memerintahkan kepada mereka untuk membebaskan anak dari
setiap faktor yang menghalangi kemuliaannya, menghancurkan diri dan
kepribadiannya, serta menjadikan kehidupan dirinya dalam pandangan yang
diliputi kedengkian, kebencian, dan ketidak-gairahan (‘Ulwan, 2002: 363).
Keenam, Pendidikan
Sosial
Pendidikan
Sosial adalah mendidik anak sejak kecil agar terbiasa menjalankan perilaku
sosial yang utama, dasar-dasar kejiwaan yan mulia yang bersumber pada akidah
Islam yang kekal dan kesadaran iman yang mendalam, agar di tengah-tengah
masyarakat nanti, ia mampu bergaul dan berperilaku sosial yang baik, memiliki
keseimbangan akal yang matang dan tindakan yang bijaksana (‘Ulwan, 2002: 435).
Tidak
disangsikan lagi, bahwa tanggung jawab ini merupakan tanggung jawab terpenting
bagi para pendidik dan orang tua di dalam mempersiapkan anak, baik pendidikan
keimanan, moral maupun kejiwaan. Sebab, Pendidikan Sosial merupakan manifestasi
perilaku dan watak yang mendidik anak untuk menjalankan kewajiban, tata krama,
kritik sosial, keseimbangan intelektual, politik dan pergaulan yang baik
bersama orang lain.
Oleh
karena itu, para pendidik harus berusaha keras penuh dedikasi dan pengabdian
untuk melaksanakan tanggung jawabnya dengan sebaik-baiknya di dalam pendidikan
sosial. Sehingga mereka dapat memberikan andil dalam membina suatu masyarakat
Islami yang utama dan berpusat pada keimanan, akhlak dan norma-norma Islam yang
tinggi (‘Ulwan, 2002: 435).
Ketujuh, Pendidikan
Seksual
Pendidikan
Seksual adalah upaya pengajaran, penyadaran, dan penerangan tentang
masalah-masalah seksual kepada anak, sejak dia mengenal masalah-masalah yang
berkenaan dengan naluri seks dan perkawinan. Sehingga ketika anak telah tumbuh
menjadi seorang pemuda dan dapat memahami urusan-urusan kehidupan, ia telah
mengetahui apa saja yang diharamkan dan apa saja yang dihalalkan.
Lebih
jauh lagi, dia bahkan mampu menerapkan tingkah laku Islami sebagai akhlaq dan
kebiasaan hidup, serta tidak diperbudak syahwat dan tenggelam dalam gaya hidup
hedonis (‘Ulwan, 2002: 1).
Catatan
Jika direlevansikan dengan terma manusia dalam al-Qur’an
yang disebut dalam enam istilah: Basyar, Bani Adam, Insan,
Nas, Khalifah dan ‘Abd; maka dapat diperoleh simpulan
berikut:
Pertama,
Sebagai makhluk biologis (basyar), manusia membutuhkan materi pendidikan
fisik agar tubuhnya dapat tumbuh secara optimal.
Kedua,
Sebagai keturunan Nabi Adam AS (Bani Adam), manusia membutuhkan materi
pendidikan seksual agar dapat berkembang-biak, sehingga umat manusia tetap
lestari sepanjang masa.
Ketiga,
Sebagai makhluk psikis (insan), manusia membutuhkan materi pendidikan
akhlak atau moral yang membinanya tumbuh menjadi pribadi yang berakhlak terpuji
dan menjauhi akhlak tercela; dan materi pendidikan psikis agar dapat mengenali
watak dan kepribadiannya dengan baik.
Keempat,
Sebagai makhluk sosial (nas), manusia membutuhkan materi pendidikan
sosial yang membantunya dalam berinteraksi dengan sesama manusia, baik dalam
konteks kolaborasi maupun kompetisi.
Kelima,
Sebagai wakil Allah (khalifah), manusia membutuhkan materi pendidikan
akal yang mampu menumbuh-kembangkan potensi penalaran kreatif dan kritis,
sehingga dapat berfungsi optimal dalam mengemban misi melestarikan alam
semesta.
Keenam,
Sebagai hamba Allah (‘abd), manusia membutuhkan materi pendidikan iman
yang mendidiknya menjadi pribadi-pribadi religius, baik pada tataran akidah
(Iman), syariah (Islam) maupun akhlak (Ihsan).
Ketujuh,
Materi pendidikan yang ditujukan pada totalitas manusia sebagai basyar, Bani
Adam, insan, nas, khalifah dan ‘abd, kiranya
dapat mengantar umat muslim menjadi Insan Kamil (Manusia Paripurna) yang
dicita-citakan pendidikan Islam.
Wallahu A’lam bi al-Shawab.
Referensi
Ulwan, Abdullah
Nashih. Pendidikan Anak dalam Islam. Terj. Jamaludin Miri. Jakarta:
Pustaka Amani. 2002.