Landasan Pendidikan Islam Multikultural
Praktik Pendidikan Multikultural di Kelas Multi Budaya |
Dr.
Rosidin, M.Pd.I
http://www.dialogilmu.com
Tafsir
Tarbawi Surat al-Hujurat [49]: 13
Dunia yang semakin
bebas (borderless) berimplikasi pada interaksi sosial yang semakin
global dan universal. Secara solusinya, dibutuhkan persiapan matang melalui
proses pendidikan yang relevan. Tepatnya, pendidikan multikultural yang
mendidik pelajar agar terbiasa hidup dalam kebudayaan yang beraneka-ragam.
Dalam Islam, pendidikan
multikultural mendapatkan legitimasi normatif atau teologis. Misalnya, Surat
al-Hujurat [49]: 13 yang akan ditelaah lebih jeli dalam tulisan ini.
يَا أَيُّهَا
النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا
وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ
اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (13)
Wahai umat manusia. Sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari laki-laki (Nabi
Adam AS) dan wanita (Sayyidah Hawa). Dan Kami menjadikan kalian berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku agar saling ta’aruf. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi
Allah adalah ang paling bertakwa di antara kalian. Sesungguhnya Allah itu ‘Alim
lagi Khabir (Q.S. al-Hujurat [49]: 13).
يَا أَيُّهَا النَّاسُ
Wahai umat manusia.
Redaksi ini
mengisyaratkan bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan.
Apalagi sejak awal manusia diciptakan sebagai makhluk yang bergantung (‘alaq)
(Q.S. al-‘Alaq [96]: 2), sehingga membutuhkan pertolongan sesama, lebih-lebih
pertolongan Allah SWT.
إِنَّا
خَلَقْنَاكُمْ
Sesungguhnya Kami menciptakan kalian.
Redaksi “kami”
memberi isyarat bahwa penciptaan di sini melibatkan orangtua. Berbeda dengan
redaksi “Aku tidak menciptakan jin dan manusia, kecuali agar beribadah
kepada-Ku” (Q.S. al-Dzariyat [51]: 56) yang hanya melibatkan Allah SWT. Ini
adalah bukti nyata kebutuhan manusia kepada orang lain, yaitu membutuhkan
orangtua agar dapat terlahir ke dunia.
مِنْ ذَكَرٍ
وَأُنْثَى
Dari laki-laki dan wanita.
Redaksi ini mengisyaratkan
bahwa pada dasarnya semua manusia itu sederajat, karena berasal dari nasab sama,
yaitu Nabi Adam AS dan Sayyidah Hawa. Implikasinya, bangsa Barat tidak
lebih superior dibanding bangsa Timur; dan ras kulit putih tidak lebih superior
dibanding ras kulit warna. Jadi, Islam anti terhadap sikap fanatisme, seperti
Nazi di Jerman, maupun rasisme, seperti apartheid di Afrika Selatan.
وَجَعَلْنَاكُمْ
شُعُوبًا وَقَبَائِلَ
Dan Kami menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku.
Kebutuhan manusia
pada orang lain tercermin dari terbentuknya komunitas berupa institusi sosial. Misalnya,
institusi keluarga, pendidikan, politik, ekonomi dan agama.
لِتَعَارَفُوا
Agar saling ta’aruf.
Ta’aruf berasal dari kata ‘urf yang berarti kebudayaan
terpuji, karena sesuai dengan pandangan umum masyarakat maupun ajaran agama.
Jadi, berta’aruf berarti saling bertukar kebudayaan terpuji (kearifan
lokal). Misalnya, orang Indonesia meniru budaya baca orang Finlandia; sedangkan
orang Finlandia meniru budaya gotong royong orang Indonesia.
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ
Sesungguhnya yang paling mulia.
Akram berasal dari akar kata karam yang berarti
“kedermawanan yang tampak”. Pada masa pra Islam, bangsa Arab yang hidup di
padang pasir terbiasa kekurangan bahan makanan. Oleh sebab itu, apabila ada
orang yang menunjukkan kedermawanan di tengah kekurangan pangan, seperti
menjamu tamu maupun memberi makan orang miskin, maka dianggap mulia. Dari sini
kata karam (dermawan) dijadikan simbol kemuliaan, sehingga kata akram
pada ayat ini diterjemahkan “yang paling mulia”. Hikmahnya, indikator kemuliaan
seseorang adalah kepedulian sosialnya terhadap orang lain, semisal berbagi
derma.
عِنْدَ اللَّهِ
Di sisi Allah.
Ayat ini
mengisyaratkan bahwa yang perlu diperhatikan adalah penilaian Allah SWT, bukan
penilaian manusia. Implikasinya, berusaha sungguh-sungguh menjalani kehidupan
sesuai dengan tuntunan Allah SWT (ajaran Islam), semisal berhijab bagi
muslimah, tanpa takut dicemooh orang lain (Q.S. al-Ma’idah [5]: 54)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ
دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ
عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ
يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (54)
Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad
dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah
mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut
terhadap orang yang mukmin, yang bersikap tegas terhadap orang-orang kafir,
yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang
suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui (Q.S. al-Ma’idah [5]: 54).
dan tanpa mengharap
pujian orang lain (Q.S. al-Anfal [8]: 47).
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ خَرَجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بَطَرًا
وَرِئَاءَ النَّاسِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَاللَّهُ بِمَا
يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ (47)
Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari
kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya’ kepada manusia serta
menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka
kerjakan (Q.S. al-Anfal [8]: 47).
أَتْقَاكُمْ
Yang paling bertakwa di antara kalian.
Setiap anggota
tubuh manusia memiliki potensi durhaka atau takwa (Q.S. al-Syams [91]: 8).
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (8)
Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu, kedurhakaannya dan ketakwaannya (Q.S. al-Syams [91]: 8).
Misalnya, mata bisa
digunakan melihat aurat (durhaka) atau mushhaf al-Qur’an (takwa); dan telinga
bisa digunakan mendengarkan gosip (durhaka) atau penjelasan guru (takwa).
إِنَّ اللَّهَ
عَلِيمٌ خَبِيرٌ (13)
Sesungguhnya Allah itu ‘Alim dan Khabir.
‘Alim berarti Maha Mengetahui dengan jelas terhadap ada
yang tampak, rahasia maupun terlupakan (Thaha [20]: 7).
وَإِنْ تَجْهَرْ بِالْقَوْلِ فَإِنَّهُ يَعْلَمُ السِّرَّ وَأَخْفَى
(7)
Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia
dan yang lebih tersembunyi (Q.S. Thaha [20]: 7).
Khabir berarti Maha Mengetahui dengan detail, sekalipun
seberat dzarrah (Q.S. al-Zalzalah [99]: 7-8).
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (7) وَمَنْ
يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ (8)
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia
akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar
dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula (Q.S. al-Zalzalah [99]: 7-8).
Artinya, apabila
anggota tubuh manusia digunakan untuk kedurhakaan, maka berisiko mendekam di
neraka. Sebaliknya, apabila anggota tubuh digunakan untuk ketakwaan, maka
berpeluang menghuni surga (Q.S. al-Qari’ah [101]: 6-11).
فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ (6) فَهُوَ فِي عِيشَةٍ
رَاضِيَةٍ (7) وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ (8) فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ (9)
وَمَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ (10) نَارٌ حَامِيَةٌ (11)
Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia
berada dalam kehidupan yang memuaskan (surga). Adapun orang-orang yang ringan
timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Tahukah
kamu apakah neraka Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas (Q.S. al-Qari’ah [101]: 6-11).
Wallahu
A’lam bi al-Shawab.
Singosari, 13
Februari 2018
Posting Komentar untuk "Landasan Pendidikan Islam Multikultural"