Tingkatan Manusia dalam al-Qur'an
Dr. Rosidin, M.Pd.I
http://www.dialogilmu.com
Manusia diciptakan bertingkat-tingkat.
Berikut ini hasil telaah terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang memuat terma “Allah
Mencintai” (Allahu Yuhibbu) dan “Allah Tidak Mencintai” (Allahu la Yuhibbu).
Pertama, Al-Sabiqun (Golongan “Juara”)
(1) Muhsinin
(Ihsan)
Dicintai
Allah SWT sebanyak
5 (lima) kali. Ihsan lebih tinggi dari adil, yaitu melakukan kewajiban
melebihi standar normal dan menuntut hak di bawah standar normal.
(2) Muttaqin
(Takwa)
Dicintai
Allah SWT
sebanyak
3 (tiga) kali. Taqwa adalah menjaga diri dari hal yang menyakiti, terutama
siksa, dengan meninggalkan perkara haram. Terlebih meninggalkan makruh dan
sedikit perkara mubah.
(3) Muqsithin
(Adil)
Dicintai
Allah SWT
sebanyak
3 (tiga) kali. Qisthun adalah keadilan yang dapat memuaskan kedua belah
pihak. Semisal ketika berposisi sebagai “wasit” yang mengadili dua pihak yang
bertikai.
Kedua, Ashhabul-Yamin (Golongan “Lulus”)
(1) Muththahhirin
(Bersuci)
Dicintai
Allah SWT
sebanyak
2 (dua) kali. Thaharah adalah bersuci secara jasmani (najis dan hadas) serta secara
ruhani (meninggalkan maksiat
dan melakukan amal shalih).
(2) Shabirin
(Sabar)
Dicintai
Allah SWT
sebanyak
1 (satu) kali. Sabar adalah menahan diri ketika dalam keadaan terpojok (serba
sulit) demi mencapai keluhuran.
(3) Mutawakkilin
(Tawakkal)
Dicintai
Allah SWT
sebanyak
2 (satu) kali. Tawakkal adalah mempercayakan suatu urusan kepada Allah SWT.
Ketiga, Ashhabusy-Syimal (Golongan “Gagal”)
(1) Kafirin
(Kafir)
Tidak
dicintai Allah SWT
sebanyak
3 (tiga) kali. Kafir adalah orang yang tertutup hatinya, sehingga perbuatannya
selalu bertentangan dengan nilai-nilai keimanan. Puncaknya adalah tidak
menerima ajaran Islam sebagai agamanya. Termasuk atheis dan agnostik.
(2) Zhalimin
(Zhalim)
Tidak
dicintai Allah SWT
sebanyak
3 (tiga) kali. Zhalim adalah orang yang hatinya gelap, sehingga perbuatannya
selalu tidak tepat, entah serba lebih atau serba kurang; baik dalam relasi
dengan Allah SWT (kafir, syirik, munafik); dengan sesama manusia (merampas hak
orang lain); maupun dengan diri sendiri (tidak memenuhi kewajiban pribadi).
(3) Mu’tadin
(Melampaui Batas)
Tidak
dicintai Allah SWT sebanyak
3 (tiga) kali. Mu’tadin adalah sikap permusuhan (membangkang) yang
ditunjukkan dengan cara melanggar aturan-aturan yang ditetapkan oleh Allah SWT.
(4) Kha’inin
(Berkhianat)
Tidak
dicintai Allah SWT
sebanyak
3 (tiga) kali. Khianat adalah melanggar janji dan amanah secara diam-diam.
Sepadan dengan Munafik yang merupakan pelanggaran ajaran agama secara
diam-diam.
(5) Musrifin
(Berlebihan)
Tidak
dicintai Allah SWT
sebanyak
2 (dua) kali. Israf adalah melewati batasan yang ditetapkan, semisal mubadzir
dalam membelanjakan harta benda.
(6) Mufsidin
(Merusak)
Tidak
dicintai Allah SWT
sebanyak
2 (dua) kali. Mufsidin adalah orang yang mengubah atau merusak sesuatu
dari susunan aslinya (sistemnya).
(7) Mukhtal-Fakhur
(Sombong-Angkuh)
Tidak
dicintai Allah SWT
sebanyak
2 (dua) kali. Mukhtal adalah membanggakan diri sendiri dan mengabaikan
hak-hak orang lain; sedangkan Fakhur adalah membanggakan diri atas apa
yang berada di luar dirinya, seperti jabatan dan harta.
(8) Mustakbirin
(Sombong)
Tidak
dicintai Allah SWT
sebanyak
1 (satu) kali. Takabbur adalah sikap merasa “besar”, sehingga memandang
dirinya apa yang sebenarnya tidak dimiliki. Baik disebabkan oleh kelebihan
fisik, materi, ilmu, dan
lain-lain.
(9) Farihin
(Angkuh)
Tidak
dicintai Allah SWT
sebanyak
1 (satu) kali. Farihin adalah berlebihan dalam mengekspresikan
kenikmatan duniawi yang diperolehnya, sehingga berpotensi membuat orang lain
tidak rela.
Sedangkan dari analisis terhadap ayat-ayat lain yang tidak memuat terma “Allah Mencintai” (Allahu Yuhibbu) dan “Allah Tidak Mencintai” (Allahu la Yuhibbu), dapat diperoleh simpulan berikut:
Pertama, Al-Sabiqun (Golongan “Juara”) dan atau Ashhabul-Yamin (Golongan “Lulus”)
(1) Mukhbitin
(Tunduk)
Orang
yang hatinya sudah lunak, sehingga menampilkan sikap hidup rendah hati
(tawadhu’).
(2) Syakirin (Syukur)
Orang
yang mengekspresikan rasa terima kasih atas kenikmatan yang diperoleh melalui
hati, lisan dan perbuatan; terutama dengan tidak “menyakiti” Dzat yang telah
memberinya nikmat.
(3) Abrar
(Baik Sosial)
Orang
yang melakukan amal-amal shalih yang bernuansa kebaikan-sosial, semisal
bersedekah.
(4) Khasyi’in
(Khusyu’)
Khusyu’ adalah
ekspresi jasmani yang mencerminkan rasa rendah diri kepada Allah SWT (tadharru’).
Khusyu’ berdimensi fisik, Tadharru’ berdimensi hati.
(5) Mu’minin
(Iman)
Orang
yang sudah menjadi “pelaku” amalan Islami secara istiqamah, dikarenakan
kemantapan iman.
(6) Muslimin
(Islam)
Orang
yang masih “melakukan” amalan Islami kurang istiqamah, dikarenakan belum
mantapnya iman.
(7) Tawwabin
(Taubat)
Orang
yang memohon ampunan atas dosa atau kesalahan yang dilakukan. Ibarat orang yang
mandi setelah terkena noda.
(8) Awwabin
(Inabah)
Orang
yang memohon ampunan atas dosa atau kesalahan yang “belum” dilakukan. Ibarat
orang yang mandi meskipun belum terkena noda.
(9) Ahli
Kitab (Yahudi-Nasrani “Beriman”)
Orang
yang meyakini ajaran Nabi Musa AS dan Nabi Isa AS berdasarkan Taurat dan Injil
yang masih “belum” terdistorsi.
Kedua, Ashhabusy-Syimal (Golongan “Gagal”)
(1) Musyrikin
(Syirik)
Orang
yang menyekutukan Allah SWT. Biasanya mengacu pada golongan non-muslim yang
menganut paham politeisme, animisme-dinamisme,
dan lain-lain.
(2) Munafiqin
(Munafik)
Bagaikan
orang yang berdiri dengan satu kaki di dalam rumah (Islam) dan satu kaki di
luar rumah (Islam), sehingga sikapnya cenderung oportunis (mencari untung). Agama hanya dijadikan sebagai
alat untuk kepentingan atau kemanfaatan pribadi maupun kelompok.
(3) Fasiqin
(Fasik)
Bagaikan
“kulit buah yang dikelupas”. Dia termasuk buah (Islam), namun bukan bagian dari
buah tersebut (Islam) ketika dikonsumsi. Mengaku Islam, namun enggan
mengerjakan rukun Islam. (“Islam KTP”).
(4) Mukadzdzibin
(Dusta)
Bisa
bermakna orang yang berdusta; bisa pula bermakna orang yang mendustakan, yakni
tidak mempercayai ajaran agama Islam.
(5) Ahli
Kitab (Yahudi-Nasrani “Kafir”)
Orang
yang meyakini ajaran Nabi Musa AS dan Nabi Isa AS berdasarkan Taurat dan Injil
yang “sudah” terdistorsi.
Wallahu A'lam bi al-Shawab.
Wallahu A'lam bi al-Shawab.