Memenangkan Kompetisi Melalui Doa
Dr. Rosidin, M.Pd.I
http://www.dialogilmu.com
Al-Qur’an menjelaskan tentang keniscayaan kompetisi
dalam kehidupan. Setiap insan berlomba-lomba untuk memenangkan kompetisi
tersebut. Hanya saja, konsentrasi manusia terlalu fokus pada keunggulan insani,
entah dalam bentuk kerja keras, kerja cerdas, kerja berkualitas, relasi dan
koneksi, dan sebagainya. Akibatnya, kerap kali manusia melalaikan satu elemen
utama dalam rangka memenangkan suatu kompetisi. Elemen yang dimaksud adalah
doa, memohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Sebagai pembuka, berikut penulis gambarkan tentang
lika-liku kompetisi yang harus dihadapi oleh manusia beserta konsekuensinya,
sebagaimana yang termaktub dalam Surat al-Takatsur [102]: 1-8.
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ (1) حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ (2)
كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (3) ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (4) كَلَّا لَوْ
تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ (5) لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ (6) ثُمَّ
لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ (7) ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ
النَّعِيمِ (8)
Bermegah-megahan
telah melalaikan kamu [1] Sampai kamu masuk ke dalam kubur [2]. Janganlah
begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu) [3]. Dan janganlah
begitu, kelak kamu akan mengetahui [4. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui
dengan pengetahuan yang yakin [5]. Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka
Jahim [6]. Dan Sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul
yaqin [7]. Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan
[8]. (Q.S. al-Takatsur [102]: 1-8)
Di dalam menghadapi ketatnya persaingan (kompetisi),
manusia tidak hanya membutuhkan ikhtiar sungguh-sungguh, melainkan juga
membutuhkan kekuatan doa. Di samping perbedaan pendapat terkait sejumlah aspek
doa, masih banyak aspek yang kiranya dapat disepakati.
Pertama, doa adalah cerminan kebutuhan
manusia kepada Allah SWT. Oleh sebab itu, orang yang tidak berdoa berarti
merasa tidak butuh kepada Allah SWT, sehingga orang tersebut layak dilabeli
sebagai orang yang sombong, karena merasa mampu menangani problem kehidupan
melalui kemampuannya sendiri.
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ
يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ (60)
Dan Tuhanmu
berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku, akan masuk
neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”. (Q.S.
al-Mu’min [40]: 60).
Padahal dalam Hadis berlaku rumus, “Barangsiapa rendah hati karena
Allah, niscaya dia akan diangkat derajatnya oleh Allah”.
وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ (رواه مسلم)
Seseorang
tiada bersikap tawadhu’ (rendah hati) karena Allah, kecuali Allah telah (akan)
mengangkatnya (H.R. Muslim).
Jika rendah hati saja sudah ditinggikan derajatnya
oleh Allah SWT, apalagi rendah diri di hadapan Allah SWT, tentu derajatnya
semakin tinggi lagi. Sedangkan menurut al-Ghazali, merupakan perwujudan rasa
rendah diri kepada Allah SWT.
Memang ketika sedang dalam kondisi stabil, manusia
merasa dapat mengandalkan kemampuan diri sendiri untuk menyelesaikan berbagai
problem kehidupan. Akan tetapi, ketika dalam kondisi terpuruk, manusia bergegas
untuk berdoa kepada Allah SWT. Inilah watak yang disindir oleh al-Qur’an
melalui ayat berikut:
فَإِذَا مَسَّ الْإِنْسَانَ ضُرٌّ دَعَانَا ثُمَّ إِذَا خَوَّلْنَاهُ
نِعْمَةً مِنَّا قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ بَلْ هِيَ فِتْنَةٌ
وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (49)
Maka apabila
manusia ditimpa bahaya, ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan
kepadanya nikmat dari Kami, ia berkata: Sesungguhnya aku diberi nikmat itu
hanyalah karena kepintaranku”. sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan
mereka itu tidak mengetahui. (Q.S. al-Zumar [39]: 49).
Itulah mengapa seringkali Allah SWT memberikan ujian
dan cobaan agar manusia sering dalam keadaan terpojok, akhirnya dia merasa
begitu membutuhkan Allah SWT.
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، قَالَ: مَنْ يُكْثِرُ الدُّعَاءَ فِي الرَّخَاءِ،
يُسْتَجَابُ لَهُ عِنْدَ الْبَلاَءِ، وَمَنْ يُكْثِرُ قَرْعَ الْبَابِ يُفْتَحُ لَهُ
(شعب الإيمان للبيهقي)
Abu al-Darda’ RA berkata: “Barangsiapa
memperbanyak doa ketika dalam kondisi lapang, maka akan dikabulkan baginya
ketika dalam kondisi sempit (terkena musibah). Barangsiapa
memperbanyak mengetuk pintu, maka akan dibukakan baginya” (H.R.
al-Baihaqi).
Kedua, doa adalah cerminan kualitas
kedekatan manusia kepada Allah SWT. Ibaratnya, apabila seseorang bersahabat
karib dengan orang lain, maka dia akan banyak berkomunikasi dengannya. Dari
sini dapat ditarik simpulan bahwa semakin dekat seseorang kepada Allah SWT,
semakin banyak dia berdoa kepada Allah SWT. Rasulullah SAW dikenal sebagai
rasul yang paling banyak berdoa, bahkan Imam Nawawi menyusun doa-doa khusus
yang pernah dipanjatkan oleh Rasulullah SAW dalam kitab al-Adzkar. Fakta
ini semakin memperkuat posisi Rasulullah SAW sebagai manusia yang paling dekat
kepada Allah SWT.
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ
الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ
يَرْشُدُونَ (186)
Dan apabila
hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku
adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon
kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan
hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran (Q.S.
al-Baqarah [2]: 186).
Oleh sebab itu, al-Qur’an menganjurkan umat muslim
agar sering bergaul dengan orang-orang yang banyak berdoa. Mereka adalah
orang-orang yang berdoa setiap pagi dan sore. Dengan kata lain, sepanjang waktu
mereka berdoa kepada Allah SWT.
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ
وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ
زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ
ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا (28)
Dan
bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi
dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu
berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah
kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami,
serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (Q.S.
al-Kahfi [18]: 28)
Posisi penting doa juga disinggung oleh Hadis berikut:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ
«الدُّعَاءُ مُخُّ الْعِبَادَةِ». (رواه الترمذي) وفي رواية (الدُّعَاءُ هُوَ
العِبَادَةُ)
Anas ibn
Malik RA meriwayatkan dari Nabi SAW yang bersabda: “Doa adalah intisari ibadah”
(H.R. al-Tirmidzi). Dalam riwayat lain, “Doa adalah ibadah itu sendiri”.
Ketiga, terkabulnya doa menuntut
sejumlah persyaratan yang intinya adalah melakukan hal-hal baik dan
meninggalkan hal-hal buruk. Antara lain adanya keselarasan antara doa dengan
amal. Ibaratnya, jangan sampai orang berdoa minta ke arah barat, namun dia
berjalan ke arah timur. Hal ini
dicontohkan oleh pasukan Thalut ketika berhadapan dengan pasukan Jalut. Mereka
berdoa meminta kemenangan sekaligus pada saat yang sama menuju medan perang
dengan gagah berani.
وَلَمَّا بَرَزُوا لِجَالُوتَ وَجُنُودِهِ قَالُوا رَبَّنَا أَفْرِغْ
عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ
الْكَافِرِينَ (250)
Tatkala
Jalut dan tentaranya telah nampak oleh mereka, merekapun (Thalut dan
tentaranya) berdoa: “Ya Tuhan Kami, tuangkanlah kesabaran atas diri Kami, dan
kokohkanlah pendirian Kami dan tolonglah Kami terhadap orang-orang kafir”. (Q.S.
al-Baqarah [2]: 250).
Persyaratan lainnya adalah tidak melakukan hal-hal
yang dapat menghalangi terkabulnya doa:
وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ: ((لا يَزالُ يُسْتَجَابُ لِلعَبْدِ مَا
لَمْ يَدْعُ بإثْمٍ، أَوْ قَطيعَةِ رحِمٍ، مَا لَمْ يَسْتَعْجِلْ)) قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ
اللهِ مَا الاِسْتِعْجَالُ؟ قَالَ: ((يَقُوْلُ: قَدْ دَعوْتُ، وَقَدْ دَعَوْتُ،
فَلَمْ أرَ يسْتَجِبُ لي، فَيَسْتحْسِرُ عِنْدَ ذَلِكَ وَيَدَعُ الدُّعَاءَ)).
Dalam
riwayat Muslim disebutkan: “Seorang hamba senantiasa dikabulkan (doanya)
selama dia tidak berdoa dengan (membawa dosa) atau memutus silaturrahim, selama
tidak tergesa-gesa”. Ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah yang
dimaksud tergesa-gesa?”. Rasulullah SAW menjawab: “Dia berkata: ‘Sungguh
saya sudah berdoa, sungguh saya sudah berdoa, namun belum juga dikabulkan’. Kemudian dia putus asa ketika itu
dan meninggalkan doa”.
Keempat, etika doa yang terpenting
ketika berdoa adalah penuh harap sekaligus penuh was-was, sehingga wujudnya
adalah sikap waspada. Inilah
sikap yang ditunjukkan oleh Nabi Zakariya AS yang terkenal sangat gemar berdoa:
فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَوَهَبْنَا لَهُ يَحْيَى وَأَصْلَحْنَا لَهُ
زَوْجَهُ إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا
وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ (90)
Maka Kami
memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepadanya, Yahya dan
Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang
yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan
mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas; dan mereka
adalah orang-orang yang khusyu' kepada Kami (Q.S. al-Anbiya’ [21]: 90).
Perasaan takut sekaligus penuh harap, disertai ingat
kepada Allah SWT dapat diperoleh ketika sedang berada di atas kendaraan yang
berpotensi kecelakaan, semisal pesawat atau kapal laut:
قُلْ مَنْ يُنَجِّيكُمْ مِنْ ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ
تَدْعُونَهُ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً لَئِنْ أَنْجَانَا مِنْ هَذِهِ لَنَكُونَنَّ
مِنَ الشَّاكِرِينَ (63)
Katakanlah: “Siapakah yang dapat
menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, yang kamu berdoa
kepada-Nya dengan rendah diri dengan suara yang lembut (dengan mengatakan:
“Sesungguhnya jika Dia menyelamatkan Kami dari (bencana) ini, tentulah Kami
menjadi orang-orang yang bersyukur”.
(Q.S. al-An’am [6]: 63)
Berdoa pun sebaiknya memilih momen terbaik, misalnya ketika
bersujud, sebagaimana Hadis riwayat Abu
Hurairah RA berikut:
أنَّ رسولَ اللهِ صلى الله
عليه وسلم قَالَ: ((أقْرَبُ مَا يكونُ
العَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ، فَأكْثِرُوا الدُّعَاءَ)) رواه مسلم .
Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:
“Sedekat-dekatnya hamba kepada Tuhan-nya adalah ketika dia sedang bersujud;
maka hendaklah kalian memperbanyak doa” (H.R. Muslim).
Ketika tengah malam dan setelah shalat-shalat fardhu, sebagaimana Hadis riwayat Abu
Umamah RA bahwa ada orang bertanya kepada Rasulullah SAW:
أيُّ الدُّعاءِ أَسْمَعُ؟ قَالَ: ((جَوْفَ اللَّيْلِ الآخِرِ،
وَدُبُرَ الصَّلَواتِ المَكْتُوباتِ)) . رواه الترمذي.
Doa apakah yang paling didengar?,
Rasulullah SAW menjawab: “Di tengah malam terakhir dan setiap selesai shalat
fardhu” (H.R. al-Tirmidzi).
Kelima, doa berdimensi sosial. Doa
adalah salah satu media untuk menjalin ikatan ruhani dengan sesama manusia.
Bahkan orang yang mendoakan saudaranya tanpa kehadiran saudaranya tersebut di
sampingnya, doanya dinilai sebagai doa mustajabah. Abu Darda’ RA meriwayatkan bahwa dia pernah mendengar
Rasulullah SAW bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلمٍ يدعُو لأَخِيهِ بِظَهْرِ الغَيْبِ إِلاَّ قَالَ
المَلَكُ: وَلَكَ بِمِثْلٍ. رواه مسلم .
Setiap kali seorang muslim mendoakan
saudaranya tanpa kehadiran saudaranya tersebut, niscaya malaikat akan berdoa
untuknya: “Dan bagimu, seperti itu juga”. (H.R. Muslim)
Begitu
eratnya doa dengan konteks sosial, sampai-sampai memutuskan silaturrahim adalah
salah satu perbuatan yang dapat menghalangi terkabulnya doa. Apalagi jika doa
itu disampaikan oleh orangtua untuk anaknya, maka statusnya tergolong tiga doa
yang paling berpeluang dikabulkan Allah SWT.
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٍ لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ: دَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ
وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ (مُصَنَّفْ إِبْنُ
أَبِيْ شَيْبَةَ).
Tiga doa yang tidak diragukan lagi
benar-benar mustajab (dikabulkan): Doa orang yang dizhalimi, doa seorang
musafir, dan doa orangtua kepada anaknya
(H.R. Ibn Abi Syaibah).
Keenam, doa berhubungan dengan
qadha’-qadar. Di antara takdir Allah SWT adalah bala’ dapat ditolak dengan doa.
Artinya, ada rumus bahwa orang yang mendapatkan bala’ adalah orang yang tidak
pernah berdoa, sedangkan orang yang selamat dari bala’ adalah orang yang pernah
berdoa. Jadi, doa adalah sebab tolak balak dan menarik rahmat, sebagaimana
perisai adalah sebab tidak terkena anak panah; atau air adalah sebab keluarnya
tumbuh-tumbuhan.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ الله عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صلى الله عليه وسلم: الدُّعَاءُ يَنْفَعُ مِمَّا نَزَلَ وَ مِمَّا لَمْ يَنْزِلْ،
فَعَلَيْكُمْ عِبَادَ اللهِ بِالدُّعَاءِ (الْمُسْتَدْرَكُ لِلْحَاكِمِ)
Ibn ‘Umar RA berkata: Rasulullah SAW
bersabda: “Doa itu bermanfaat bagi apa yang sudah turun (terjadi) dan apa
yang belum turun (terjadi); maka hendaklah kalian menetapi doa, wahai para
hamba Allah” (H.R. Hakim)
Ketujuh, sasaran doa adalah kepentingan
duniawi dan ukhrawi. Hadis riwayat Anas RA
كَانَ أَكْثَرُ دُعَاءِ النَّبِيّ صلى الله عليه وسلم : ((اللَّهُمَّ آتِنَا في الدُّنْيَا
حَسَنَةً ، وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً ، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ)) متفقٌ عَلَيْهِ
.
Doa Nabi SAW yang paling banyak
adalah: “Ya Allah, mohon Engkau berikan kepada kami di dunia, kebaikan; dan di
akhirat, kebaikan; serta selamatkan kami dari adzab neraka”. (H.R.
Bukhari-Muslim)
Di antara urusan duniawi yang penting untuk dimintakan
doa adalah urusan kenegaraan:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آَمِنًا
وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ (35)
Dan
(ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah),
negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah
berhala-berhala”. (Q.S. Ibrahim [14]: 35)
Urusan kesehatan:
وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ
أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ (83)
Dan Ayyub
ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa
penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua
Penyayang”. (Q.S. al-Anbiya’ [21]: 83)
Urusan keluarga:
هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِنْ
لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ (38)
Di sanalah
Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya berkata: “Ya Tuhanku, berilah aku dari
sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa”. (Q.S. Ali
‘Imran [3]: 38)
Urusan ukhrawi yang penting untuk dimintakan doa
adalah terlindungi dari godaan setan
وَقُلْ رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ (97) وَأَعُوذُ
بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ (98)
Dan
katakanlah: “Ya Tuhanku, aku berlindung kepada Engkau dari bisikan setan. Dan
aku berlindung (pula) kepada Engkau Ya Tuhanku, dari kedatangan mereka
kepadaku” (Q.S. al-Mu’minun [23]: 97-98)
Aktif mendirikan ibadah
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا
وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ (40)
Ya Tuhanku,
jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya
Tuhan kami, perkenankanlah doaku (Q.S. Ibrahim [14]: 40)
Menetapi iman, mendapatkan ampunan serta terhindar
dari dosa dan neraka
رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلْإِيمَانِ أَنْ
آَمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآَمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ
عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الْأَبْرَارِ (193)
Ya Tuhan
kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu):
“Berimanlah kamu kepada Tuhanmu", maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami,
ampunilah bagi kami, dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami
kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak
berbakti. (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 193)
Contoh doa yang secara lengkap mencakup semua itu
adalah:
اللَّهُمَّ إنِّي أسَألُكَ مِنْ خَيْر مَا سَأَلَكَ مِنْهُ نَبِيُّكَ
محمَّدٌ صلى الله عليه وسلم؛ وأعوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا استَعَاذَ مِنْهُ
نَبِيُّكَ مُحَمَّدٌ صلى الله عليه وسلم، وأنتَ المُسْتَعانُ، وَعَليْكَ البَلاَغُ، وَلاَ
حَولَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ باللهِ )) . )رواه
الترمذي(
Ya Allah,
sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dari kebaikan apa saja yang pernah diminta
oleh Nabi-Mu, Muhammad SAW; dan aku mohon perlindungan kepada-Mu dari keburukan
apa saja yang pernah dimohonkan perlindungan oleh Nabi-Mu, Muhammad SAW; Engkau
adalah Dzat Yang Maha Penolong; hanya kepada-Mu tujuan segala sesuatu. Tiada
daya dan upaya, kecuali (atas izin) Allah (H.R.
al-Tirmidzi).
Wallahu A’lam bi al-Shawab.