Musuh Sejati Manusia
Ilustasi Langkah-Langkah Setan yang Menjerumuskan Manusia |
Dr. Rosidin,
M.Pd.I
http://www.dialogilmu.com
Tafsir
Tematik Terma ‘Aduwwun dan Derivasinya
Kata ‘Aduwwun
dan derivasinya disebutkan 106 kali dalam 92 ayat. Berdasarkan hasil analisis
terhadap ayat-ayat tersebut, ditemukan tiga kategori musuh sejati manusia.
Musuh Pertama, Setan. Setan adalah musuh yang nyata bagi manusia, sejak zaman
Nabi Adam AS:
أَلَمْ
أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَن لَّا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ
عَدُوٌّ مُّبِينٌ ﴿يس: ٦٠﴾
Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani
Adam supaya kamu tidak menyembah setan? Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata
bagi kamu (Q.S. Yasin [36]: 60).
Wujud
permusuhan setan kepada manusia adalah upaya tak kenal lelah untuk
menjerumuskan manusia ke dalam kubangan kemaksiatan, misalnya menggoda manusia
agar tidak mencari nafkah yang halal lagi thayyib.
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا
خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ ﴿البقرة: ١٦٨﴾
Hai umat manusia, makanlah yang halal lagi thayyib, dari
apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan;
karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu (Q.S. al-Baqarah [2]: 168).
Ayat
ini menggambarkan godaan setan dengan redaksi “langkah-langkah” (khuthuwat).
Artinya, setan tidak langsung menjerumuskan manusia dalam satu kali kesempatan,
melainkan secara perlahan-lahan, sehingga manusia tidak sadar jika sudah masuk
dalam perangkap setan. Ibaratnya, orang yang tersesat jalan karena mengikuti
petunjuk GPS; dikira jalannya sudah benar, tanpa terasa sudah melenceng jauh
dari jalan yang benar.
Ternyata
setan berhasil menggoda manusia. Buktina, banyak orang yang terjebak mencari
nafkah melalui jalur-jalur yang diharamkan, seperti perjudian (Maisir),
penipuan (Gharar), rentenir (Riba) atau ilegal (Bathil).
Selain
jalur ekonomi, setan juga menjerumuskan manusia dalam kemaksiatan melalui jalur
sosial, dengan cara mengobarkan api permusuhan dan kebencian; serta melalui
jalur ritual, dengan cara menghalangi manusia untuk berdzikir kepada Allah SWT dan
mendirikan shalat wajib.
إِنَّمَا
يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ
وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنتُم مُّنتَهُونَ
﴿المائدة: ٩١﴾
Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan
permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi, serta
menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari
mengerjakan pekerjaan itu) (Q.S. al-Ma’idah [5]:
91).
Setan
menggoda manusia dari berbagai arah: depan, belakang, kanan, kiri.
ثُمَّ
لَآَتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ
شَمَائِلِهِمْ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ ﴿الأعراف: 17﴾
Kemudian aku akan mendatangi mereka dari depan, dari
belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan
mendapati kebanyakan mereka bersyukur
(Q.S. al-A’raf [7]: 17).
Dari
arah depan, antara lain dengan menawarkan harta, tahta dan wanita; layaknya seorang
penggembala yang menyodorkan rumput hijau kepada domba. Dari arah belakang, antara
lain dengan mengingatkan masa lalu yang mengecewakan hati, sehingga manusia
tidak rela dengan takdir Allah SWT. Dari arah kanan, antara lain dengan “menggembosi”
semangat beramal shalih, semisal menakut-nakuti manusia dari kemiskinan, agar
tidak jadi bersedekah. Dari arah kiri, antara lain dengan mengobarkan semangat
berbuat maksiat, semisal memoles kemaksiatan seolah-olah ketaatan. Inilah yang kiranya
terjadi pada aksi-aksi terorisme atas nama Islam, yaitu kemaksiatan yang
dipoles oleh setan, sehingga tampak seperti ketaatan.
Hanya
saja, setan tidak mampu menggoda manusia dari arah atas, karena merupakan arah
datangnya rahmat Allah SWT. Demikian menurut pendapat Ibnu ‘Abbas RA terkait
tafsir Surat al-A’raf [7]: 17.
Setan adalah
penggoda manusia yang sempurna godaannya. Apalagi setan sudah terlatih sejak
zaman Nabi Adam AS. Di samping itu, setan dapat melihat manusia, sedangkan manusia
tidak dapat melihat setan. Oleh sebab itu, wajar jika manusia melawan setan diibaratkan
seorang petinju amatir yang ditutup matanya melawan seratus petinju profesional
yang terbuka matanya. Tentu “mustahil” bagi manusia menang dari setan. Oleh
sebab itu, hanya ada satu jalur yang dapat ditempuh oleh manusia agar dapat
menang melawan godaan setan, yaitu memohon perlindungan Allah SWT.
وَإِمَّا
يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
﴿الأعراف:
200﴾
Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan setan, maka berlindunglah kepada
Allah (Q.S. al-A’raf [7]: 200).
Berikut doa yang diajarkan langsung oleh Allah SWT, dalam
upaya menghadapi godaan setan:
وَقُلْ
رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ. وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ.
﴿المؤمنون: 97-98﴾
Dan berdoalah: “Ya Tuhanku, aku berlindung kepada Engkau dari
bisikan-bisikan setan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku, dari
kedatangan mereka kepadaku” (Q.S. al-Mu’minun [23]:
97-98).
Rasulullah SAW pun pernah mengajarkan doa kepada kita
agar terhindar dari godaan setan, terutama ketika sedang dalam keadaan marah. Diriwayatkan
oleh Mu’adz ibn Jabbal RA, bahwa ada dua orang saling mencela di dekat
Rasulullah SAW. Salah seorang di antaranya sangat marah, seolah-olah hidungnya mau
lepas. Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya aku akan mengajarkan
sebuah kalimat (doa), yang jika diucapkan, niscaya akan menghilangkan rasa
marah. Lalu Mu’adz RA bertanya: “Apakah kalimat tersebut wahai Rasulullah?”. Rasulullah
SAW bersabda:
اللَّهُمَّ
إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ.
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari setan yang terkutuk.
Selanjutnya Mu’adz RA memerintahkan kepada orang
yang sedang marah agar membaca kalimat itu; namun dia menolak. Sehingga
kemarahannya semakin menjadi-jadi (H.R. Abu Dawud).
Musuh Kedua, Orang Lain. Sejak awal, Allah SWT sudah menetapkan bahwa manusia
adalah musuh bagi sesama manusia.
قَالَ
اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ وَلَكُمْ فِي الْأَرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ
إِلَىٰ حِينٍ ﴿الأعراف: ٢٤﴾
Allah berfirman: “Turunlah kamu sekalian, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Dan kamu mempunyai tempat
kediaman dan kesenangan (tempat mencari kehidupan) di muka bumi sampai waktu
yang telah ditentukan”
(Q.S. al-A’raf [7]: 24).
Terbukti, pertikaian hingga peperangan terus berlangsung sepanjang zaman. Dalam skala luas,
permusuhan antar manusia terjadi dalam bentuk kompetisi di berbagai ranah
kehidupan. Misalnya, pedagang bermusuhan dengan pedagang lain; politikus bermusuhan dengan sesama
politikus; bahkan ustadz bermusuhan dengan ustadz saingannya.
Dalam menghadapi musuh sesama manusia, al-Qur’an
menyarankan agar menghadapi musuh dengan cara yang lebih baik. Dengan harapan,
permusuhan tersebut dapat
berubah menjadi persahabatan. Inilah yang diteladankan oleh Rasulullah
SAW dan diabadikan dalam al-Qur’an:
وَلَا
تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا
الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ ﴿فصلت: ٣٤﴾
Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Balaslah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang
antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang
sangat setia (Q.S. Fushshilat [41]: 34).
Oleh sebab itu, al-Qur’an juga memerintahkan umat
muslim agar senantiasa berpegang tegung pada ajaran Islam yang menganjurkan
persatuan dan kesatuan, bukan malah bercerai-berai.
وَاعْتَصِمُوا
بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ
إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا
وَكُنتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ
اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ ﴿آلعمران: ١٠٣﴾
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah
kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu
(masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu
menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu
telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat
petunjuk (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 103).
Inilah yang dialami oleh kaum Anshor dari suku Aus dan
Khazraj yang sudah begitu lama bermusuhan, namun akhirnya bersatu-padu dalam ikatan
Islam.
Untuk menumbuhkan rasa persatuan antara umat muslim,
patut disadari bahwa selama seseorang menyandang status sebagai muslim, dia
adalah saudara seagama. Oleh sebab itu, kita tidak layak untuk memperlakukannya
sebagai musuh yang patut dibinasakan.
Mari
kita simak sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA berikut:
الْمُسْلِمُ
أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَخُونُهُ وَلاَ يَكْذِبُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ، كُلُّ
الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ عِرْضُهُ وَمَالُهُ وَدَمُهُ، التَّقْوَى
هَا هُنَا، بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْتَقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ
(رواه الترمذي)
Orang muslim adalah
saudara orang muslim lainnya. Seorang muslim
tidak boleh mengkhianati, membohongi dan merendahkan sesama muslim. Setiap
muslim atas muslim lainnya adalah suci (haram diganggu) harga dirinya, hartanya
dan nyawanya. Takwa itu di sini. Sudah cukup seseorang disebut buruk, ketika
menghina saudaranya yang berstatus muslim
(H.R. al-Tirmidzi).
Meskipun dalam setiap persatuan akan ditemukan hal-hal
yang kurang berkenan di hati kita, namun itu jauh lebih baik daripada kita
menemukan hal-hal yang kita senangi dalam perpecahan. Hal ini dikarenakan,
persatuan mengundang rahmat, sedangkan perpecahan mengundang adzab. Sesuai
dengan riwayat Jabir RA:
وَمَا
تَكْرَهُوْنَ فِي الْجَمَاعَةِ خَيْرٌ مِمَّا تُحِبُّوْنَ فِي الْفُرْقَةِ. فِي الْجَمَاعَةِ
رَحْمَةٌ، وَفِي الْفُرْقَةِ عَذَابٌّ (رواه الديلمى)
Apa yang kalian benci dalam persatuan, lebih baik daripada apa yang
kalian senangi dan perpecahan. Dalam persatuan terdapat rahmat, sedangkan dalam
perpecahan terdapat adzab (H.R. al-Dailami).
Itulah mengapa, agar kita tidak terjebak dalam
permusuhan yang saling mengalahkan dan akhirnya berujung perpecahan antar umat
muslim; lebih baik kita mengganti permusuhan dengan kerja sama yang menguntungkan.
وَتَعَاوَنُوا
عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا
اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ ﴿المائدة: ٢﴾
Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan ketakwaan, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya
(Q.S. al-Ma’idah [5]: 2).
Musuh Ketiga, Keluarga. Adakalanya musuh manusia adalah saudaranya sendiri.
Seperti yang pernah dialami oleh Nabi Yusuf AS
قَالَ
يَا بُنَيَّ لَا تَقْصُصْ رُؤْيَاكَ عَلَىٰ إِخْوَتِكَ فَيَكِيدُوا لَكَ كَيْدًا إِنَّ
الشَّيْطَانَ لِلْإِنسَانِ عَدُوٌّ مُّبِينٌ ﴿يوسف: ٥﴾
Ayahnya berkata: “Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu
kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan) mu. Sesungguhnya
setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia” (Q.S.
Yusuf [12]: 5).
Terkadang musuh manusia adalah istri dan anak-anaknya.
Sebagaimana yang dialami oleh Sayyidah Asiyah yang bersuamikan Fir’aun;
Istri Nabi Luth yang ingkar kepada beliau; Anak Nabi Nuh AS yang ingkar kepada
beliau; Nabi Ibrahim AS yang dimusuhi oleh ayah beliau; Bahkan Nabi Muhammad
SAW pun dimusuhi oleh paman beliau sendiri yang bernama Abu Lahab.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ
فَاحْذَرُوهُمْ وَإِن تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ
رَّحِيمٌ ﴿التغابن: ١٤﴾
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara
istri-istrimu dan anak-anakmu, ada yang menjadi musuh bagimu; maka
berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi
serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang (Q.S. al-Taghabun [64]: 14).
Pada akhirnya, tulisan
ini saya tutup dengan ayat yang memerintahkan agar umat muslim tidak terlibat
dalam desas-desus yang memicu permusuhan; seharusnya lebih banyak melibatkan
diri pada perbincangan yang dapat mengantarkan pada ketakwaan
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَنَاجَيْتُمْ فَلَا تَتَنَاجَوْا بِالْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
وَمَعْصِيَتِ الرَّسُولِ وَتَنَاجَوْا بِالْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ وَاتَّقُوا اللَّهَ
الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ ﴿المجادلة: ٩﴾
Hai orang-orang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan rahasia,
janganlah kamu membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan dan berbuat
durhaka kepada Rasul. Dan bicarakanlah tentang membuat kebajikan dan takwa. Dan
bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu akan dikembalikan (Q.S. al-Mujadilah [58]: 9).
Wallahu
A’lam bi al-Shawab.
Posting Komentar untuk "Musuh Sejati Manusia"