Membina Persatuan, Membongkar Permusuhan
Mendamaikan Konflik Sesama Muslim |
Dr. Rosidin, M.Pd.I
http://www.dialogilmu.com
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ
لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (10)
Sesungguhnya
hanya orang-orang yang beriman, yang bersaudara. Makan damaikanlah antara kedua
saudaramu (yang konflik) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mendapat
rahmat (Q.S.
al-Hujurat [49]: 10).
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
Sesungguhnya hanya orang-orang yang beriman, yang bersaudara.
Kehidupan manusia di muka bumi
rentan dengan konflik yang memicu permusuhan (Q.S. al-Baqarah [2]: 36).
وَقُلْنَا
اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ وَلَكُمْ فِي الْأَرْضِ مُسْتَقَرٌّ
وَمَتَاعٌ إِلَى حِينٍ (36)
Dan Kami
berfirman: “Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi
kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang
ditentukan.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 36).
Oleh sebab itu, persatuan sejati
hanya muncul pada diri orang-orang yang beriman (innama al-mu’minunan
ikhwatun), yang digambarkan Rasulullah SAW bagaikan bangunan yang saling
menguatkan, lalu divisualisasikan dengan menjalinkan jari-jemari tangan kanan
dengan tangan kiri (H.R. al-Bukhari).
الْمُؤْمِنُ
لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا. ثُمَّ شَبَّكَ بَيْنَ
أَصَابِعِهِ (رواه البخاري)
Ada pula persatuan semu, yaitu
secara lahiriah tampak bersatu, padahal secara batiniah saling berseteru (Q.S.
al-Hasyr [59]: 14).
بَأْسُهُمْ
بَيْنَهُمْ شَدِيدٌ تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّى ذَلِكَ
بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ (14)
Permusuhan
antara sesama mereka adalah sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu, sedang
hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah
kaum yang tidak mengerti (Q.S. al-Hasyr [59]: 14).
Misalnya, koalisi antar partai
politik yang persatuannya didasarkan pada aspek kepentingan golongan; sehingga
partai A bersatu dengan partai B di pilkada kota tertentu, namun keduanya
berseteru di pilkada kota lain.
فَأَصْلِحُوا
بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ
Maka damaikanlah antar saudara-saudaramu
Redaksi ayat ini mengisyaratkan
adanya peluang konflik antar sesama umat muslim. Fakta historis berupa konflik
berkepanjangan antara kubu Sayyidina ‘Ali RA dengan kubu Mu’awiyah RA,
seolah lahir kembali di Indonesia dalam bentuk konflik antara kubu pro
pemerintah dengan kubu oposisi. Daripada ikut-ikutan terlibat dalam perang urat
saraf antar kedua kubu tersebut, jauh lebih baik mengamalkan seruan ayat ini
agar memposisikan diri sebagai penengah yang mendamaikan konflik berkepanjangan
antara dua kubu yang sama-sama dihuni umat muslim tersebut.
Islam sendiri mengajarkan
empat jenis persatuan.
Pertama, persatuan
antar umat muslim (ukhuwwah Islamiyyah) yang diikat persamaan agama.
Kedua, persatuan
antar warga negara (ukhuwwah wathaniyyah) yang diikat persamaan tanah
air.
Ketiga, persatuan
antar umat manusia (ukhuwwah basyariyyah) yang diikat persamaan status
sebagai manusia.
Keempat, persatuan
antar makhluk (ukhuwwah ‘alamiyyah) yang diikat persamaan status sebagai makhluk Allah SWT.
Pusparagam persatuan ini
mengisyaratkan banyak alasan yang dapat dijadikan landasan untuk mengutamakan
persatuan, alih-alih permusuhan.
وَاتَّقُوا اللَّهَ
Dan bertakwalah kepada Allah
Redaksi ayat ini mengisyaratkan
bahwa dua kubu yang terlibat konflik maupun pihak penengah, sama-sama
mengedepankan nilai-nilai ketakwaan. Misalnya, Rasulullah SAW berkhutbah pada
waktu Haji Wada’:
فَإِنَّ
دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ بَيْنَكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ
يَوْمِكُمْ هَذَا، فِى شَهْرِكُمْ هَذَا، فِى بَلَدِكُمْ هَذَا. (رواه البخاري)
“Sesungguhnya darah, harta dan harga diri kalian, di antara
kalian adalah haram, sebagaimana kemuliaan hari ini (Idul Adha); bulan ini
(Dzulhijjah); dan negeri ini (Makkah)” (H.R. al-Bukhari).
Oleh sebab itu, ironis sekali
jika seorang muslim yang mengaku mencintai Rasulullah SAW, mengamalkan sunnah
beliau, memuliakan Idul Adha, Dzulhijjah (bulan Haji) dan kota Makkah (terutama
Ka’bah dan Masjidil Haram), namun masih tega membunuh atau melukai sesama
muslim; mencuri atau mengorupsi harta umat muslim; termasuk mencela (membully)
harga diri sesama muslim, semisal dengan ujaran-ujaran yang tidak pantas ditulis
sekalipun.
لَعَلَّكُمْ
تُرْحَمُونَ
Agar kalian dirahmati.
Al-Qur’an mengingatkan bahwa
rahmat Allah dekat kepada orang-orang yang berbuat kebaikan (muhsinin)
dan jauh dari orang-orang yang berbuat onar di muka bumi (Q.S. al-A’raf [7]:
56).
وَلَا
تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ
رَحْمَةَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ (56)
Dan
janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya
dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan
(akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang
berbuat baik (Q.S. al-A’raf [7]: 56).
Hadis Rasulullah SAW menegaskan:
وَالْجَمَاعَةُ
رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ (رواه احمد)
“Persatuan itu (mengundang) rahmat; sedangkan perpecahan itu
(mengundang) adzab” (H.R. Ahmad).
Kearifan lokal Indonesia
mengajarkan bahwa satu lidi mudah dipatahkan, bahkan dianggap sampah; namun
kumpulan lidi yang diikat menjadi satu dalam bentuk sapu lidi, sulit dipatahkan,
bahkan dapat membersihkan sampah.
Sunan Kalijaga pun mewariskan
simbol abadi berupa tiang utama Masjid Demak yang dibuat dari serpihan kayu (tatal)
yang disatukan, namun tidak kalah kuat dibanding tiga tiang utama lainnya yang
terbuat dari kayu utuh.
Fakta historis menunjukkan bahwa
keterpurukan umat muslim selalu diawali oleh perpecahan antar umat muslim. Irak
adalah bukti nyata negara muslim yang porak-poranda dengan diawali perpecahan
antar umat muslim (Sunni versus Syiah), sebelum dihancurkan kebiadaban USA.
Sayangnya, sejarah selalu terulang, karena manusia tidak pernah belajar dari
sejarah.
Walhasil,
tulisan ini sekedar “tawashaw bi al-haq” (saling berpesan dengan
kebenaran) bahwa al-Qur’an, Hadis, kearifan lokal hingga fakta sejarah
mengutamakan nilai-nilai persatuan di atas permusuhan. Selama umat muslim masih
terjebak dalam pertikaian antar sesama umat
muslim, tampaknya perlu sekali lagi mempertanyakan keimanan
yang dimiliki, sembari merenungkan kandungan ayat berikut:
قَالَتِ
الْأَعْرَابُ آَمَنَّا قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا
وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ وَإِنْ تُطِيعُوا اللَّهَ
وَرَسُولَهُ لَا يَلِتْكُمْ مِنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ
رَحِيمٌ (14)
Orang-orang
Arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman”. Katakanlah: “Kamu belum beriman
(taat secara lahir-batin), tapi katakanlah 'kami berIslam' (taat secara lahir),
karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah
dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Q.S. al-Hujurat [49]: 14).
Wallahu A’lam bi al-Shawab.
Gunung Rejo, 8 Februari 2018
Posting Komentar untuk "Membina Persatuan, Membongkar Permusuhan"