Kilas Biografi Nabi Muhammad SAW
Dr. Rosidin, M.Pd.I
http://www.dialogilmu.com
Cover Kitab Tarikh Nabi Muhammad SAW karya Syaikh Thaha Yasin |
TERJEMAH KITAB TARIKH NABI MUHAMMAD SAW
Karya Syaikh Thaha Yasin
Muqaddimah
Penulis
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. اَلْحَمْدُ
ِللهِ: مَنْ يَهْدِ اللهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِيْ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ
لَهُ مُرْشِدًا. وَنُصَلِّيْ وَنُسَلِّمُ عَلَى نَبِيِّ الْهُدَى وَالرَّحْمَةِ،
اَلْمَبْعُوْثِ بِالْكِتَابِ وَالْحِكْمَة، سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِه
وَصَحْبِهِ وَأَتْبَاعِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَبَعْدُ :
Mengingat setiap perilaku junjungan
kita, Nabi Muhammad SAW, harus diteladani dan ditiru, terutama bagi umat muslim;
maka hati saya terbersit gagasan untuk menulis “Tarikh (Sejarah) Nabi
Muhammad SAW” dengan menggunakan bahasa Jawa berhuruf Arab Pegon, agar segera
bisa dimengerti oleh masyarakat awam.
Saya memohon kepada Allah SWT
mudah-mudahan kitab kecil ini bisa bermanfaat terhadap diri saya pribadi dan
terhadap setiap orang yang berkenan membaca karya ini. Amin.
Syaikh
Thaha Yasiin
Rendahnya
Derajat Manusia Secara Umum
Nabi
Muhammad SAW diutus oleh Allah SWT tidak hanya untuk bangsa Arab, melainkan juga
kepada seluruh manusia di dunia ini. Pada saat Nabi Muhammad SAW diutus sebagai
Rasulullah, manusia pada zaman itu telah merusak tatanan dunia dan moralnya
bejat, sehingga mereka mempunyai derajat yang sangat rendah.
Berkenaan
dengan peristiwa yang demikian ini, Allah SWT berfirman dalam Surat al-Rum [30]:
41
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا
كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ
يَرْجِعُونَ (41)
Telah nampak
kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,
supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali (ke jalan Allah). (Q.S. al-Rum [30]: 41)
Rusaknya
Moral Bangsa Arab
Pada
masa itu, moral bangsa Arab rusak parah, sampai-sampai melenceng dari akal
pikiran manusia normal. Kebiasaan minum-minuman keras yang nyata-nyata bisa
merusak akal pikiran, justru mereka jadikan sebagai sebuah kebanggaan; para
wanita bertempat tinggal di tempat-tempat pelacuran; kaum laki-laki bebas
berpoligami tanpa ada batasan; sya’ir-sya’ir yang berkaitan dengan
rahasia-rahasia wanita diperdengarkan di jalan-jalan dan di tempat-tempat
keramaian.
Kaum
Wanita Diperlakukan Layaknya Harta Warisan
Pada
masa itu, tidak ada peraturan ataupun undang-undang yang melindungi hak-hak
wanita, bahkan mereka diperlakukan layaknya harta warisan. Misalnya: jika ada
seorang wanita mempunyai anak tiri laki-laki, kemudian suami wanita itu
meninggal dunia, maka secara otomatis wanita itu diwarisi oleh anak tiri
tersebut. Baik dia sendiri yang menikahi ibu tirinya tersebut, ataupun
dinikahkan dengan orang lain. Semua itu tergantung pada si anak tiri.
Kerusakan
‘Aqidah
Sebelum
datangnya agama Islam, mayoritas bangsa Arab menyembah berhala, sehingga Ka’bah
dikelilingi berhala yang banyak. Bangsa Arab saat itu banyak yang mempercayai tahayul.
Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW sangat berat untuk menyeru mereka beribadah
kepada Allah SWT.
Nasab Nabi Muhammad SAW
Nasab Nabi SAW dari sang ayah adalah Muhammad ibn
Abdillah ibn ’Abd al-Muththalib ibn Hasyim ibn ’Abdi Manaf ibn Qushai ibn Kilab
ibn Murrah ibn Ka’ab ibn Lu’ai ibn Ghalib ibn Fihr ibn Malik ibn Nadhar ibn Kinanah
ibn Khuzaimah ibn Mudrikah ibn Ibnu Ilyas ibn Mudhar ibn Nizar ibn Ma’ad ibn ’Adnan.
Nasab ini sudah disepakati oleh para ahli Hadits dan sejarah.
Nasab Nabi SAW dari sang ibu adalah Muhammad ibn Aminah
binti Wahab ibn ’Abdi Manaf ibn Zuhrah ibn Kilab. ’Abdi Manaf di sini tidak
sama dengan ’Abdi Manaf pada nasab dari sang ayah. Oleh karena itu, nasab kedua
orang tua beliau sampai pada Kilab.
Nabi
Muhammad SAW Lahir
Ayahanda
Nabi SAW yang bernama Abdullah merupakan putra yang paling disayangi oleh ‘Abd
al-Muththalib, dibandingkan dengan putra-putranya yang lain. Ketika ‘Abdullah
berusia 18 tahun, beliau dinikahkan dengan Aminah binti Wahab. Tidak berselang
lama, ‘Abdullah meninggal dunia di kota Madinah (Yatsrib), sedangkan Nabi SAW
saat itu masih berada dalam kandungan sang ibunda.
Nabi
Muhammad SAW dilahirkan di Makkah sekitar waktu shubuh, hari Senin, tanggal 12
Rabi’ul Awwal, tahun Gajah atau bertepatan dengan tanggal 20 April 571 M.
Adapun
yang menyusui Nabi SAW adalah Halimah binti Abi Dzuaib dari Bani Sa’ad. Beliau
diasuh oleh Halimah sampai usia 4 tahun. Pada saat Nabi SAW berusia 6 tahun,
beliau diajak bepergian oleh ibundanya ke Madinah untuk menjenguk saudara-saudaranya
dari Bani ‘Adi ibn al-Najjar.
Dalam
perjalanan pulang dari Madinah, sang ibunda –Aminah– wafat ketika berada di desa Abwa. Jadi, ketika
masih berusia 6 tahun, Nabi SAW sudah tidak mempunyai ayah dan ibu. Selanjutnya
Nabi SAW diasuh oleh sang kakek, Abd al-Muththalib yang sangat mencintai
cucunya tersebut. Sang kakek juga yakin kalau cucunya nanti akan mempunyai
suatu kekuatan yang agung. Setelah merawat Nabi SAW selama 2 tahun, Abd al-Muththalib
akhirnya wafat. Lalu Nabi SAW diasuh oleh pamannya yang bernama Abu Thalib.
Sang paman ini benar-benar merawat Nabi SAW dengan baik, sampai-sampai melebihi
anaknya sendiri.
Pergi ke Syam untuk Kali Pertama
Pada saat Nabi SAW berusia 9 tahun, beliau diajak oleh
Abu Thalib untuk pergi ke Syam demi tujuan berdagang. Ketika sampai di dekat
desa Bashra, keduanya bertemu dengan seorang rahib yang bernama Bahira. Rahib
itu menasihati Abu Thalib agar jangan pergi ke negara Syam, karena di sana Nabi
SAW pasti akan dibunuh oleh orang-orang Yahudi. Selanjutnya Abu Thalib menuruti
nasihat si rahib, sehingga tidak jadi pergi ke Syam.
Rahib Bahira itu mengetahui bahwa Nabi SAW akan menjadi
Nabi penutup berdasarkan kesamaan sifat-sifat pada diri Nabi SAW dengan isi
kitab yang telah dibaca oleh si rahib Bahira.
Perang Fijar
Pada saat Nabi SAW berusia 20 tahun, terjadi peperangan
yang disebut Perang Fijar, yaitu peperangan antara bangsa Quraisy dengan bangsa
Qais. Pada saat perang Fijar, Nabi SAW bertindak sebagai prajurit bangsa
Quraisy. Dari sinilah Nabi SAW mulai dikenal sebagai sosok pemberani nan gagah.
Pada perang ini, tidak ada kubu yang kalah maupun yang menang, akhirnya kedua
kubu resmi berdamai.
Pergi ke Syam untuk Kali Kedua
Ketika Nabi SAW berusia 25 tahun, beliau kembali
bepergian ke Syam untuk berdagang atas perintah Khadijah, salah seorang majikan
wanita yang kaya raya, terhormat sekaligus berbudi pekerti yang baik. Oleh
karena itu, beliau dicintai oleh kaumnya. Nabi SAW diserahi tugas oleh Khadijah
RA karena beliau sudah terkenal sebagai orang yang sangat jujur dan bisa
dipercaya (Al-Amin). Kemudian beliau berangkat ke Syam bersama budak laki-laki
milik Khadijah yang bernama Maisarah.
Tata Cara Nabi SAW dalam Berdagang
Barang dagangan Nabi Muhammad SAW cepat laku karena
beliau mematok harga yang pantas, menawarkan barang secara luwes, sopan dan
tidak mau menipu. Oleh karena itu, dalam sekejap saja, beliau sudah bisa pulang
dengan membawa laba yang besar.
Keajaiban-keajaaiban Sepanjang Perjalanan Nabi
Mulai dari hari keberangkatan sampai tiba di rumah,
Maisarah melihat beberapa keajaiban, antara lain: adanya awan yang senantiasa mengikuti
jejak langkah Nabi SAW; batu-batu berjatuhan dari atas gunung karena ingin
memberi hormat kepada beliau. Hal yang sama juga dilakukan oleh binatang dan tumbuhan.
Sesampainya di rumah, Maisarah bercerita kepada Khadijah RA tentang pribadi
Rasulullah SAW dan keajaiban-keajaiban yang dia saksikan dengan mata kepala
sendiri sepanjang perjalanan.
Pernikahan dengan Khadijah RA
Setelah mengutus Nabi SAW untuk berdagang ke Syam,
Khadijah RA memerintahkan seorang wanita untuk melamar Nabi SAW untuk dirinya
sendiri. Pada saat itu, Khadijah RA berusia 40 tahun, sedangkan Nabi SAW
berusia 25 tahun. Pada saat itu, Khadijah RA sudah mempunyai anak yang bernama
Halah dari suaminya yang telah meninggal dunia.
Setelah paman Khadijah yang bernama Umar ibn Asad
bermusyawarah dengan Abu Thalib, pernikahan antara Nabi SAW dan Khadijah RA
dilangsungkan dengan dihadiri oleh sanak kerabat.
Kehidupan dan Perilaku Nabi SAW
Nabi SAW sejak kecil sudah menjadi yatim piatu dan tidak
memperoleh warisan yang cukup dari sang ayah. Kehidupan Nabi SAW memang sangat
berat. Oleh karena itu, beliau bekerja keras menghidupi diri sendiri dengan
bekerja sebagai penggembala kambing atau domba.
Meskipun hidup di tengah-tengah masyarakat yang suka
bermaksiat, suka bertengkar dan rusak moralnya, namun Nabi SAW sama sekali
tidak terpengaruh oleh semua itu. Beliau juga tidak pernah ikut menyembah
berhala. Beliau mempunyai sikap-sikap terpuji, tepat janji, menjaga amanah, dan
sebagainya. Semua akhlak terpuji itu dimiliki oleh Nabi SAW semenjak kecil
sampai menjadi Rasul. Intinya, beliau dijaga oleh Allah SWT dari perilaku
jahiliyah.
Cerita tentang Munculnya Nabi Terakhir
Selain ayat-ayat al-Qur’an yang menerangkan bahwa Nabi
SAW adalah Nabi terakhir, Kitab Taurat dan Injil juga menginformasikan hal
serupa.
Turunnya Wahyu Pertama
Setelah genap berusia 40 tahun, Nabi SAW diutus sebagai
Rasul oleh Allah SWT untuk menyebarkan Islam ke seluruh dunia. Sebelum menerima
wahyu, terlebih dulu beliau mengalami mimpi-mimpi yang indah. Kemudian beliau
melakukan ’uzlah (menyendiri) di gua Hira untuk beribadah (tahannuts)
siang-malam.
Pada suatu saat, Nabi SAW didatangi oleh Malaikat Jibril
AS yang membawa wahyu pertama berupa Surat al-’Alaq [96]: 1-5. Setelah itu
beliau pulang ke rumahnya dalam keadaan gemetar. Lalu beliau menyampaikan
kejadian itu kepada sang istri, Khadijah RA. Kemudian Khadijah RA berujar:
”Engkau tidak perlu susah, Allah SWT tidak akan berbuat jelek kepada orang yang
ahli merajut tali silaturrahim, suka menolong, suka menghormati tamu. Engkau
sama sekali tidak akan mengalami hal-hal buruk, setan tidak akan menggoda
engkau. Sesungguhnya engkau memang sudah dipilih oleh Allah SWT agar berdakwah
kepada kaum Anda”. Untaian kata ini membuat hati Nabi SAW menjadi tentram.
Khadijah RA mengajak Nabi SAW kepada putra pamannya yang
bernama Waraqah ibn Naufal, seorang ahli menulis kitab dengan bahasa Ibrani.
Setelah diberitahu panjang lebar, Waraqah berkata: ”Wahai Muhammad, Yang datang
kepada engkau (yaitu Malaikat Jibril) itu sama dengan makhluk yang mendatangi Nabi
Musa AS dan para nabi yang lain”. Keterangan ini semakin membuat hati beliau
menjadi tentram.
Wahyu Turun Terlambat
Setelah Nabi Muhammad SAW memperoleh wahyu pertama,
beliau tidak lagi menerima wahyu dalam kurun waktu 40
hari. Pada suatu hari, Rasululullah SAW mendengar suara dari langit. Ketika
melihat ke atas, tiba-tiba ada malaikat sudah ada di gua Hira. Seketika itu
beliau lari ke rumah beliau dan meminta Khadijah RA untuk menyelimuti beliau.
Sesaat kemudian, turunlah Jibril AS dengan membawa wahyu berupa Surat al-Muddatsir
[74]: 1-7.
Berdakwah
Secara Sembunyi-Sembunyi
Setelah
memperoleh wahyu kedua, Nabi Muhammad SAW segera berdakwah secara
sembunyi-sembunyi. Orang-orang yang pertama kali masuk Islam adalah Khadijah RA
(wanita), Ali ibn Abi Thalib (anak-anak), Zaid bin Haritsah (hamba sahaya), Abu
Bakar (orang dewasa), Ummu Aiman, Utsman ibn ‘Affan, Zubair ibn ‘Awwam,
Abdurrahman ibn ‘Auf, Shuhaib al-Rumi, ‘Ammar ibn Yasir al-‘Ansi, Abdullah ibn
Mas’ud, Abu Dzar al-Ghifari, ‘Ubaidah ibn Harits, Thalhah ibn ‘Ubaidillah,
Sa’ad ibn Abi Waqqash, Sa’id ibn Zaid, dan lain-lain. Mereka inilah yang biasa
dijuluki al-Sabiqun al-Awwalun (orang-orang yang pertama kali masuk
Islam).
Dakwah
Secara Terang-Terangan
Setelah
itu turun wahyu yang memerintahkan Nabi SAW untuk berdakwah secara
terang-terangan, yaitu Surat al-Hijr [15]: 94
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ
الْجَاهِلِيْنَ
Maka sampaikanlah
olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan
berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. (Q.S. al-Hijr [15]:
94).
Mulai
saat itu, Nabi SAW berdakwah secara terang-terangan tanpa rasa takut akan
bahaya yang dilakukan oleh kaum kafir.
Pada
suatu hari, Nabi SAW mengumpulkan kaum Quraisy di bukit Shafa. Di sana beliau
berdakwah kepada kaum Quraisy. Namun beliau dihina dan disakiti hatinya,
terutama oleh Abu Lahab. Pada saat
itulah turun Surat al-Lahab [111]: 1-5
Nasihat pada Kaum Kerabat
Kemudian turun ayat yang menyeru Nabi SAW untuk memulai
dakwahnya kepada kaum kerabat. Akhirnya beliau mengumpulkan Bani Hasyim, Bani
Mutthalib, Bani Naufal, dan Bani ‘Abdi Syams dari keturunan ‘Abdi Manaf. Di
tempat itu, Rasulullah SAW bersabda: “Wahai kerabatku, demi tiada tuhan selain
Allah. Sesungguhnya aku diutus Allah SWT kepada kalian semua, dan kepada
seluruh manusia. Ingatlah!, apapun yang kalian kerjakan nanti akan dihisab. Jika
berbuat kebaikan maka dibalas kebaikan, dan jika berbuat keburukan, maka
dibalas dengan keburukan pula”.
Nabi SAW juga menghina perangai buruk kaum kafir secara
terang-terangan. Oleh karena itu, beliau dihina dan dicela oleh mereka. Nabi
SAW juga menyayangkan kebodohan akal mereka dan menghina sesembahan mereka,
karena mereka telah meninggalkan agama tauhid Ibrahim AS.
Mendengar penghinaan itu, kaum kafir segera mengadu ke
Abu Thalib agar dia menasihati Nabi SAW untuk berhenti menghina
berhala-berhala. Jika Abu Thalib tidak mampu, maka sebaiknya dia menyerahkan
Nabi SAW kepada mereka.
Pada suatu hari, kaum kafir kembali mendatangi Abu Thalib
dan memaksanya untuk memilih salah satu dari tiga pilihan: a) Mencegah Nabi
SAW; b) Menyerahkan Nabi SAW kepada mereka; c) menyatakan perang terbuka dengan
kafir Quraisy.
Setelah orang-orang kafir pergi, Abu Thalib merasa sedih,
kemudian dia berusaha menasihati Nabi SAW, namun Nabi SAW hanya menjawab: ”Aku
tidak akan meninggalkan dakwah ini, meskipun tangan kananku dibebani matahari
dan tangan kiriku dibebani rembulan, sampai ajal menjemputku”. Mendengar
jawaban ini, Abu Thalib kembali mantap membela Nabi SAW.
Kaum Kafir Menyakiti Nabi SAW
Dalam menyebarkan agama Islam, Nabi SAW mengalami
berbagai macam bahaya yang menyusahkan dan menyakiti hati beliau, misalnya: dihina,
dipermalukan, dilempari batu, dan dilempari kotoran ketika sedang sujud waktu
shalat. Semua itu dihadapi oleh Nabi SAW dengan lapang dada dan penuh
kesabaran.
Adapun tokoh kafir Quraisy yang sangat sering menyakiti
Nabi SAW adalah Abu Jahal, Abu Lahab, ’Uqbah ibn Abi Mu’aith, al-’Ash ibn Wail,
Aswad ibn Abdi Yaghuts, Walid ibn Mughirah, Nadhr ibn Harits.
Abu Jahal, Nadhr dan ’Uqbah terbunuh di tangan kaum
muslimin, sedangkan Abu Lahab, ’Ash, Aswad dan Walid ditimpa penyakit yang
sangat ganas sampai mereka mati.
Islamnya Hamzah
Melihat kaum kafir semakin menjadi-jadi dalam memusuhi
Nabi SAW, paman beliau yang bernama Hamzah masuk Islam demi membela
kemenakannya semaksimal mungkin. Oleh karena itu, Hamzah memperoleh julukan Asadullah
(Harimau Allah).
Nabi Muhammad SAW Hendak Dijadikan Pemimpin
Ketika kaum kafir merasa semua usahanya sia-sia belaka,
bahkan keimanan kaum muslimin semakin kuat, maka mereka bermusyawarah untuk
membuat perjanjian dengan Nabi SAW. Musyawarah ini menghasilkan keputusan untuk
mengutus Utbah ibn Rabi’ah demi membujuk Nabi SAW.
Utbah berkata kepada Nabi SAW: ”Hai Muhammad, jika engkau
menghendaki harta dunia, kami siap menjadikan engkau sebagai orang terkaya di
sini. Jika engkau ingin memperoleh kemuliaan (kedudukan), kami akan mengangkat
engkau sebagai pemimpin kami”.
Mendengar itu Rasulullah SAW membacakan Surat Fushshilat [41]:
1-4
حم تَنْزِيْلٌ مِّنَ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ .
كِتَابٌ فُصِّلَتْ أَيَاتُهُ قُرْأَنًا عَرَبِيًّا لِقَوْمٍ يَعْلَمُوْنَ.
بَشِيْرًا وَّنَذِيْرًا فَأَعْرَضَ أَكْثَرُهُمْ فَهُمْ لاَ يَسْمَعُوْنَ
Haa Miim.Diturunkan
dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang dijelaskan
ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui. Yang
membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka
berpaling (daripadanya); maka mereka tidak (mau) mendengarkan.
Setelah mendengar ayat itu, Utbah diam seribu bahasa,
kemudian pergi.
Maksud kaum kafir menjadikan Nabi SAW sebagai pemimpin
adalah agar beliau tidak menyebarkan agama Islam, tidak mengolok-olok serta membuka
rahasia orang-orang kafir.
Nabi Muhammad SAW Diperingatkan oleh Allah SWT
Pada suatu saat, Nabi Muhammad SAW memberikan nasihat
kepada pembesar kaum Quraisy. Di sela-sela dakwah, ada seorang tuna netra
bernama Abdullah ibn Ummi Maktum yang berkata kepada beliau: ”Wahai Rasulullah,
mohon ajarilah saya tentang sesuatu yang telah diajarkan oleh Allah kepada
Anda”. Nabi Muhammad SAW tampak tidak memperdulikan orang tuna netra itu,
sehingga Allah SWT menegur beliau melalui firman-Nya dalam Surat ’Abasa [80]: 1-2.
Setelah turunnya ayat ini, setiap kali bertemu dengan
orang miskin, fakir, atau tuna netra, Rasulullah SAW senantiasa menampakkan
raut muka yang gembira dan berseri-seri.
Hijrah Pertama ke Habasyah (Ethiopia, Afrika)
Menilik pada beratnya penyiksaan yang dilakukan oleh kaum
kafir terhadap kaum muslimin, dan mereka menghalang-halangi umat muslim untuk
menunaikan (ajaran) agamanya, maka Rasulullah SAW bersabda:
تَفَرَّقُوْا فِي الْأَرْضِ،
فَإِنَّ اللهَ سَيَجْمَعُكُـمْ
Hendaklah kalian berpencar di muka
bumi, karena sesungguhnya Allah akan mengumpulkan kalian (lagi)
Rasulullah SAW
memerintahkan Shahabat RA untuk hijrah ke Habasyah (Ethiopia). Pada hijrah yang
pertama, ada 15 orang yang ikut hijrah, yaitu 10 orang laki-laki, dan 5 orang
wanita. Mereka hijrah ke Habasyah dengan mengendarai perahu atau kapal laut.
Islamnya Umar
RA
Pada saat masih
kafir, Umar RA sangat membenci dan sering kali menyakiti umat muslim. Namun
berkat doa Nabi SAW, Umar RA akhirnya masuk Islam. Doa yang dimaksud adalah:
أَللَّهُمَّ أَعِزَّ
الْإِسْـلاَمَ بِعُمَرَ
Ya Allah, mohon
kuatkanlah agama Islam melalui Umar.
KeIslaman Umar RA membawa pengaruh yang sangat penting.
Umar RA adalah orang yang meminta Nabi SAW supaya menjalankan shalat di masjid
secara terang-terangan, kemudian Nabi SAW menuruti permintaan tersebut. Dalam
Shahih Bukhari, Ibnu Mas’ud RA pernah berkata:
مَازِلْنَا أَعِزَّةً مُنْذُ
أَسْلَمَ عُمَرُ
Kami senantiasa mulia (jaya) semenjak Umar masuk Islam.
Kepulangan Shahabat RA dari Habasyah
Setelah tiga bulan berlalu, para
Shahabat RA yang hijrah ke Habasyah kembali lagi ke Makkah, namun mereka
dihalang-halangi oleh kaum kafir.
Boikot Bani Abdi Manaf
Kaum kafir merasa tidak mempunyai
jalan lagi untuk menghalangi Nabi SAW menyebarkan Islam. Oleh karena itu,
mereka pergi ke Abu Thalib untuk memintanya agar menyerahkan Nabi SAW untuk
dibunuh. Tentu saja Abu Thalib menolak mentah-mentah permintaan itu.
Kaum kafir bermusyawarah untuk
menentukan sikap terhadap Bani Abdi Manaf. Dari situ muncul keputusan untuk
memboikot Bani Abdi Manaf, yaitu tidak berjual beli dengan Bani Abdi Manaf
selagi mereka tidak mau menyerahkan Nabi SAW ke tangan kaum kafir Quraisy.
Pernyataan boikot itu ditulis dan
ditempelkan di dinding Ka’bah. Setelah boikot dijalankan, Bani Hasyim, Bani Abi
Thalib, dan Bani Mutthalib sama-sama mengungsi di satu tempat yang bernama
Syi’ib (lereng). Pemboikotan ini memaksa suku Bani Abdi Manaf makan
daun-daunan, karena sudah sangat kelaparan. Peristiwa pemboikotan ini terjadi
pada tahun ke-7 kenabian.
Hijrah Kedua ke Habasyah
Setelah Nabi SAW ke Syi’ib,
beliau memerintahkan kaum muslimin untuk hijrah lagi ke Habasyah. Peserta
hijrah kedua ini berjumlah 80 orang laki-laki dan 17 orang wanita serta
dikepalai oleh Ja’far ibn Abi Thalib. Setelah mengetahui rencana ini, kaum
kafir pun mengutus dua delegasi, yaitu ’Amr ibn Ash dan ’Ammar untuk menemui
Raja Najasy (Negus; penguasa Habasyah) dengan membawa aneka ragam hadiah, agar
sang raja berkenan mengusir kaum muslimin dari negerinya. Namun justru
mereka berdua yang diusir oleh sang raja dengan tidak hormat.
Berakhirnya Pemboikotan
Pemboikotan
berlangsung hampir tiga tahun. Banyak orang dari Bani Abdi Manaf yang hampir
meninggal dunia karena sangat kelaparan. Kemudian ada lima orang pembesar
Quraisy yang diketuai oleh Hisyam ibn ’Amr ibn Harits. Kelima orang ini meminta
supaya surat boikot itu dirusak, namun Abu Jahal menolak rencana ini. Meskipun
demikian, kelima orang ini tetap teguh untuk merusak papan boikot itu, apalagi
tulisan pada papan boikot itu memang hampir rusak, karena dimakan oleh rayap.
Utusan Najran
Pasca keluarnya
Nabi SAW dari Syi’ib, ada utusan dari suku Nasrani Bani Najran. Mereka
mendatangi Nabi SAW karena mendengar kaum muslimin banyak yang berhijrah ke Habasyah, sehingga
mereka merasa perlu untuk mencocokkan sifat-sifat Nabi SAW dengan kitab yang
telah mereka baca. Jumlah utusan tersebut sekitar 20 orang dan mereka semua
masuk Islam di hadapan Nabi SAW.
Wafatnya Sayyidah
Khadijah RA
Beberapa waktu
setelah berakhirnya boikot, Khadijah RA wafat pada usia 50 tahun. Nabi Muhammad
SAW sangat sedih, karena beliau merasa kehilangan kekuatan yang selama ini
mendukung beliau. Sayyidah Khadijah RA sendiri meninggalkan enam orang
putra-putri, yaitu: Qasim, ’Abdullah yang dijuluki Thayyib Thahir,
Zainab, Ruqayyah, Ummi Kultsum dan Fathimah. Sedangkan putra Nabi yang bernama
Ibrahim merupakan putra beliau dari Sayyidah Mariyah Qibthiyyah.
Menikah dengan
Saudah RA
Belum genap
satu bulan dari wafatnya Khadijah RA, Nabi SAW menikah lagi dengan Saudah binti
Zam’ah RA yang ditinggal wafat oleh suaminya. Sebelum sang suami wafat, Saudah
RA dimusuhi oleh kerabatnya yang tidak menyukai Islam. Saudah RA termasuk salah
satu peserta hijrah ke Habasyah yang kedua bersama suaminya.
Menikah dengan
’Aisyah binti Abu Bakar RA
Sebulan
kemudian, Rasulullah SAW menikah dengan ’Aisyah binti Abu Bakar RA. Pada saat
itu ’Aisyah RA belum genap berusia 7 tahun. Hanya ’Aisyah RA yang masih gadis
ketika dinikahi oleh Nabi SAW, karena
istri-istri beliau yang lain berstatus janda.
Wafatnya Abu
Thalib RA
Dua bulan
setelah wafatnya Khadijah RA, Abu Thalib juga wafat. Nabi SAW semakin bersedih,
karena sang paman adalah orang yang senantiasa menolong dan melindungi beliau
dari ancaman kaum kafir Quraisy, terlebih lagi Abu Thalib meninggal dunia tanpa
sempat mengucapkan dua kalimat syahadat.
Wafatnya Abu
Thalib membuat kaum kafir semakin menyakiti Nabi SAW, mereka menaburkan debu
dan melemparkan batu kepada Nabi SAW ketika beliau pergi ke masjid. Intinya,
kaum kafir merasa bebas untuk menyakiti Nabi SAW dengan sepuas-puasnya, karena
tidak ada lagi Abu Thalib yang mereka segani.
Penyiksaan yang
diterima Nabi SAW ini, sempat membuat beliau hijrah ke Thaif bersama Zaid ibn
Haritsah. Namun di tempat itu, Rasulullah SAW justru dilempari dengan batu
sampai kaki beliau berdarah-darah, bahkan beliau juga diusir dari Thaif. Oleh
karena itu, setelah satu bulan tinggal di Thaif, Nabi SAW memutuskan untuk
kembali ke Makkah. Beliau berhasil memasuki Makkah dengan selamat berkat bantuan
Muth’im ibn ’Adi.
Sesampainya Nabi Muhammad SAW di Makkah, beliau
kedatangan ahli syair yang bernama Thufail ibn ’Amr. Dia adalah salah seorang
kerabat Abu Hurairah RA. Setelah mendengar bacaan al-Qur’an, Thufail segera
menyatakan diri masuk Islam. Kemudian Rasulullah SAW memintanya untuk
menyebarkan Islam kepada kaumnya.
Isra’ Mi’raj
Isra’ adalah perjalanan Nabi SAW di malam hari dari
Masjidil Haram menuju ke Masjidil Aqsha. Sedangkan Mi’raj adalah naiknya Nabi
SAW dari Baitul Maqdis sampai ke Sidratul Muntaha. Peristiwa agung ini terjadi
pada tahun ke-11 kenabian. Peristiwa ini terekam dalam Surat al-Isra’ [17]: 1
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى
بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى
الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ
الْبَصِيرُ (1)
Maha Suci
Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram
ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan
kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Q.S. al-Isra’ [17]: 1)
Ketika Mi’raj, Nabi SAW memperoleh perintah kewajiban
shalat lima waktu. Di pagi harinya, Jibril AS mengajari shalat lima waktu
kepada beliau.
Nabi SAW juga menceritakan peristiwa Isra’ Mi’raj ini di
hadapan kaumnya, sehingga membuat beliau dianggap sudah gila dan dihina
habis-habisan, namun beliau tetap sabar menghadapi semua itu.
Tersebarnya agama Islam
Setelah Nabi Muhammad SAW melihat kaum Quraisy sangat
sulit diajak masuk Islam, bahkan mereka senantiasa memusuhi dan menghalang-halangi
dakwah beliau; akhirnya beliau mempunyai gagasan untuk berdakwah tentang Islam
di hadapan keramaian yang dihadiri oleh orang-orang dari negara atau daerah yang
beraneka ragam. Setelah berdakwah, di antara mereka ada yang menolak dengan
sopan maupun dengan kasar. Sedangkan penolakan terburuk dilakukan oleh kaumnya
Musailamah al-Kadzdzab (Nabi palsu).
Islamnya Orang-orang Madinah
Keramaian itu ternyata dihadiri oleh orang-orang dari
Madinah. Ketika Nabi SAW berdakwah, mereka memperhatikan beliau secara seksama.
Di situ mereka menyadari betul adanya sifat-sifat kerasulan sebagaimana yang
diterangkan oleh kaum Yahudi di Madinah. Oleh sebab itu, mereka segera masuk
Islam. Pada saat itu, ada enam orang dari suku Khazraj yang masuk Islam. Di
antara mereka ada yang bernama As’ad ibn Zurarah. Mereka inilah yang menjadi
salah satu penyebab tersebarnya Islam di Madinah (Yatsrib).
Sebelum pergi, mereka berjanji kepada Nabi SAW bahwa
mereka akan kembali lagi ke Makkah pada tahun berikutnya.
Pada tahun selanjutnya, ada 12 orang –10 dari suku Khazraj
dan 2 orang dari suku Aus– berbaiat masuk Islam. Kemudian mereka dibaiat oleh
Nabi Muhammad SAW untuk tidak boleh menyekutukan (syirik) Allah SWT dengan
apapun jua, tidak boleh mencuri, tidak boleh melakukan zina, tidak boleh
membunuh anak-anaknya sendiri, tidak berbuat onar, tidak menolak kebajikan,
menyeru pada kebenaran di manapun berada tanpa pernah takut dihina dalam menjalankan
agama Allah SWT, dan beliau berjanji kepada mereka bahwa jika mereka memenuhi
isi baiat tersebut, mereka akan dimasukkan ke surga.
Pada tahun berikutnya lagi, semakin banyak orang Madinah
yang pergi ke Makkah untuk menyatakan keIslaman mereka di hadapan Nabi SAW.
Jumlah mereka mencapai 70 orang laki-laki dan 2 orang wanita.
Nabi SAW memilih 12 orang yang dijadikan sebagai
pemimpin, lalu beliau bersabda: ”Kamu semua adalah pihak yang bertanggung-jawab
atas kebaikan kaum kalian sebagaimana kaum Hawariyyin yang menjamin keamanan
Nabi Isa ibn Maryam AS”. Setelah mereka kembali ke Madinah, mereka segera
menyebarkan Islam di daerah masing-masing.
Hijrah ke Madinah
Sepulangnya orang-orang Madinah yang masuk Islam ke
daerahnya masing-masing, agama Islam mulai terdengar di Madinah. Namun
orang-orang kafir Quraisy semakin menyakiti umat Islam yang tinggal di Makkah.
Oleh karena itu, Nabi SAW memerintahkan para Shahabat RA untuk hijrah ke
Madinah. Para Shahabat RA akhirnya pergi ke Madinah dengan cara menyamar,
kecuali Umar RA. Ketika jumlah umat muslim yang masih ada di Makkah tinggal
sedikit, maka kaum kafir berusaha semaksimal mungkin untuk mengahalangi
sisa-sisa kaum muslimin ini agar jangan sampai pergi ke Madinah, bahkan mereka
berusaha membunuh Nabi Muhammad SAW
Dar al-Nadwah
Dar an-Nadwah
merupakan salah satu gedung (aula) yang didirikan oleh Qushai ibn Kilab. Gedung
ini dijadikan sebagai tempat musyawarah perkara yang penting, yaitu perpindahan
umat muslim ke Madinah. Para pemimpin Quraisy bermusyawarah di gedung itu untuk
menentukan sikap terbaik dalam menghadapi Nabi SAW dan kaum muslimin.
Di antara usul yang masuk adalah Rasulullah SAW harus
dibunuh, akan tetapi pelakunya harus berasal dari banyak suku, agar mudah jika
nanti harus menghadapi Bani Abdi Manaf yang menuntut balas atas terbunuhnya
Nabi SAW. Ide ini disepakati oleh seluruh kabilah (suku); lalu setiap kabilah mengirimkan
para pemuda terkuat mereka dan mengepung kediaman Rasulullah SAW.
Di sisi lain, Rasulullah SAW memberitahu Abu bakar RA
bahwa beliau telah memperoleh perintah dari Allah SWT untuk menyusul hijrah ke
Madinah. Sebelum pergi, selimut yang biasa dipakai oleh Nabi SAW diberikan
kepada Ali ibn Abi Thalib RA untuk menyamar, sedangkan Nabi SAW pergi diam-diam
sambil membaca Surat Yasin [36]: 9
وَجَعَلْنَا مِنْ بَيْنِ أَيْدِيْهِمْ شَدًّا
وَّمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَأَغْشَيْنَاهُمْ فَهُمْ لاَ يُبْصِرُوْنَ
Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang
mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat
melihat. (Q.S. Yasin [36]: 9).
Hijrahnya
Nabi Muhammad SAW
Sebelum
keluar dari rumah, Nabi SAW terlebih dulu sudah memberitahu Abu Bakar RA bahwa
Allah SWT sudah mengizinkan beliau untuk hijrah. Oleh karena itu, beliau
membuat janji pertemuan dengan Abu Bakar RA di Gua Tsur. Pada saat itu, Nabi
Muhammad SAW berusia 53 tahun.
Demi
melihat rencana untuk membunuh Nabi SAW hampir gagal, maka kaum kafir segera
membuat sayembara untuk mencari Nabi SAW dengan upah 100 unta. Orang-orang pun bersama-sama
mencari Nabi SAW sampai di depan mulut Gua Tsur. Akan tetapi, atas pertolongan
Allah SWT, mereka tidak mengetahui kalau Nabi SAW dan Abu Bakar RA ada di gua
itu selama tiga hari tiga malam. Di gua tersebut, Abu Bakar RA merasa sedih dan
khawatir, namun Nabi Muhammad SAW menasihatinya. Peristiwa ini tercantum dalam
Surat al-Taubah [9]: 40
إِلَّا
تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ
اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ
اللَّهَ مَعَنَا
Jikalau kamu
tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu)
ketika orang-orang kafir (musyrikin Makkah) mengeluarkannya (dari Makkah)
sedang salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu
dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah
beserta kita.” (Q.S. al-Taubah [9]: 40).
Setelah
tiga hari berlalu, Nabi SAW dan Abu Bakar RA keluar dari Gua Tsur. Di tengah
perjalanan, beliau berdua dikejar-kejar oleh Suraqah yang naik kuda. Ajaibnya,
kaki kuda itu masuk dalam tanah. Kemudian dia meminta maaf kepada Rasulullah
SAW, dan beliau memaafkan kesalahan Suraqah.
Masjid
Quba
Nabi
Muhammad SAW masuk di Madinah pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awwal/20
September 622 M. Selanjutnya beliau membangun Masjid Quba dan menggunakannya
sebagai tempat shalat.
Ketika
sampai di Madinah, Rasulullah SAW yang menaiki unta disambut oleh masyarakat
Madinah. Mereka semua mempersilahkan Nabi SAW untuk singgah di kediaman
masing-masing. Nabi SAW sendiri mengatakan akan tinggal di rumah tempat unta
beliau berhenti, dan unta itu ternyata berhenti di depan rumah shahabat Abu Ayyub
al-Anshari RA.
Persaudaraan
Muhajirin-Anshar
Pekerjaan
pertama yang dilakukan oleh Nabi SAW begitu sampai di Madinah adalah
menjalinkan tali persaudaraan (ukhuwwah) antara kaum Muhajirin Makkah
dengan kaum Anshar Madinah. Para Shahabat Anshar tampak antusias dengan jalinan
persaudaraan ini, sehingga mereka beramai-ramai mempersilahkan kaum Muhajirin untuk
tinggal bersama mereka.
Ringkasan Kehidupan Nabi SAW di Makkah
Nabi Muhammad SAW tinggal di Makkah sampai usia 53 tahun,
atau 13 tahun masa kenabian.
Ringkasan Kehidupan Nabi SAW di Madinah
Dalam periode Madinah, Surat-surat al-Qur’an yang
turun kepada Nabi Muhammad SAW antara lain: al-Baqarah, Ali ’Imran, al-Nisa’,
al-Ma’idah, al-Anfal, al-Taubah, al-Hajj, al-Mukminun, al-Ahzab, al-Fath, al-Hujurat,
al-Hadid, al-Mujadalah, al-Hasyr, al-Mumtahanah, al-Shaff, al-Jumu’ah,
al-Munafiqun, al-Taghabun, al-Thalaq, dan al-Tahrim.
Berikut ini kami ketengahkan peristiwa sirah Nabawiyah
berdasarkan kronologi tahun Hijriyyah:
TAHUN 1 H
Nabi Muhammad SAW mendirikan Masjid Madinah (Masjid
Nabawi) dan permulaan disyari’atkannya adzan sebagai tanda masuknya waktu
shalat.
Persatuan Kaum Yahudi dan Kaum Munafik
Demi melihat umat muslim semakin bertambah, kaum Yahudi
Madinah mulai memusuhi kaum muslimin dengan bantuan kaum munafik yang dikepalai
oleh Abdullah ibn Ubay. Namun permusuhan tersebut urung terjadi. Justru muncul
perjanjian (Piagam Madinah) untuk tidak saling mengganggu dalam masalah agama.
Izin Perang dari Allah SWT
Allah SWT berfirman dalam Surat al-Hajj [22]: 39-40
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى
نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ (39) الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ
إِلَّا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ
Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena
sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha
Kuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung
halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: “Tuhan kami hanyalah Allah.” (Q.S. al-Hajj
[22]: 39-40).
Perintah memerangi kaum musrikin
Surat al-Taubah [9]: 36
وَقَاتِلُوْا الْمُشْرِكِيْنَ كَآفَّةً كَمَا
يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَافَّةً
Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi
kamu semuanya. (Q.S. al-Taubah [9]: 36).
Surat al-Nisa’ [4]: 74
فَلْيُقَاتِلْ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ الَّذِيْنَ
يَشْرُوْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا بِالْأَخِرَةِ، وَمَنْ يُقَاتِلْ فِيْ سَبِيْلِ
اللهِ فَيُقْتَلْ أَوْ يَغْلِبْ فَسَوْفَ نُؤْتِيْهِ أَجْرًا عَظِيْمًا
Karena itu hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan
kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang di jalan
Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan, maka kelak akan Kami berikan
kepadanya pahala yang besar. (Q.S. al-Nisa‘ [4]: 74).
Surat al-Anfal [8]: 15-16
يَآيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا إِذَا لَقِيْتُمُ
الَّذِيْنَ أَمَنُوْا إِذَا لَقِيْتُمُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا زَحْفًا فَلاَ
تُوَلُّوْنَ الْأَدْبَارَ. وَمَنْ يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلاَّ
مُتَحَرِّفًا لِقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَى فِئَةٍ فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ
مِنَ اللهِ وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang
kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka
(mundur). Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali
berbelok untuk (sisat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan
yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari
Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat
kembalinya. (Q.S. al-Anfal [8]: 15-16).
TAHUN 2 H
Perang Wuddan, perang Buwath, perang ‘Usyairah, dan
perang Badar pertama. Akan tetapi semua perang ini gagal terjadi.
Perpindahan Kiblat
Pada saat awal-awal tinggal di Madinah, kaum muslimin
shalat dengan menghadap ke Baitul Maqdis (Palestina). Setelah 16 bulan berlalu,
Rasulullah SAW diperintahkan oleh Allah SWT untuk shalat mengahadap ke Masjidil
Haram (Makkah).
Tahun 2 H adalah permulaan diwajibkannya puasa Ramadhan
dan zakat fitrah serta zakat mal.
Perang Badar Kedua
Pada tanggal 17 Ramadhan 2 H, Rasulullah SAW memimpin
pasukan muslim yang berjumlah 313 untuk berperang di daerah Badar, sedangkan
kaum kafir Quraisy berjumlah 1000. Dengan pertolongan Allah SWT, kaum muslimin
berhasil mengalahkan kaum kafir untuk pertama kalinya. Korban dari pihak kaum kafir
Quraisy sebanyak 70 orang dan 70 orang menjadi tawanan. Keterangan tentang
perang Badar ini salah satunya tertera dalam Surat Ali Imran [3]: 123
وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ بِبَدْرٍ وَأَنْتُمْ
أَذِلَّةٌ فَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (123)
Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu
adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah kepada
Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya. (Q.S. Ali ’Imran
[3]: 123)
Perang Qarqarah, Qainuqa’ dan Sawiq
Perang Qarqarah tidak sampai terjadi karena para musuh
sudah meninggalkan tempat begitu Nabi SAW sampai di tempat mereka.
Penyebab Perang Qainuqa’ adalah kaum Yahudi Madinah melanggar
perjanjian dan menantang kaum muslimin untuk berperang terbuka, bahkan mereka sangat
menghina dan melecehkan Nabi SAW. Berkenaan dengan peristiwa ini, Allah SWT
berfirman dalam Surat Ali ’Imran [3]: 12
قُلْ لِلَّذِيْنَ كَفَرُوْا
سَتُغْلَبُوْنَ وَتُحْشَرُوْنَ إِلَى جَهَنَّمَ وَبِئْسَ الْمِهَادُ
Katakanlah kepada orang-orang yang kafir: ”Kamu pasti akan dikalahkan (di
dunia ini) dan akan digiring ke dalam neraka Jahannam. Dan itulah tempat yang
seburuk-buruknya”. (Q.S. Ali ’Imran [3]: 12).
Kaum Yahudi Madinah dikepung oleh
kaum muslimin, kemudian diusir dari Madinah. Mereka melarikan diri ke Syam
(Syiria) pada tanggal 15 Dzulhijjah 2 H.
Pada Perang Sawiq, Abu Sufyan ingin
memerangi Nabi SAW dengan membawa 200 pasukan. Sebelum peperangan terjadi, kaum
kafir ini merusak tanaman. Rasulullah SAW segera menyusul kaum kafir dengan 200
pasukan, akan tetapi kaum kafir keburu kabur dan meninggalkan barang-barang
mereka. Di sana kaum muslimin memperoleh banyak barang rampasan (ghanimah)
yang berupa tepung. Oleh karena itu, perang ini disebut dengan Perang Sawiq yang
berarti ”tepung”.
Shalat Dua Hari
Raya
Tahun 2 H
adalah permulaan disunnahkan shalat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Sayyidina Ali ibn Abi
Thalib RA menikah dengan Sayyidah Fathimah RA. Pada saat itu, Sayyidina
Ali RA berusia 21 tahun, sedangkan Sayyidah Fatimah RA berusia 15 tahun.
TAHUN 3 H
Perang Ghathafan dan Perang Bahran
Pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal 3 H, Nabi Muhammad SAW
pergi ke Desa Ghathafan dengan membawa 450 pasukan untuk memerangi Bani
Tsa’labah dan Bani Maharib, karena mereka berencana melakukan pemberontakan di
Madinah. Ketika Rasulullah SAW tiba di Ghathafan, kedua suku ini lari dan
bersembunyi di gunung, namun pemimpin mereka yang bernama Da’tsur masuk Islam.
Pada tanggal 2 Jumadal Ula 3 H, Nabi Muhammad SAW
mendengar berita bahwa Kaum Yahudi Bani Sulaim ingin melakukan pemberontakan di
Madinah, namun ketika beliau sampai di daerah Sulaim, mereka sudah tidak berada
di tempat.
Perang Uhud
Para kaum Quraisy benar-benar ingin membalas kematian
para pemimpin mereka di Badar. Kaum Quraisy mengerahkan 3000 pasukan, di
samping pasukan berkuda dan peralatan perang yang lengkap.
Nabi Muhammad SAW segera bermusyawarah dengan para
Shahabat terkemuka. Dalam musyawarah itu, Nabi SAW mempunyai ide agar kaum
muslimin tidak keluar dari Madinah, namun mayoritas Shahabat RA mempunyai ide
untuk keluar dari Madinah. Rasulullah SAW menghormati pendapat Shahabat RA. Oleh
karena itu, beliau segera mempersiapkan diri dengan memakai pakaian perang.
Nabi Muhammad SAW membawa 1000 pasukan. Akan tetapi, di
tengah perjalanan ada 300 pasukan yang menarik diri karena dihasud oleh
Abdullah ibn Ubay, pimpinan kaum munafik.
Dalam Perang Uhud ini, pada mulanya kaum muslimin
memperoleh kemenangan, akan tetapi akhirnya mereka kalah. Ada 80 orang muslim
yang gugur, termasuk Hamzah RA. Sedangkan korban di pihak musuh cuma 23 orang.
Para Shahabat RA banyak yang terluka, bahkan ada gigi Nabi SAW yang tanggal
pada saat peperangan ini.
Kekalahan dalam Perang Uhud disebabkan kaum muslimin
tidak mengindahkan perintah Nabi SAW, yaitu agar pasukan panah jangan sekali-kali
meninggalkan posisi mereka. Akan tetapi, mereka tergiur dengan harta rampasan (ghanimah)
yang membuat mereka meninggalkan pos-pos mereka. Kemudian pos-pos itu diduduki
oleh Khalid ibn Walid yang menjadi awal mula kekalahan kaum muslimin.
Perang Hamra’ al-Asad
Pada pagi harinya, Nabi Muhammad SAW mengejar-ngejar kaum
Quraisy. Namun mereka melarikan diri dari kejaran tersebut.
Larangan Minum Khamr
Pada tahun 3 H, kaum muslimin dilarang keras untuk
meminum khamr (arak), meskipun hanya sedikit. Perintah ini ditunjukkan oleh
firman Allah SWT dalam Surat al-Ma’idah [5]: 90
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ
وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ (90)
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk
perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan. (Q.S. al-Ma’idah [5]: 90).
TAHUN4 H
Perang Bani Nadhir
Kaum Yahuni Bani Nadhir sudah terikat perjanjian dengan
kaum muslimin, yaitu kedua golongan tidak akan saling menyakiti. Akan tetapi
Bani Nadhir melanggar perjanjian itu dan hendak berbuat onar. Oleh karena itu,
mereka diusir dari Madinah dengan membawa seluruh harta-benda mereka selain
perlengkapan perang.
Perang Dzatu al-Riqa’
Pada bulan Rabi’ul Akhir, Nabi Muhammad SAW memperoleh
kabar bahwa Bani Maharib dan Bani Tsa’labah dari Nejd akan memerangi kaum
muslimin. Namun beliau berinisiatif untuk mendatangi kedua suku ini terlebih
dulu. Mendengar berita kedatangan Nabi SAW, kedua suku inipun melarikan diri.
Tahun 4 H adalah permulaan Nabi Muhammad SAW diajari
tentang shalat khauf (shalat dalam kondisi perang sedang berkobar) dan
turunnya ayat tentang Tayammum.
Perang Badar terakhir
Pada saat Perang Uhud, Abu Sufyan pernah menantang kaum muslimin
untuk kembali berperang pada tahun berikutnya di Badar. Ketika waktunya telah
tiba, Nabi Muhammad SAW membawa 1500 pasukan, akan tetapi justru Abu Sufyan
tidak berani menghadapi kaum muslimin.
Pada tahun 4 H pula, Sayyidah Zainab, putri Nabi
wafat. Hari kelahiran Husain RA, putra kedua Ali ibn Abi Thalib RA. Nabi
Muhammad SAW menikah dengan Hindun. Serta Nabi Muhammad SAW memerintahkan Zaid ibn
Tsabit untuk memperlajari tulisan orang Yahudi.
TAHUN 5 H
Nabi Muhammad SAW pergi ke Daumatul Jandal untuk memerangi
daerah itu, karena penduduknya bertindak sangat zhalim, yaitu merampok orang-orang
atau kafilah yang berlalu di sana. Rasulullah SAW ke sana bersama 1000 pasukan,
sehingga membuat para pengacau itu melarikan diri.
Perang Bani Mushthaliq
Sayyidah Aisyah RA
ikut serta dalam peperangan ini. Kaum muslim memperoleh kamenangan, mendapat
barang rampasan perang yang banyak, serta menahan beberapa orang Mushthaliq,
termasuk pemimpin mereka yang bernama Barrah binti al-Harits. Barrah ini
kemudian dipersunting oleh Rasulullah SAW untuk menjadi istri beliau, dan
namanya diganti menjadi Juwairiyah.
Perang Khandaq
Pada tahun 5 H, kaum musyrikin dan Yahudi bersatu untuk
memerangi kaum muslimin. Mereka berjumlah 10.000 tentara dengan dikepalai oleh
Abu Sufyan. Setelah mendengar rencana peperangan ini, Nabi Muhammad SAW segera
bermusyawarah dengan para Shahabat RA. Dalam musyawarah itu dihasilkan
keputusan untuk membuat parit (khandaq) yang mengitari kota Madinah.
Keputusan ini berdasarkan ide dari Salman al-Faris RA.
Pada Perang Khandaq, kaum muslimin mengalami kesulitan
yang luar biasa, karena tidak bisa memperoleh pasokan bahan makanan. Di sini
lain, Bani Quraizhah yang ada di Madinah ikut-ikutan memusuhi kaum muslimin,
begitu juga dengan kaum munafik. Sedangkan kaum musyrikin tak henti-hentinya
mengepung Kota Madinah sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat al-Ahzab [33]:
10
إِذْ جَاءُوكُمْ مِنْ
فَوْقِكُمْ وَمِنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَإِذْ زَاغَتِ الْأَبْصَارُ وَبَلَغَتِ
الْقُلُوبُ الْحَنَاجِرَ وَتَظُنُّونَ بِاللَّهِ الظُّنُونَا (10)
(Yaitu) ketika
mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi
penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu
menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka. (Q.S. al-Ahzab [33]: 10).
Pengepungan ini
terjadi selama 15 hari. Kemudian Allah SWT menurunkan pertolongan dengan
membuat Kota Madinah gelap gulita disertai badai angin yang sangat besar,
sehingga membuat kaum musyrikin kocar-kacir meninggalkan tempat mereka.
Perang
Quraizhah
Kaum muslimin meraih
kemenangan dalam Perang Quraizhah. Perang ini disebabkan pelanggaraan Bani Quraizhah
terhadap perjanjian yang sudah disepakati (tepatnya pada saat Perang Khandaq
terjadi). Oleh karena itu, mereka diperangi oleh kaum muslimin dan mayat mereka
dikuburkan di pasar Madinah.
Perubahan Hukum
Anak Angkat
Pada tahun 5 H,
ada perubahan hukum anak angkat, yakni anak angkat yang semula memperoleh hak
mewarisi dan diwarisi, kemudian hukum tersebut dihapus.
Pada tahun 5 H,
diturunkan ayat tentang hijab pada Surat Ahzab [33]: 53
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتَ النَّبِيِّ إِلَّا أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَى
طَعَامٍ غَيْرَ نَاظِرِينَ إِنَاهُ وَلَكِنْ إِذَا دُعِيتُمْ فَادْخُلُوا فَإِذَا
طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوا وَلَا مُسْتَأْنِسِينَ لِحَدِيثٍ إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ
يُؤْذِي النَّبِيَّ فَيَسْتَحْيِي مِنْكُمْ وَاللَّهُ لَا يَسْتَحْيِي مِنَ
الْحَقِّ وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ
ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا
رَسُولَ اللَّهِ وَلَا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَدًا إِنَّ
ذَلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمًا (53)
Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memasuki rumah- rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk
makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu
diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik
memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi
lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu
(menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada
mereka (istri- istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang
demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu
menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini istri- istrinya
selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar
(dosanya) di sisi Allah. (Q.S.
al-Ahzab [33]: 53).
Tahun 5 H
merupakan awal permulaan diwajibkannya ibadah haji bagi kaum muslimin.
TAHUN 6 H
Perang Bani Lihyan
Perang ini dilatarbelakangi oleh pembunuhan terhadap
‘Ashim RA, lalu Nabi Muhammad SAW mendatangi Bani Lihyan, tapi mereka melarikan
diri.
Perjanjian Hudaibiyyah
Pada tahun ini Nabi Muhammad SAW hendak menunaikan umrah
bersama para Shahabat RA yang berjumlah 1.500 orang. Mereka tidak membawa
perlengkapan apapun selain perlengkapan untuk perjalanan semata. Akan tetapi
kaum muslimin dihalangi oleh kafir Quraisy.
Setibanya di daerah Hudaibiyyah, kaum muslimin melakukan
perjanjian genjatan senjata dengan kafir Quraisy selama 4 tahun. Nabi Muhammad
SAW mengutus Utsman ibn ‘Affan RA dan beberapa Shahabat RA agar pergi ke Makkah
untuk menyampaikan surat perdamaian. Akan tetapi Utsman RA ditahan, bahkan
menurut kabar yang tersiar, Utsman RA telah dibunuh oleh kafir Quraisy.
Mendengar kabar ini, Nabi Muhammad SAW bergegas mengumpulkan kaum muslimin dan
membaiat mereka untuk membela Utsman RA sampai titik darah penghabisan.
Peristiwa baiat ini dilakukan di bawah pohon, dan setelah
selesai, turunlah Surat al-Fath [48]:10
إِنَّ
الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللَّهَ يَدُ اللَّهِ فَوْقَ
أَيْدِيهِمْ فَمَنْ نَكَثَ فَإِنَّمَا يَنْكُثُ عَلَى نَفْسِهِ وَمَنْ أَوْفَى
بِمَا عَاهَدَ عَلَيْهُ اللَّهَ فَسَيُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا (10)
Bahwasanya orang-orang yang berjanji
setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. ”Tangan”
Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya
akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa
menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar. (Q.S. al-Fath [48]: 10)
Kaum kafir Quraisy mendengar
terjadinya baiat ini. Oleh sebab itu, mereka cepat-cepat melepaskan Utsman RA
dan Shahabat RA yang lain.
Seruan pada Raja-raja
Pada tahun 6 H, Nabi
Muhammad SAW mengirim surat resmi kepada raja-raja agar masuk agama Islam,
mereka antara lain: Kaisar Romawi, Raja Bashra, Damaskus, Mesir, Habasyah,
Persia, Bahrain, Oman dan Yamamah. Raja yang menerima seruan Nabi SAW adalah
raja Oman dan Yamamah
TAHUN 7 H
Beberapa peristiwa penting yang terjadi pada tahun
7 H: a) kaum muslimin memperoleh kemenangan gemilang pada Perang Khaibar dan
berhasil menduduki benteng musuh; b) Kaum
muslimin yang hijrah ke Habasyah kembali ke Madinah; c) Takluknya
Kabilah Fidak; sedangkan Kabilah Taima’ berkenan membayar pajak perlindungan
kepada Rasulullah SAW; d) Pada
bulan Dzulqa’dah, Nabi Muhammad SAW dan para Shahabat RA yang mengikuti Perjanjian Hudaibiyyah,
melakukan ibadah umrah sebagai ganti dari umrah yang sebelumnya dihalangi oleh
kaum kafir. Kemudian Nabi SAW dan para
Shahabat RA tinggal di Makkah selama tiga hari; e) Terjadi perang Wadi al-Qura.
TAHUN 8 H
Pada tahun 8 H ini, terjadi Perang Mu’tah. Pasukan muslim
berjumlah 3.000, sedangkan tentara musuh berjumlah sekitar 150.000. Pada
mulanya kaum muslimin hampir mengalami kekalahan, akan tetapi kemudian berhasil
memenangkan peperangan ini.
Pada tahun 8 H ini
terjadi Fathul Makkah (Pembebasan Kota Makka). Nabi Muhammad SAW masuk
Masjidil Haram dan merobohkan berhala yang ada di sekitar Ka’bah sambil membaca
Surat al-Isra’ [17]: 81
وَقُلْ
جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا
Dan katakanlah: ”Yang benar telah
datang dan yang batil telah lenyap.” Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu
yang pasti lenyap. (Q.S. al-Isra’ [17]: 81).
Pada tahun 8 H
juga, kaum muslimin memperoleh kemenangan pada Perang Hunain; sedangkan Perang Thaif batal terjadi, sehingga
Rasulullah SAW kembali ke Madinah.
TAHUN 9 H
Di
antara peristiwa penting pada tahun 9 H adalah: a) Nabi Muhammad SAW memerintahkan
Ali ibn Abi Thalib RA bersama 150 Shahabat untuk menghancurkan berhala milik Suku
Thayyi’; b) Perang Tabuk. Nabi Muhammad
SAW membawa 3.000 pasukan, akan tetapi perang ini urung terjadi; c) Orang-orang
Tsaqif dan Thaif berduyun-duyun masuk Islam; d) Pada bulan Dzulqa’dah, Abu
Bakar RA diperintahkan oleh Rasulullah SAW untuk memimpin orang-orang yang
beribadah haji; e) Pemimpin kaum munafik, Abdullah bin Ubay meninggal dunia; f)
Putri Nabi, Ummi Kultsum RA wafat.
TAHUN 10 H
Pada tahun 10 H, Nabi Muhammad SAW mengutus Mu’adz ibn
Jabbal dan Abu Musa al-Asy’ari RA untuk menyebarkan agama Islam di Yaman.
Pada tahun 10 H, Nabi Muhammad SAW menjalani Haji Wada’
(Perpisahan). Pada tanggal 8 Dzulhijjah 10 H, beliau pergi ke Mina dan tanggal
9 Dzulhijjah 10 H pergi ke ‘Arafah. Beliau menyampaikan khutbah Wada’ di
‘Arafah, setelah mengucapkan syukur dan puji kepada Allah SWT dengan berhenti
pada setiap anak kalimat beliau bersabda:
”Wahai manusia sekalian! perhatikanlah kata-kataku ini! Aku tidak tahu,
kalau-kalau sesudah tahun ini, dalam keadaan seperti ini, tidak lagi aku akan
bertemu dengan kamu sekalian.
"Wahai para manusia, bahwasanya darah dan harta-benda kamu semua
adalah suci buat kamu, seperti hari ini dan bulan ini yang suci sampai datang
masanya kamu sekalian menghadap Tuhan. Dan pasti kamu akan menghadap Tuhan;
pada waktu itu kamu dimintai pertanggung-jawaban atas segala perbuatanmu. Sungguh,
aku sudah menyampaikan ini!
”Barangsiapa telah diserahi amanat, tunaikanlah amanat itu kepada yang
berhak menerimanya. Bahwa semua riba sudah tidak berlaku. Tetapi kamu berhak
menerima kembali modalmu. Janganlah kamu berbuat aniaya terhadap orang lain,
dan jangan pula kamu teraniaya. Allah telah menentukan bahwa tidak boleh lagi
ada riba dan bahwa riba 'Abbas ibn ’Abd al-Muththalib semua sudah tidak
berlaku.
”Bahwa semua tuntutan darah selama masa Jahiliah tidak berlaku lagi, dan
bahwa tuntutan darah pertama yang kuhapuskan ialah darah Ibn Rabi’ah bin
al-Harits ibn ’Abd al-Muththalib!
”Kemudian daripada itu saudara-saudara. Hari ini nafsu setan yang minta
disembah di negeri ini sudah putus buat selama-lamanya. Tetapi, kalau kamu
turutkan dia walau pun dalam hal yang kamu anggap kecil, yang berarti
merendahkan segala amal perbuatanmu, niscaya akan senanglah dia. Oleh karena
itu, peliharalah agamamu ini baik-baik.
”Saudara-saudara. Menunda-nunda berlakunya larangan bulan suci berarti
memperbesar kekufuran. Dengan itu orang-orang kafir itu tersesat. Pada satu
tahun mereka langgar dan pada tahun lain mereka sucikan, untuk disesuaikan
dengan jumlah yang sudah disucikan Tuhan. Kemudian mereka menghalalkan apa yang
sudah diharamkan Allah dan mengharamkan mana yang sudah dihalalkan.
”Zaman itu berputar sejak Allah menciptakan langit dan bumi ini. Jumlah
bilangan bulan menurut Tuhan ada duabelas bulan, empat bulan di antaranya ialah
bulan suci, tiga bulan berturut-turut dan bulan Rajab itu antara bulan
Jumadilakhir dan Sya’ban.
Kemudian daripada itu, saudara-saudara. Sebagaimana kamu mempunyai hak atas
istri kamu, juga istrimu sama mempunyai hak atas kamu. Hak kamu-atas mereka
ialah untuk tidak mengizinkan orang yang tidak kamu sukai menginjakkan kaki ke
atas lantaimu, dan jangan sampai mereka secara jelas membawa perbuatan keji.
Kalau sampai mereka melakukan semua itu Tuhan mengizinkan kamu berpisah tempat
tidur dengan mereka dan boleh memukul mereka dengan suatu pukulan yang tidak
sampai menyakiti. Bila mereka sudah tidak lagi melakukan itu, maka kewajiban
kamulah memberi nafkah dan pakaian kepada mereka dengan sopan-santun. Berlaku
baiklah terhadap istri kamu, mereka itu kawan-kawan yang membantumu, mereka
tidak memiliki sesuatu untuk diri mereka. Kamu mengambil mereka sebagai amanat
Tuhan, dan kehormatan mereka dihalalkan buat kamu dengan nama Tuhan.
”Perhatikanlah kata-kataku ini, saudara-saudara. Aku sudah menyampaikan
ini. Ada masalah yang sudah jelas kutinggalkan di tangan kamu, yang jika kamu
pegang teguh, kamu takkan sesat selama-lamanya - Kitabullah dan Sunnah
Rasulullah.
”Wahai Manusia sekalian! Dengarkan kata-kataku ini dan perhatikan! Kamu
akan mengerti, bahwa setiap muslim adalah saudara buat muslim yang lain, dan
kaum muslimin semua bersaudara. Tetapi seseorang tidak dibenarkan (mengambil
sesuatu) dari saudaranya, kecuali jika dengan senang hati diberikan kepadanya.
Janganlah kamu menganiaya diri sendiri.
”Ya Allah! Sudahkah kusampaikan?”
Sementara Nabi mengucapkan itu Rabi’ah mengulanginya
kalimat demi kalimat, sambil meminta kepada orang banyak agar menjaganya dengan
penuh kesadaran. Nabi juga menugaskan dia supaya menanyai mereka misalnya:
Rasulullah bertanya ”hari apakah ini?” Mereka menjawab: Hari Haji Akbar!
Nabi bertanya lagi: ”Katakan kepada mereka, bahwa darah dan harta kamu oleh
Tuhan disucikan, seperti hari ini yang suci, sampai datang masanya kamu
sekalian bertemu Tuhan.” Setelah
sampai pada penutup kata-katanya itu, beliau bersabda lagi: “Ya
Allah! Sudahkah kusampaikan?”. Maka serentak dari segenap penjuru orang menjawab:
"Ya!"
Lalu beliau bersabda:
”Ya Allah, saksikanlah ini!”
Selesai Nabi SAW mengucapkan khutbah, beliau turun dari
al-Qashwa’ (unta beliau). Beliau masih di tempat itu sampai pada waktu shalat
zhuhur dan ashar. Lalu Nabi SAW menaiki kembali unta
beliau menuju Shakharat. Pada waktu itulah Nabi SAW membacakan firman Allah SWT
kepada mereka:
الْيَوْمَ
أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ
الْإِسْلَامَ دِينًا
Pada hari ini
telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. (Q.S. al-Mai’dah
[5]: 3).
Abu
Bakar RA menangis ketika mendengarkan ayat ini, karena merasa bahwa risalah
Nabi SAW sudah selesai dan sudah dekat pula saatnya Nabi SAW hendak menghadap
Allah SWT (wafat).
TAHUN 11 H
Pada
hari Senin, 12 Rabi’ul Awwal 11 H atau 08 Juni 633 M, Nabi Muhammad SAW wafat
pada usia 63 tahun. Beliau dimakamkan pada hari Rabu di rumah Sayyidah ’Aisyah
RA.
Nabi
Muhammad SAW tidak menginggalkan benda-benda berharga, kecuali al-Qur’an dan
Hadits. Barangsiapa berpegang teguh pada keduanya, niscaya dia tidak akan
tersesat selamanya.
Wallahu
A’lam bi al-Shawab.