Multi Tafsir Surat al-'Alaq
Dr.
Rosidin, M.Pd.I
http://www.dialogilmu.com
Surat al-'Alaq: 1-5 sebagai Wahyu Pertama |
Gambaran Umum
Dalam
Tafsir al-Munir karya Wahbah al-Zuhaili, Surat ini disebut Surat al-‘Alaq
dan Surat Iqra’. Hubungan (munasabah) dengan Surat al-Tin adalah
Surat al-‘Alaq menjelaskan apa yang dimaksud dalam Surat al-Tin sebagai
“manusia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya (ahsani taqwim)”,
yaitu diciptakan dari materi ‘alaq (segumpal darah). Lima ayat pertama turun pada permulaan
turunnya wahyu al-Qur’an, sedangkan ayat selanjutnya turun setelah dakwah Nabi
SAW tersebar di kalangan kaum Quraisy.
Surat
al-‘Alaq memuat tiga tema besar.
Pertama, penjelasan hikmah Ilahi dalam penciptaan manusia
dari lemah menjadi kuat; disertai petunjuk untuk membekali diri dengan
keterampilan membaca (iqra’) dan menulis (‘allama bil-qalam)
sebagai ciri khas manusia dibandingkan makhluk lainnya.
Kedua, sikap manusia yang melampaui batas, yaitu membalas
nikmat Allah SWT dengan berbagai bentuk pengingkaran (kufur nikmat).
Ketiga, penjelasan perilaku “Fir’aun-nya” umat ini, yaitu
Abu Jahal yang mencegah Rasulullah SAW untuk melakukan shalat.
Asbabun
Nuzul
Asbabun Nuzul Surat al-‘Alaq: 1-5
Berkenaan
dengan peristiwa awal turunnya wahyu yang sudah populer dengan melibatkan
nama-nama seperti Nabi Muhammad SAW, Malaikat Jibril, Khadijah RA dan Waraqah
ibn Naufal (sepupu Khadijah yang beragama Nasrani, menulis Injil ke dalam
bahasa Arab dan sudah berusia lanjut serta tunanetra).
Asbabun Nuzul Surat al-‘Alaq: 6-8
Diriwayatkan
bahwa Abu Jahal berkata: "Apakah Muhammad meletakkan mukanya ke tanah
(sujud) di hadapan kamu?" Ketika itu orang membenarkannya. Lalu Abu Jahal
berkata: "Demi Latta dan 'Uzza, sekiranya aku melihatnya demikian, akan
aku injak batang lehernya dan aku benamkan mukanya ke dalam tanah." Ayat
ini turun berkenaan dengan peristiwa tersebut (Abu Hurairah RA).
Asbabun Nuzul Surat al-‘Alaq: 9-10
Diriwayatkan
bahwa ketika Rasulullah SAW sedang shalat, Abu Jahal datang untuk melarang Nabi
melakukannya. Lalu turun ayat ini, sebagai ancaman kepada orang yang
menghalang-halangi beribadah (Ibnu Abbas RA). Yang dimaksud orang yang
melarang dalam ayat ini ialah Abu Jahal; seorang hamba yang
dilarang ialah Rasulullah SAW. Akan tetapi usaha ini tidak berhasil karena
Abu Jahal melihat sesuatu yang menakutkannya. Setelah Nabi SAW selesai shalat,
berita itu disampaikan kepada Rasulullah. Lalu beliau bersabda: "Kalau Abu
Jahal jadi berbuat demikian, pasti dia akan dibinasakan oleh Malaikat.". Dalam
riwayat lain dikemukakan bahwa ketika Nabi SAW. sedang shalat, datanglah Abu
Jahal berkata: "Bukankah aku telah melarang engkau berbuat begini
(shalat)?" Ia pun dibentak oleh Nabi saw. Abu Jahal berkata:
"Bukankah engkau tahu bahwa di sini tidak ada yang lebih banyak
pengikutnya daripadaku?" Maka Allah menurunkan ayat ini sebagai ancaman
kepada orang-orang yang menghalang-halangi melakukan ibadat dan karena merasa
banyak pengikutnya (Ibnu Abbas RA)
Ayat
dan Terjemah
اقْرَأْ
بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ
وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ
مَا لَمْ يَعْلَمْ (5) كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَى (6) أَنْ رَآَهُ
اسْتَغْنَى (7) إِنَّ إِلَى رَبِّكَ الرُّجْعَى (8) أَرَأَيْتَ الَّذِي يَنْهَى
(9) عَبْدًا إِذَا صَلَّى (10) أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ عَلَى الْهُدَى (11) أَوْ
أَمَرَ بِالتَّقْوَى (12) أَرَأَيْتَ إِنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّى (13) أَلَمْ يَعْلَمْ
بِأَنَّ اللَّهَ يَرَى (14) كَلَّا لَئِنْ لَمْ يَنْتَهِ لَنَسْفَعَنْ
بِالنَّاصِيَةِ (15) نَاصِيَةٍ كَاذِبَةٍ خَاطِئَةٍ (16) فَلْيَدْعُ نَادِيَهُ
(17) سَنَدْعُ الزَّبَانِيَةَ (18) كَلَّا لَا تُطِعْهُ وَاسْجُدْ وَاقْتَرِبْ
(19)
Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan (1). Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah (2). Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Dermawan
(3). Yang mengajar (manusia) dengan perantaran pena (4). Dia mengajari manusia
apa yang tidak diketahuinya (5). Ketahuilah! Sesungguhnya manusia itu
benar-benar melampaui batas (6). Karena dia melihat dirinya serba cukup (7). Sesungguhnya
hanya kepada Tuhanmulah, (tempat) kembali-(mu) (8). Bagaimana pendapatmu
tentang orang yang melarang (9). Seorang hamba ketika mengerjakan shalat (10). Bagaimana
pendapatmu jika orang yang melarang itu berada di atas kebenaran? (11). Atau
dia menyuruh bertakwa? (12). Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu
mendustakan dan berpaling? (13). Tidaklah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah
melihat segala perbuatannya? (14). Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti
(berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya. (15) (Yaitu) ubun-ubun
orang yang mendustakan lagi durhaka. (16) Maka biarlah dia memanggil
golongannya (untuk menolongnya) (17). Kelak Kami akan memanggil malaikat
Zabaniyah [yaitu malaikat yang menyiksa orang-orang yang berdosa di dalam
neraka] (18). Sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah
dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan) (19).
Penafsiran
dalam Tafsir al-Munir karya Wahbah al-Zuhaili
Ayat 1: Penciptaan
merupakan nikmat yang pertama dan paling agung.
Ayat 2: Manusia
disebut untuk menunjukkan kemuliaan dan kehebatan fitrahnya
Ayat 3: Pengulangan
kata iqra’ bermakna bahwa membaca dilakukan secara berulang-ulang
(terus-menerus)
Ayat 4: Menulis
adalah pengikat ilmu pengetahuan, sehingga menumbuhkan peradaban.
Ayat 5: Ayat
ini selaras dengan atsar, “Barangsiapa mengamalkan apa yang diketahui, maka
Allah akan mengajari apa yang belum diketahui”.
Ayat 6: “Manusia”
di sini secara khusus adalah Abu Jahal. Tipe manusia yang berlebihan dalam
bermaksiat, karena memandang dirinya berkecukupan secara ekonomi, fisik dan
sosial.
Ayat 7: Setiap
insan akan dihisab oleh Allah SWT, terutama terkait dari mana dan ke mana harta
bendanya.
Ayat 8-9: Sungguh
bodoh orang yang melarang orang lain untuk mendirikan shalat (beribadah) kepada
Allah SWT.
Ayat 11-13: Apakah
tindakan melarang shalat itu dapat dibenarkan? Apakah menyuruh menyembah selain
Allah SWT itu tergolong ketakwan? Atau justru perilaku tersebut termasuk dusta
dan sikap berpaling dari ajaran Islam?
Ayat 14: Allah
SWT Maha Melihat, Mah Mendengar dan akan Membalas setiap perbuatan manusia.
Ayat 15-16: Kami akan
menyeret orang yang melarang orang lain untuk berbuat baik dan beribadah ke
dalam neraka.
Ayat 17-18: Silahkan
dia memanggil-manggil kaum dan keluarganya, niscaya kami pun akan memanggil
malaikat Zabaniyah yang keras dalam menyiksa
Ayat 19: Jangan
pernah menaati keinginan orang yang melarang ibadah! Justru bersujud dan
mendekatlah kepada Allah SWT. Penyebutan
kata “sujud” dalam ayat ini selaras dengan Hadis, “Manusia berada dalam kondisi
paling dekat dengan Tuhannya ketika dalam keadaan sujud, maka perbanyaklah
doa!”.
Penafsiran
dalam Tafsir Ilmiah Salman ITB
Topik Pertama: Iqra’-Qalam
Pertama, Objek membaca sifatnya umum, ayat qauliyah
(al-Qur’an) maupun kauniyah (alam semesta).
Kedua, Nama “Allah” tidak disebut, agar tidak tercampur
maknanya dengan pengertian “Allah” menurut Arab Jahiliyah, yaitu “Dewa Bulan”
yang dipahami memiliki anak-anak perempuan dan harus didekati lewat perantaraan
Ketiga, Iqra’ hanya berupa ayat-ayat Makkiyah,
sedangkan Tilawah berupa ayat-ayat Madaniyyah
Keempat, Iqra’ pertama mengacu pada belajar, sedangkan
iqra’ kedua mengacu pada mengajar. Iqra’ juga berkenaan dengan sistem
penyimpanan (memori). Pembacaan yang berkualitas perlu penyimpanan secara
efisien.
Kelima, Membaca terdiri dari input – proses – output.
Pancaindra adalah input, sedangkan baik-buruk output tergantung pada
pemrosesnya. Pemroses tersebut adalah hati (qalb), sedangkan akal adalah
asistennya. Akal bisa membedakan baik atau buruk, sedangkan hati dapat
memastikan benar atau salah. Dalam hal ini, al-Ghazali menuturkan bahwa manusia
bergerak dengan tiga pertimbangan. Ada kualitas baik (rasional), kualitas benar
(spiritual) dan kualitas nyaman (emosional). Pembaca yang ideal adalah yang
mendudukkan aspek spiritual sebagai “sang raja”.
Keenam, Setiap orang bisa membaca objek yang sama, namun
yang membedakan adalah kualitas pembacaannya. Kemampuan membaca adalah tanda
berfungsinya akal seseorang. Kualitas pembacaan juga ditandai dengan kedalaman
atau kejauhan pandangan. Misalnya membaca laut pada kedalaman 7 KM.
Ketujuh, Manusia yang makin menjauh dari Allah SWT, akan
mendapat banyak sekali gangguan pada “sensor”-nya, sehingga output-nya tidak
memberikan hasil yang sebenarnya. Kepekaan “sensor” manusia dilatih dengan
menaati perintah Allah SWT. Semakin jernih sensornya, semakin banyak informasi
yang masuk.
Kedelapan, Tingkat kepekaan “sensor” manusia berbeda-beda. Nabi
SAW (pernah melihat surga); waliyullah (melihat “masa depan”); orang bisa
(mendeteksi daging haram).
Kesembilan, Al-Qalam bisa dimaknai sebagai “alat” (pena)
atau hasil (tulisan). Sedangkan tulisan adalah rangkaian simbol atau tanda.
Topik Kedua: ‘Alaqah
Pertama, ‘Alaq bisa berarti darah yang menggumpal;
sperma yang meleleh; sesuatu yang menempel; kumpulan sel.
Kedua, ‘Alaqah adalah sperma dan ovum yang bergabung
menjadi embrio lalu mengalami proses implantasi (menempel) pada dinding rahim
dan akhirnya tumbuh menjadi janin.
Ketiga, ‘Alaqah secara embriologis berada di antara
dua fase: fase praimplantasi dan implantasi. Fase praimplantasi dimulai pada
saat fertilisasi (penyatuan sperma dan ovum; pembuahan) dan selesai setelah
embiro (zigot) yang terbentuk melekat pada dinding rahim. Sedangkan fase
implantasi terjadi antara hari ke-5 sampai ke-15 setelah fertilisasi. Pada
tahap ini, seorang ibu akan disebut hamil karena embrionya sudah berinteraksi
dengan dinding rahim.
Topik Ketiga: Nashiyah
Pertama, Ubun-ubun = otak depan (lobus frontal)
sebagai pusat kesadaran, baik kehendak jahat maupun kehendak baik. Dengan kata
lain, lobus frontal berfungsi sebagai pengambil keputusan. Lobus frontal
juga berperan dominan dalam mengendalikan emosi serta mempertahankan memori
jangka panjang.
Kedua, Bagian otak yang tepat di bawah ubun-ubun adalah
bagian dari sistem kendali atau sistem saraf.
Ketiga, Kerusakan lobus frontal mengakibatkan dampak
yang luas. Misalnya perubahan kepribadian; penyimpangan seksual juga sangat
mungkin terjadi karena kerusakan lobus frontal.
Keempat, “Ubun-ubun” juga bisa dimaknai dengan “tali
kematian” yang letaknya tidak pasti.
Wallahu A'lam bi al-Shawab.