Bekal Pendidik dan Da'i
Dakwah Kontemporer via Internet |
Dr. Rosidin, M.Pd.I
http://www.dialogilmu.com
Tafsir
Tarbawi Surat Thaha [20]: 25-35
قَالَ رَبِّ
اشْرَحْ لِي صَدْرِي (25) وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي (26) وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ
لِسَانِي (27) يَفْقَهُوا قَوْلِي (28) وَاجْعَلْ لِي وَزِيرًا مِنْ أَهْلِي (29)
هَارُونَ أَخِي (30) اشْدُدْ بِهِ أَزْرِي (31) وَأَشْرِكْهُ فِي أَمْرِي (32)
كَيْ نُسَبِّحَكَ كَثِيرًا (33) وَنَذْكُرَكَ كَثِيرًا (34) إِنَّكَ كُنْتَ بِنَا
بَصِيرًا (35)
Musa
berdoa: “Wahai Rabb-ku, mohon lapangkanlah untukku dadaku. Dan mudahkanlah
untukku urusanku. Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku. Supaya mereka mengerti
perkataanku. Dan mohon jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku. (Yaitu)
Harun, saudaraku. Teguhkanlah dengan dia kekuatanku. Dan jadikankanlah dia
sekutu dalam urusanku. Supaya kami banyak bertasbih kepada-Mu. Dan banyak berdzikir kepada-Mu. Sesungguhnya
Engkau adalah Maha melihat (keadaan) kami”.
Nilai-nilai
Pendidikan:
قَالَ رَبِّ
Bekal Pertama, Berdoa kepada Allah Yang Maha Mendidik.
Jika Nabi Musa AS yang gagah
perkasa lagi terpercaya (Q.S. al-Qashash [28]: 26) saja berdoa sebelum
berdakwah, pendidik dan da’i masa kini jauh lebih wajar berdoa.
Doa
ditujukan kepada Rabb, Allah Yang Maha Mendidik, agar mendidik
pendidik dan da’i selama proses pendidikan dan dakwah.
اشْرَحْ لِي
صَدْرِي
Bekal Kedua, Lapang
Dada.
Pendidik dan da’i menjadikan
aktivitas pendidikan dan dakwah layaknya menghirup oksigen yang melegakan dada;
bukan layaknya beban yang menyesakkan dada akibat kekurangan oksigen (Q.S. al-An’am
[6]: 125).
فَمَنْ
يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَمَنْ يُرِدْ
أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي
السَّمَاءِ
Barangsiapa
yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia
melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki
Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah
ia sedang mendaki langit (Q.S. al-An’am [6]: 125).
Lapang dada ibarat danau yang
menampung beragam “sampah” (problematika) umat, namun warna, rasa dan bau air
danau tidak berubah; sedangkan sempit dada ibarat seember air yang berubah
warna, rasa dan baunya saat kejatuhan sampah.
وَيَسِّرْ لِي
أَمْرِي
Bekal Ketiga, Solutif.
Pendidik
dan da’i menjadi “problem solver” (penyelesai masalah), bukan malah “problem
maker” (pembuat masalah), seperti pendidik dan da’i yang memicu permusuhan
antar umat muslim atau
warga negara.
Sebagai problem solver, pendidik dan da’i membutuhkan pemikiran mendalam dan alternatif
solusi beragam. Bukan berpikir simplistis yang terdengar mudah, namun begitu sulit
dan membingungkan untuk dilaksanakan. Misalnya, pendidik dan da’i yang gemar mengusung “pamflet” Islam melalui
slogan “Islam adalah solusi berbagai permasalahan”, namun tidak memberi
tuntunan yang jelas dan praktis terkait operasionalisasinya.
Contoh
solusi konkret dan operasional adalah apa yang pernah dilakukan oleh Nabi Yusuf
AS dalam menyelesaikan krisis pangan di Mesir; apa yang
dilakukan Raja Dzulqarnain untuk membangun tembok yang tidak bisa ditembus oleh
Ya’juj Ma’juj; dan apa yang dilakukan Rasulullah SAW dengan mempersaudarakan
umat muslim, membangun masjid dan pasar, sehingga umat muslim tumbuh menjadi
masyarakat yang sejahtera secara lahir (kaya) dan batin (iman).
وَاحْلُلْ عُقْدَةً
مِنْ لِسَانِي (27) يَفْقَهُوا قَوْلِي (28)
Bekal Keempat, Komunikatif.
Pendidik
dan da’i memiliki skill public speaking di atas rata-rata. Public speaking tidak terbatas lisan, melainkan juga tulisan. Bisa
jadi, pendidik dan da’i ahli berceramah, namun sulit menulis; demikian
sebaliknya. Poin pentingnya adalah
pesan-pesan pendidikan dan dakwah dipahami oleh masyarakat (yafqahu
qauli).
Tentu, keterampilan public
speaking secara lisan maupun tulisan, harus disesuaikan dengan situasi,
kondisi dan selera masyarakat yang menjadi mitra dakwah dan pendidikan (Q.S. Ibrahim [14]: 4)
وَمَا
أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ
Kami
tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia
dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka (Q.S. Ibrahim [14]: 4).
وَاجْعَلْ لِي
وَزِيرًا مِنْ أَهْلِي (29) هَارُونَ أَخِي (30)
Bekal Kelima, Kemitraan.
Pendidikan dan dakwah bukan
bersifat figuratif (mengandalkan figur), melainkan kolaboratif (mengandalkan kerjasama).
Misalnya, Pendidik dan da’i memiliki ide cemerlang, namun tidak mampu menyajikannya
dengan menarik; maka dia dapat bekerjasama dengan pakar desain grafis yang
membantunya membuat slide, mind-map atau gambar yang atraktif. Jauh lebih baik jika mitra tersebut adalah orang yang
sudah dikenal dengan baik bagaikan saudara sendiri, atau bahkan saudaranya
sendiri,
seperti Nabi Harun AS bagi Nabi Musa AS.
Perjalanan
hijrah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW menggambarkan dengan baik tentang
pentingnya kemitraan (kerjasama). Misalnya, Ali bin Abi Thalib RA (anak-anak)
diminta berpura-pura menjadi Rasulullah SAW yang masih tertidur dengan berselimut
di kamar; Abdullah ibn Abu Bakar (pemuda) yang bertugas mengawasi gerak-gerik
kaum kafir Quraisy; Asma’ binti Abu Bakar RA (wanita) yang bertugas menyediakan
perbekalan konsumsi; Amir bin Fahirah RA (orang “biasa”) yang bertugas
menghilangkan jejak dengan menggembalakan kambing pada bekas jejak langkah
Rasulullah SAW; Abu Bakar RA (orang “elit”) yang mendampingi Rasulullah SAW
selama perjalanan hijrah; dan Abdullah bin Uraikat atau Abdullah bin Arqast
(non-muslim) yang menjadi “guide” dengan memilihkan jalur alternatif
menuju ke Madinah.
اشْدُدْ بِهِ أَزْرِي
(31) وَأَشْرِكْهُ فِي أَمْرِي (32)
Bekal Keenam, Dukungan
yang memantapkan hati (usydud bihi azri) disertai keterlibatan secara
aktif (wa asyrikhu fi amri).
Nabi Harus AS tidak sekedar memberi
dukungan yang memantapkan hati Nabi Musa AS, melainkan juga ikut terlibat aktif
dalam dakwah. Itulah mengapa al-Qur’an sering menggunakan redaksi dual (tatsniyah)
ketika membahas kisah keduanya. Misalnya, perintah
Allah SWT agar keduanya bertutur kata yang lemah lembut ketika berdakwah kepada
Fir’aun (Q.S. Thaha [20]: 44).
فَقُولَا
لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى (44)
Maka
berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan
ia ingat atau takut
(Q.S. Thaha [20]: 44).
Rasulullah SAW sendiri mendapatkan dukungan dan
keterlibatan aktif dari kaum Muhajirin dan Anshar, sehingga mengantarkan
kesuksesan gemilang bagi dakwah Islam ke seluruh jazirah Arab. Allah SWT pun
mengapresiasi dukungan dan keterlibatan yang ditunjukkan kaum Muhajirin yang
rela hidup miskin dengan meninggalkan tanah air dan harta benda, demi menolong
Rasulullah SAW (Q.S. al-Hasyr [59]: 8)
.
لِلْفُقَرَاءِ
الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ
يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ (8)
(Juga)
bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta
benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka
menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar
(keimanannya)
(Q.S. al-Hasyr [59]: 8).
Pendidik dan da’i memiliki
keterbatasan fisik dan waktu. Jika ingin pendidikan dan dakwah menyebar-luas, maka
harus melibatkan orang lain untuk berpartisipasi secara aktif. Ustadz Yusuf
Mansur dengan Daarul Qur’an-nya adalah contoh konkret signifikansi dukungan dan
keterlibatan aktif yang membuat jangkauan dan reputasinya tidak hanya bersifat
lokal layaknya pesantren mainstream, melainkan bersifat nasional dan
dikenal di seluruh Indonesia.
كَيْ نُسَبِّحَكَ
كَثِيرًا (33) وَنَذْكُرَكَ كَثِيرًا (34)
Kesuksesan
pendidikan dan dakwah
jangan sampai menggelembungkan ego pribadi, melainkan harus dikembalikan kepada Allah SWT. Jadi, pendidik dan da’i dituntut aktif bertasbih dan berdzikir kepada Allah SWT. Sebagaimana
saat dakwah Rasulullah SAW berada pada puncak kesuksesan, Allah SWT menurunkan Surat al-Nashr
yang memerintahkan beliau untuk bertasbih, bertahmid dan beristighar (Q.S.
al-Nashr [110]: 3).
فَسَبِّحْ
بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا (3)
Maka
bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia
adalah Maha Penerima taubat (Q.S. al-Nashr [110]: 3).
إِنَّكَ كُنْتَ بِنَا بَصِيرًا (35)
Hanya dengan sikap seperti ini,
pendidik dan da’i senantiasa dalam pantauan Allah SWT (innaka kunta bina
bashira). Implikasinya, Allah SWT akan memberikan pertolongan saat pendidik
dan da’i mengalami masalah; atau memberikan peringatan saat dipandang salah.
Wallahu A’lam bi al-Shawab.
Gunung Rejo, 10 Februari 2018
Posting Komentar untuk "Bekal Pendidik dan Da'i"