Hadis Tarbawi: Tujuh Golongan di Bawah Naungan Allah SWT
Tujuh Golongan VVIP yang Dinaungi Allah SWT di Akhirat |
Dr. Rosidin, M.Pd.I
http://www.dialogilmu.com
سَبْعَةٌ
يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ: الإِمَامُ
الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِى عِبَادَةِ رَبِّهِ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ
فِى الْمَسَاجِدِ، وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِى اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ
وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ
فَقَالَ إِنِّى أَخَافُ اللَّهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لاَ تَعْلَمَ
شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ
عَيْنَاهُ (رواه البخاري ومسلم)
Nilai-nilai pendidikan:
(1) Allah SWT memberi kesempatan umat muslim untuk
menjadi bagian dari tujuh kelompok yang dinaungi di akhirat, melalui dua jalur.
Pertama, ibadah ritual (hablum min Allah) seperti hati terikat
oleh masjid (ibadah hati), berdzikir (ibadah lisan), dan beribadah (ibadah
badan).
Kedua, ibadah sosial (hamblum min
al-Nas), seperti bershadaqah yang ikhlas (harta); menjadi pejabat yang adil
(tahta); hubungan dengan lawan jenis yang dikontrol rasa takut kepada Allah SWT
atau khauf (wanita); hubungan dengan sesama manusia yang dilandasi cinta
kepada Allah SWT (cinta).
(2) Penggunaan kata “laki-laki” (rajul), ketika
tidak disandingkan dengan kata “wanita” (imra’ah), bermakna “seseorang”,
laki-laki maupun wanita; karena tidak ada diskriminasi dalam Islam terkait
kesempatan beramal shalih (Q.S. al-Nahl [16]: 97).
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ
فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ
مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (97)
Barangsiapa
yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (Q.S. al-Nahl [16]: 97).
(3) “Pejabat yang adil” (imamun ‘adilun)
menyangkut seseorang yang menggunakan kewenangan untuk kemaslahatan umum secara
adil. Adil berarti “tidak serba kurang” dan “tidak serba lebih”, melainkan “serba
tepat”. Misalnya, kebijakan pajak pendapatan dibebankan kepada orang kaya,
sedangkan orang miskin dibebaskan. Selain itu, kata adil biasanya ditujukan
pada kebijakan yang memuaskan satu pihak, sedangkan pihak lain tidak puas. Jika
kebijakan memuaskan kedua pihak, tidak disebut adil, melainkan al-qisth
(Q.S. al-Hujurat [49]: 9).
فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ
يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (9)
Damaikanlah
antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku al-qisth; sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang berlaku al-qisth (Q.S.
al-Hujurat [49]: 9).
(4) Pemuda yang tumbuh dalam suasana ibadah kepada
Allah SWT (syabun nasya’a fi ‘ibadati rabbihi). Al-Qur’an mengibaratkan
regenerasi seperti tanaman bertunas, lalu tunas itu tumbuh hingga menjadi pohon
yang kokoh (Q.S. al-Fath [48]: 29).
كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآَزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى
عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ
Seperti
tanaman yang mengeluarkan tunasnya, lalu tunas itu menjadikan tanaman tersebut kuat, kemudian menjadi besarlah dia dan
tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya, karena Allah hendak
menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin) (Q.S. al-Fath [48]: 29).
Artinya, sejak kecil anak-anak sudah dididik
nilai-nilai IMTAQ, sehingga sudah terbiasa ketika usia muda, layaknya tanaman
yang sejak tunas selalu dirawat agar lurus, sehingga tumbuh menjadi pohon yang
lurus juga.
(5) Orang dewasa yang hatinya terikat dengan masjid-masjid
(rajulun qalbuhu mu’alaqun fi al-masajid). Rangkaian redaksi Hadis
mengisyaratkan bahwa jika sejak muda terbiasa beribadah, maka ketika dewasa menjadi
pribadi yang gemar ke masjid, sehingga hatinya selalu merindukan masjid. Bukan hanya
satu, melainkan banyak masjid (al-masajid).
(6) Orang yang saling bersatu atau berseteru,
dilandasi cinta kepada Allah SWT (mahabbah). Misalnya, si A berteman
dengan si B, karena si B dinilai membuatnya termotivasi berbuat kebaikan dan
ketakwaan. Sebaliknya, si A menjauhi si C karena dinilai membuatnya terlibat
dalam kemaksiatan dan permusuhan (Q.S. al-Ma’idah [5]: 2).
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى
الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
Dan
tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan permusuhan (Q.S. al-Ma’idah [5]: 2).
(7) Orang yang digoda oleh lawan jenis yang secara
ekstrinsik terhormat (dzatu manshib), dan secara intrinsik rupawan (jamalin).
Kendati bisa jadi dia tertarik, dia mampu menjaga diri dari berbuat maksiat,
karena takut kepada Allah SWT (khauf); sebagaimana yang dialami Nabi
Yusuf AS bersama Zalikha (Q.S. Yusuf [12]: 24).
وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلَا أَنْ رَأَى بُرْهَانَ
رَبِّهِ كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ
عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ (24)
Sesungguhnya
wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan
pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya.
Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian.
Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih (Q.S. Yusuf [12]: 24).
(8) Orang yang bersedekah dengan ikhlas,
sampai-sampai “tangan kiri” tidak mengetahui apa yang disedekahkan “tangan
kanan”-nya. Al-Qur’an memberikan beragam cara bersedekah agar seseorang terlatih
ikhlas. Misalnya, sedekah hanya dari sebagian rezeki yang telah dianugerahkan
oleh Allah SWT (Q.S. al-Baqarah [2]: 3)
وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
Menafkahkan
sebagian reezki
yang Kami anugerahkan kepada mereka (Q.S. al-Baqarah [2]: 3).
tidak mau mengungkit-ungkit kembali sedekah yang pernah
diberikan, apalagi membuat si penerima merasa tersakiti (Q.S. al-Baqarah [2]:
262);
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لَا
يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا وَلَا أَذًى لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ
رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (262)
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan
menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima),
mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (Q.S. al-Baqarah [2]: 262).
sedekah diberikan pada waktu siang maupun malam;
secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan
(Q.S. al-Baqarah [2]: 274)
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ
سِرًّا وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ
عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (274)
Orang-orang
yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan
terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (Q.S.
al-Baqarah [2]: 274).
bersedekah ketika kondisi lapang maupun sempit (Q.S. Ali
‘Imran [3]: 134);
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ
(Yaitu)
orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 134).
bersedekah dalam jumlah kecil maupun besar (Q.S.
al-Taubah [9]: 121)
وَلَا يُنْفِقُونَ نَفَقَةً صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً وَلَا
يَقْطَعُونَ وَادِيًا إِلَّا كُتِبَ لَهُمْ لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا
كَانُوا يَعْمَلُونَ (121)
Dan mereka
tiada menafkahkan suatu nafkah yang kecil dan tidak (pula) yang besar dan tidak
melintasi suatu lembah, melainkan dituliskan bagi mereka (amal shalih pula) karena Allah akan
memberi balasan kepada mereka yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan (Q.S. al-Taubah
[9]: 121).
sesuai dengan statusnya, apakah kaya atau miskin;
tanpa memaksakan diri melebihi kemampuannya (Q.S. al-Thalaq [65]: 7)
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ
رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آَتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا
إِلَّا مَا آَتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا (7)
Hendaklah
orang yang mampu memberi nafkah menurut keleluasaannya. Dan orang yang
disempitkan rezekinya
hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak
memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan
kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan (Q.S. al-Thalaq [65]: 7).
(9) Orang yang berdzikir kepada Allah SWT di ruang
privat, hingga mengucurkan air mata. Termasuk orang yang sedang sendirian dan
mengingat dosa-dosanya, kemudian beristighfar kepada Allah SWT. Orang seperti
ini dijanjikan mendapatkan ampunan dan pahala yang agung (Q.S. al-Mulk [67]:
12).
إِنَّ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ
وَأَجْرٌ كَبِيرٌ (12)
Sesungguhnya
orang-orang yang takut kepada Tuhannya Yang tidak nampak oleh mereka, mereka
akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar (Q.S. al-Mulk [67]: 12).
Wallahu A’lam bi al-Shawab.
Singosari, 23 Januari 2018
Posting Komentar untuk "Hadis Tarbawi: Tujuh Golongan di Bawah Naungan Allah SWT"