Tiada Hari Tanpa Pahlawan
Dr. Rosidin, M.Pd.I
http://www.dialogilmu.com
Para Pahlawan Nasional Indonesia |
Jauh sebelum
manusia lahir di dunia, sudah ada sosok pahlawan bernama “ibunda” yang
bersusah-payah mengandung janin setidak-tidaknya selama enam bulan (Q.S.
al-Ahqaf [46]: 15), ditambah sakitnya melahirkan jabang bayi yang sampai-sampai
membuat Sayyidah Maryam berkata, “Aduhai, alangkah baiknya aku mati
sebelum ini” (Q.S. Maryam [19]: 23).
Kemudian ibunda
masih harus menyusui bayi yang idealnya berlangsung selama dua tahun (Q.S.
al-Baqarah [2]: 233). Oleh sebab itu, pantas saja jika Rasulullah SAW menyebut
kata “ibumu” sebanyak tiga kali ketika ditanya tentang “siapa orang yang
paling berhak mendapatkan perlakuan terbaik” (H.R. al-Bukhari).
Di tengah-tengah
itu, sosok pahlawan lain hadir pada diri “ayahanda”. Pikirannya seolah tidak
pernah sepi dari ide dan tubuhnya tidak pernah kering dari keringat; semua itu dilakukan
demi bekerja mencari rezeki halal untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan,
papan hingga kesehatan bayi beserta ibundanya (Q.S. al-Baqarah [2]: 233).
Ketika bayi tumbuh
menjadi balita, sang ayahanda memperhatikan pendidikannya, seperti mengajaknya
ke masjid atau majlis ta’lim, agar si balita terbiasa menetapi nilai-nilai
ke-Islam-an sejak dini (Q.S. al-Tahrim [66]: 6). Atas jerih payahnya tersebut,
sang ayahanda diberi keistimewaan atas anak-anaknya, sebagaimana sabda
Rasulullah SAW: “Engkau dan hartamu adalah milik ayahmu” dan “Sesungguhnya
anak-anak kalian adalah hasil kerja kalian yang terbaik, maka makanlah dari harta
mereka” (H.R. Ibnu Majah).
Begitu keluar
rumah, si anak menemui banyak pahlawan. Keluarga besar (kakak-adik;
kakek-nenek; paman-bibi; sepupu), tetangga, sahabat dan teman adalah sederet
pahlawan bagi si anak, karena mereka telah melimpahkan cinta-kasih dan rasa
aman. Seandainya tidak ada mereka, tentu kehidupan si anak akan terasa hampa
dan terasing.
Oleh sebab itu,
sudah sewajarnya jika si anak membalas jasa mereka dengan berbuat ihsan
(Q.S. al-Nisa’ [4]: 36). Apalagi didukung Hadis Nabi SAW, “Sebaik-baik
sahabat di sisi Allah Ta’ala adalah sebaik-baik mereka terhadap sahabatnya; dan
sebaik-baik tetangga di sisi Allah Ta’ala adalah sebaik-baik mereka terhadap
tetangganya” (H.R. al-Tirmidzi).
Sejak usia sekolah,
anak bertemu pahlawan baru, yaitu guru di Sekolah, Lembaga Bimbingan Belajar
(LBB), Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ), Madrasah Diniyah (Madin), Pondok
Pesantren, hingga Perguruan Tinggi. Dengan penuh kesabaran dan ketelatenan,
guru membimbing akal dan hati anak hingga tumbuh menjadi pribadi dewasa. Dewasa
dalam berpikir, dewasa pula dalam bertindak. Guru juga
yang berjasa mendidikkan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dibutuhkan
oleh seseorang dalam menjalani kehidupan sejak usia anak-anak hingga dewasa.
Begitu besarnya jasa
guru, sehingga dalam Islam, posisinya dinilai lebih mulia daripada orangtua
kandung, sebagaimana tercermin dalam sebuah syair Arab,
“Guru adalah
pendidik jiwaku (murabbi al-ruh), dan jiwa itu ibarat permata # Sedangkan
orangtua adalah pemelihara ragaku (murabbi al-jasad), dan raga itu ibarat kulit
kerang.
Lebih dari itu, dalam Adab al-‘Alim wa
al-Muta’allim, Hadlratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari berpesan agar
setiap pelajar (siswa, santri, mahasiswa) memandang guru dengan penuh pemuliaan
dan pengagungan; serta berkeyakinan bahwa guru telah mencapai derajat yang
sempurna. Abu Yusuf berkata: “Saya mendengar ulama salaf berkomentar: ‘Barangsiapa
tidak meyakini kemuliaan gurunya, maka dia tidak akan sukses’.”
Seluruh sosok pahlawan di atas bersifat individual,
yaitu kepahlawanannya hanya dirasakan oleh orang per orang, mengingat setiap orang
memiliki ibunda, ayahanda, keluarga besar, tetangga, sahabat, teman dan guru
yang berbeda satu sama lain.
Adapun sosok pahlawan yang bersifat kolektif, yaitu kepahlawanannya
dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat, adakalanya berskala lokal, nasional
maupun internasional.
Contoh pahlawan skala lokal adalah generasi pendahulu
yang berperan membuka lahan (“babat alas”), sehingga suatu daerah layak
huni hingga saat ini.
Contoh pahlawan skala nasional adalah para pejuang
yang gugur di medan perang demi meraih kemerdekaan Indonesia. Mereka inilah
yang disebut pahlawan nasional dan jasa-jasanya dikenang melalui berbagai peringatan,
seperti Hari Pahlawan (10 November) dan Hari Kemerdekaan (17 Agustus).
Contoh pahlawan skala internasional adalah para penemu
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) yang manfaatnya dapat dirasakan
oleh umat manusia di bumi.
Setiap insan seharusnya berterima kasih dan mengenang
jasa para pahlawan dengan cara melestarikan dan mengembangkan apa yang mereka
wariskan. Khusus bagi pahlawan yang berstatus muslim, dapat ditambah dengan doa
memohonkan ampunan (maghfirah) untuk mereka (Q.S. al-Hasyr [59]: 10).
Hanya saja, seluruh pahlawan di atas masih terbatas
pada dimensi dunia yang fana; padahal manusia harus menjalani kehidupan akhirat
yang kekal-abadi. Tentu saja, akhirat jauh lebih penting dan lebih baik
daripada dunia (Q.S. al-Dhuha [93]: 4).
Dunia ibarat pecahan tembikar yang murah harganya,
sedangkan akhirat ibarat bongkahan permata yang tak ternilai harganya. Di
sinilah umat muslim benar-benar harus bersyukur atas kehadiran “pahlawan
dunia-akhirat”, yaitu Baginda Nabi Muhammad SAW.
Kepahlawanan Nabi Muhammad SAW setidaknya dapat
dilacak dalam tiga hal: Pertama, sejak lahir hingga wafat, Rasulullah
SAW senantiasa menebar rahmat (kasih sayang) ke semesta alam (Q.S. al-Anbiya’
[21]: 107).
Misalnya, Allah SWT tidak akan langsung menimpakan
adzab terhadap umat yang bermaksiat, selama beliau masih hidup atau umat muslim
masih beristighfar kepada Allah SWT (Q.S. al-Anfal [8]: 33). Artinya, masih ada
kesempatan taubat. “Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba, selama
belum sekarat” (H.R. al-Tirmidzi). Lain halnya dengan umat terdahulu,
seperti kaum Nabi Nuh yang langsung diadzab dengan banjir besar (Q.S. al-A’raf
[7]: 64).
Kedua, ajaran Islam yang dibawa Rasulullah
SAW serta diabadikan dalam al-Qur’an dan al-Sunnah, telah menyelamatkan begitu
banyak manusia dari aneka ragam kekafiran yang gelap-gulita menuju satu cahaya Islam
yang terang-benderang (Q.S. Ibrahim [14]: 1).
Iman dan Islam semakin tak ternilai harganya jika memperhatikan
beberapa Hadis berikut: “Barangsiapa yang akhir ucapannya adalah Laa Ilaaha
illa Allah (tiada tuhan selain Allah), niscaya masuk surga” (H.R. Abu
Dawud). Rasulullah SAW berdoa di hadapan Allah SWT, “Umatku, umatku, ya Rabb”.
Lalu Allah SWT berfirman: “Pergilah kepada umatmu, barangsiapa engkau
temukan keimanan sebesar biji sawi di dalam hatinya, maka masukkanlah ke dalam
surga” (H.R. al-Darimi).
Ketiga, syafaat. Imam al-Nawawi
berkata: “Nabi SAW memiliki lima jenis syafaat: (a) Syafaat teragung (‘uzhma)
pada hari pembalasan (bagi seluruh umat manusia sepanjang masa); b) Syafaat bagi
sekelompok manusia, sehingga dapat masuk surga tanpa hisab; c) Syafaat bagi “calon”
penghuni neraka, sehingga tidak jadi masuk neraka; d) Syafaat bagi penghuni
neraka, sehingga dikeluarkan dari neraka; e) Syafaat bagi penghuni surga,
sehingga derajatnya dinaikkan.
Wallahu A’lam bi al-Shawab.