Metafora Orang Munafik
Ajaran Islam bagaikan Hujan Lebat yang Diiringi Halilintar dan Kilat |
Dr.
Rosidin, M.Pd.I
http://www.dialogilmu.com
Tafsir
Tarbawi Surat al-Baqarah [2]: 17-20
مَثَلُهُمْ
كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا فَلَمَّا أَضَاءَتْ مَا حَوْلَهُ ذَهَبَ
اللَّهُ بِنُورِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِي ظُلُمَاتٍ لَا يُبْصِرُونَ (17) صُمٌّ
بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَرْجِعُونَ (18) أَوْ كَصَيِّبٍ مِنَ السَّمَاءِ فِيهِ
ظُلُمَاتٌ وَرَعْدٌ وَبَرْقٌ يَجْعَلُونَ أَصَابِعَهُمْ فِي آَذَانِهِمْ مِنَ
الصَّوَاعِقِ حَذَرَ الْمَوْتِ وَاللَّهُ مُحِيطٌ بِالْكَافِرِينَ (19) يَكَادُ
الْبَرْقُ يَخْطَفُ أَبْصَارَهُمْ كُلَّمَا أَضَاءَ لَهُمْ مَشَوْا فِيهِ وَإِذَا
أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قَامُوا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَذَهَبَ بِسَمْعِهِمْ
وَأَبْصَارِهِمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (20)
Perumpamaan mereka (kaum munafik) itu seperti orang
yang meminta dinyalakan api unggun. Ketika api itu menerangi sekelilingnya,
Allah (tiba-tiba) menghilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan
mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, maka
mereka tidak akan kembali (ke jalan yang benar). Atau seperti (orang-orang yang
ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, halilintar dan kilat;
mereka menyumbat telinganya dengan jari-jarinya, karena (mendengar suara)
petir, sebab takut akan mati, dan Allah meliputi orang-orang yang kafir. Hampir-hampir
kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka,
mereka berjalan di bawah sinar itu; dan bila gelap menimpa mereka, mereka
berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan
penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu (Q.S. al-Baqarah [2]: 17-20).
Nilai-nilai
Pendidikan:
Metafora
(perumpamaan) memiliki dua unsur pokok: (a) Fokus (Wahana); (b) Bingkai (Topik;
Tenor). Fokus memiliki makna tertentu, namun nuansa maknanya berubah ketika
dikaitkan dengan Bingkai tertentu. Misalnya, “Islam bagaikan hujan yang
menumbuhkan aneka tanaman”. “Hujan” contoh Fokus, “Islam” contoh Bingkai.
Dalam
menyikapi ajaran Islam yang diibaratkan cahaya (nur), ada tiga tipe
manusia: (a) Selalu atau sering diterangi cahaya (orang mukmin); (b) Sesekali
diterangi cahaya, namun sering gelap gulita (orang munafik); (c) Selalu gelap
gulita (orang kafir).
مَثَلُهُمْ
كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا
Perumpamaan mereka (kaum munafik) itu seperti orang
yang meminta dinyalakan api unggun
Ayat
ini membahas kaum munafik yang diibaratkan seperti orang meminta dinyalakan api
unggun yang memiliki tiga unsur: (a) cahaya api yang menerangi sekelilingnya;
(b) bara api yang panas; (c) kepulan asap.
فَلَمَّا
أَضَاءَتْ مَا حَوْلَهُ ذَهَبَ اللَّهُ بِنُورِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِي ظُلُمَاتٍ
لَا يُبْصِرُونَ
Ketika api itu menerangi sekelilingnya, Allah (tiba-tiba)
menghilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam
kegelapan, tidak dapat melihat.
Kaum
munafik seolah-olah berada di dekat api unggun tersebut, namun tiba-tiba cahayanya
dipadamkan Allah SWT, sehingga mereka berada dalam gelap gulita, disertai panas
api yang menggelisahkan hati dan kepulan asap yang menyesakkan dada.
Dengan
kata lain, orang munafik itu hidupnya selalu gelisah, karena hatinya gelap dan
panas, terombang-ambing “kepribadian ganda”, fisiknya Islami, namun hatinya
mengingkari Islam (Q.S. al-Nisa’ [4]: 143); dan malas beramal shalih (Q.S.
al-Nisa’ [4]: 142), karena menilai amal shalih hanya beban yang menyesakkan
dada.
إِنَّ
الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى
الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ
إِلَّا قَلِيلًا (142) مُذَبْذَبِينَ بَيْنَ ذَلِكَ لَا إِلَى هَؤُلَاءِ وَلَا
إِلَى هَؤُلَاءِ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ سَبِيلًا (143)
Sesungguhnya orang-orang munafik itu (berusaha) menipu
Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk
shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) di
hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.
Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak
masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan
itu (orang-orang kafir). Maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk
memberi petunjuk) baginya (Q.S. al-Nisa’ [4]:
142-143).
صُمٌّ
بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَرْجِعُونَ (18) أَوْ كَصَيِّبٍ مِنَ السَّمَاءِ فِيهِ
ظُلُمَاتٌ وَرَعْدٌ وَبَرْقٌ يَجْعَلُونَ أَصَابِعَهُمْ فِي آَذَانِهِمْ مِنَ
الصَّوَاعِقِ حَذَرَ الْمَوْتِ وَاللَّهُ مُحِيطٌ بِالْكَافِرِينَ (19)
Mereka tuli, bisu dan buta, maka mereka tidak akan
kembali (ke jalan yang benar). Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan
lebat dari langit disertai gelap gulita, halilintar dan kilat; mereka menyumbat
telinganya dengan jari-jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut
akan mati, dan Allah meliputi orang-orang yang kafir.
Islam
memuat petunjuk berlimpah bagaikan hujan lebat yang menumbuhkan “benih”
keimanan pada orang mukmin yang hatinya diterangi cahaya; namun sulit
menumbuhkan “benih” keimanan pada orang munafik yang hatinya seringkali gelap
gulita, kendati sesekali diterangi cahaya.
Namun,
Islam juga memuat hukuman, kecaman dan ancaman bagaikan gelap gulita, halilintar
dan kilat yang memberi peringatan keras.
Hanya
saja, kaum munafik sama sekali tidak mau memperdulikan semua itu, seolah-olah memasukkan
seluruh jari-jemari ke telinga, bukan hanya ujung jari-jemari. Telinga mereka
“tuli”, tidak mau mendengarkan dakwah Islam; lisan mereka “bisu”, tidak mau
berpartisipasi dalam dakwah Islam; mata mereka “buta”, tidak mau membaca dan
mengamati dakwah Islam.
يَكَادُ
الْبَرْقُ يَخْطَفُ أَبْصَارَهُمْ كُلَّمَا أَضَاءَ لَهُمْ مَشَوْا فِيهِ وَإِذَا
أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قَامُوا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَذَهَبَ بِسَمْعِهِمْ
وَأَبْصَارِهِمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (20)
Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka.
Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu; dan
bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya
Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa
atas segala sesuatu
Bisa
jadi orang munafik itu sesekali mendapatkan kesadaran beragama, sehingga dia
berbuat amal shalih. Ibarat orang yang berjalan saat ada kilat saja; begitu
kilat hilang, dia diam dalam kegelapan tanpa pergerakan. Akan tetapi, kesadaran
tersebut jarang terjadi; dan jika terjadi, durasinya sebentar; layaknya kilat
pada waktu hujan yang sesekali terlihat, dan durasinya pun sebentar. Misalnya,
saat awal Ramadhan, orang munafik ikut shalat Tarawih; namun sejak pertengahan Ramadhan,
sudah kembali liar seperti semula.
Allah
SWT Maha Berkuasa untuk melenyapkan pendengaran dan penglihatan kaum munafik,
namun Allah SWT masih memberi kesempatan kepada mereka untuk bertaubat. Jika
saja pendengaran dan penglihatan mereka dilenyapkan, niscaya mereka tidak akan mampu
lagi menuju ke jalan kebenaran. Wallahu A’lam bi al-Shawab.
Malang,
15 Februari 2018
Posting Komentar untuk "Metafora Orang Munafik"