Mata Lahir (Bashar) dan Mata Batin (Bashirah)
Memadukan Pandangan Lahir dan Batin |
MENGGAPAI KEBENARAN MELALUI AL-BASHAR WA AL-BASHIRAH
Almaghfurlah KH. Hasyim Muzadi
Allah SWT telah memberikan dua alat untuk melihat kebenaran dan menuju kepada-Nya. Pertama, Bashar yang memiliki dua alat: panca indera dan akal. Kedua, Bashirah yang memiliki satu alat, yaitu hati.
Panca indera adalah alat untuk mengenal sesuatu, melalui penglihatan (mata), pendengaran (telinga), penciuman (hidung), peraba (kulit) dan perasa (lidah). Panca indera sangat penting untuk merasakan segala hal yang ada di kehidupan ini. Namun, panca indera itu terbatas, sehingga terkadang menipu atau menggambarkan sesuatu yang tidak sebenarnya. Misalnya, ketika melihat bus, kalau dekat kelihatan besar, tapi kalau jauh kelihatan kecil, padahal sebenarnya ukuran bus itu tetap sama. Kalau ada tongkat lurus dimasukkan ke dalam air yang beriak, maka tongkat akan terlihat bengkok, padahal sebenarnya tongkat tersebut tidak membengkok.
Jika panca indera adalah pengamatan (al-nazhar), maka akal adalah pengajaran (al-dirasah). Dengan akal, muncul ilmu dan kepandaian. Jadi, akal akan mengatakan bahwa bus itu jauh atau dekat, ukurannya tetap sama. Akal juga mengatakan bahwa tongkat yang dimasukkan ke dalam air tetap lurus, meskipun terlihat bengkok. Akan tetapi, akal tidak selalu benar, karena terkadang dipengaruhi oleh keinginan atau nafsu syahwat.
Kepandaian akal masih belum selesai, karena masih perlu dipertanyakan, “untuk apa kepandaiannya?”. Hal ini tidak tergantung akal, melainkan hati. Kalau akalnya pintar dan hatinya baik, maka dia akan melakukan hal-hal yang benar. Tapi kalau akalnya pintar, namun hatinya jelek, maka dia akan melakukan hal-hal yang tidak baik.
Jadi, panca indera dan akal sebagai bashar itu sangat penting, tapi belum cukup untuk menjamin manusia mencapai kebenaran (al-haq). Buktinya, sekarang ini yang merusak Indonesia justru orang-orang pandai. Itulah mengapa dibutuhkan suatu alat pengendali kepandaian, yaitu bashirah (hati). Bashirah ini yang menjamin penglihatan mata sama dengan penglihatan hati.
Dalam kitab Al-Hikam disebutkan bahwa bashirah memiliki dua tugas. Pertama, mengendalikan bashar; sehingga kalau pintar, tetap benar; kalau jadi orang besar, tidak sombong. Kedua, melakukan keimanan dan hubungan kepada Allah SWT secara benar.
Bashirah terbagi menjadi tiga, Pertama, keadaan bashirah. Yaitu manfaat, fungsi dan berkahnya dapat mendekatkan seseorang dengan Allah SWT. Orang yang hatinya hidup, mudah mendekat kepada Allah SWT dengan cara meneladani Nabi Muhammad SAW.
Meneladani Rasulullah SAW itu tidak mudah. Caranya, harus memiliki harapan kepada Allah SWT dan hari akhir, serta banyak berdzikir kepada Allah SWT. Dzikir yang banyak adalah berganti-ganti dzikir dengan media yang diberikan Allah SWT, yaitu lisan, pikiran, hati dan perbuatan.
Dzikir lisan dengan membaca kalimat thayyibah; dzikir pikiran dengan memikirkan ciptaan dan kekuasaan Allah SWT; dzikir hati dengan menjiwai makna dzikir; dzikir perbuatan dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat, seperti bekerja mencari nafkah. Oleh sebab itu, jangan memisahkan dunia dan akhirat, karena akhirat itu diperoleh dari dunia, yaitu dari amalan yang dilakukan di dunia.
Bashirah lah yang mengubah ilmu menjadi ilmu bermanfaat. Misalnya, seseorang memiliki ilmu agama, maka dia menjadi orang sholih; memiliki ilmu ekonomi, membuat makmur masyarakat; memiliki ilmu politik, memegang amanah yang benar dan lurus. Hal ini dikarenakan ilmu itu berdiri sendiri dan manfaat ilmu juga berdiri sendiri, sedangkan yang menjadi pemersatu ilmu dan manfaatnya adalah bashirah yang menimbulkan rasa takut kepada Allah SWT.
Kedua, ‘ain al-bashirah. Orang yang masuk pada ‘ain al-bashirah mengerti bahwa manusia tidak ada apa-apanya, kecuali karena pemberian Allah SWT. Oleh sebab itu, orang yang mengerti ‘ain al-bashirah akan bertakwa, karena menyadari bahwa semua hal berasal dari Allah SWT. Allah SWT menyediakan rezeki bagi mahkluk-Nya, sedangkan kewajiban mahkluk adalah menjemput rezeki tersebut. Cara mengambil rezeki adalah melakukan suatu pekerjaan.
Orang yang memiliki ‘ain al-bashirah akan mengerti bahwa manfaat shalat itu untuk diri sendiri, semisal agar sehat dan bangun pagi. Apakah pantas, hanya dengan shalat seperti itu, manusia ingin masuk surga?. Jadi, masuk surga itu bukan karena amalan manusia, melainkan karena pemberian rahmat dari Allah SWT.
Contoh lain, zakat 2,5 % ditukar oleh Allah SWT dengan surga. Artinya, kebaikan yang dilakukan manusia, akan dibalas berlipat-ganda oleh Allah SWT. Di sisi lain, kalau orang melakukan perbuatan salah, pasti akan dihukum oleh Allah SWT. Sebagian dari hukuman kesalahan itu dikembalikan di dunia. Misalnya, karena manusia suka menebang pohon sembarangan, maka Allah SWT menimpakan banjir.
Orang yang memiliki ‘ain al-bashirah selalu yakin bahwa setiap kali Allah SWT menciptakan sesuatu, pasti ada ilmu yang luar biasa di dalamnya. Misalnya, kalau seorang ahli meneliti tentang kandungan air, maka dia akan mengungkap sesuatu yang luar biasa yang bukti kebesaran Allah SWT.
Ketiga, Haq al-Bashirah. Kalau sudah masuk haq al-bashirah, orang akan menyadari bahwa dia tidak mempunyai apa-apa. Dia juga mengetahui bahwa apa yang diberikan oleh Allah SWT, akan dimintai pertanggung-jawaban. Manusia yang sudah masuk dalam haq al-bashirah itu disebut juga Ulul Albab.
Editor Transkrip
Dr. Rosidin, M.Pd.I
Posting Komentar untuk "Mata Lahir (Bashar) dan Mata Batin (Bashirah)"